7

0 0 0
                                    

Aku terpaku ditempat. Kenapa?.. aku melihatnya lagi, cowok yg kutahu bernama Gio kemarin, teman kak Fadli.. dia ada disana, dengan wajah.. mirip dengan Arka..

Kufikir hanya halusinasi semata.. nyatanya wajah mereka memang sama, bahkan sangat mirip.. aku tahu mataku masih normal, bahkan tak ada keluhan sedikitpun.. lalu apa mungkin mereka orang yang sama.. atau.. dengan wajah yg sama dengan orang berbeda?.. bodoh.. harusnya aku sadar, dia benar-benar Arka.. dengan tanda dipunggung tangannya..

"Kenapa tanganmu?" Aku bertanya pada Arka, kami seperti biasa.. duduk dipinggir lapangan menikmati angin sore menjelang malam ditemanu sunset..

"Ini?" Dia mengangkat tangannya dan menunjuk bekas goresan menghitam dipunggung tangan kanannya.

Aku mengangguk, "ya.. tangan kamu pernah terluka?"

Dia mengangguk dua kali.. lalu menunjukkan bekas luka itu didepanku.. "lihat, sekilas seperti tato yg digambar lurus.. tapi kalau diperhatikan ini terlihat seperti mengelupas, benar bukan?"

Dari pertanyaannya aku menyimpulkan, awalnya itu terlihat benar, kukira dia bertato.. warnanya sedikit kecoklatan berbentuk garis lurus sepanjang 3cm dipunggung tangannya. "Kufikir begitu"

"Ok ok.. jadi kamu memperhatikan goresan ini bocil?.. kamu tahu, aku sempat dipanggil keruang BK saat SMA karena dipikir aku bertato tapi saat aku menjelaskan dan mereka memperhatikan luka ini dengan teliti aku terbukti tidak bersalah.. haha bodoh memang"

"Jadi, kenapa bisa seperti itu?" Tanyaku akhirnya..

"Dulu pas kecil, ini terkena pisau oleh saudaraku.. ya wajar lah kami anak kecil, baru 5 tahun dan saat itu masa-masanya kami nakal"

"Setahuku bekasnya bisa hilang, kenapa itu tidak?" Heranku.. ya setiap kali aku mempunyai bekas luka pasti hilang meski butuh waktu lama, lah ini sudah belasan tahun masih ada.

"Sengaja buat kenangan" jawaban yg aneh..

Dan aku melihat luka itu masih sama, berwarna coklat tua dengan posisi dan bentuk yg sama, garis lurus sekitar 3cm. Dan yah.. dia benar-benar Arka.. tapi, apa dia lupa padaku?..

Mungkin, dia lupa, lalu untuk apa janjinya saat itu.. meski sudah 1 tahun berlalu, aku masih merekam jelas ucapannya.. "Karena kamu sepesial.. jadi jangan berusaha lupain aku kalau bisa saja kapan-kapan aku pergi. Karena disini nggak akan pernah terganti".... tapi apa masih sama? Bukannya dia bahkan tak mengingatku saat pertemuan dikantin..

Aku berbalik, tak kuasa bila harus melihatnya dalam jarak dekat namun seolah tak mengenal, aku harus melupakannya dan berusaha menerima Zio, apapun yg terjadi.. aku harus bersandiwara.. mungkin untuk sementara..aku ingin benar-benar melupakannya..

Phonselku berdering saat baru beberapa langkah aku berjalan memutar arah.. nama Zio tertera dilayar datar itu.. aku memaksakan senyum.. aku harus terlihat baik-baik saja..

"Gika?"

"Ya.. ada sesuatu kenapa kamu menelephonku?"

"Nggak boleh ya?"

Sial aku jadi serba salah. "Boleh.. nggak ada undang-undang buat larang tunangannya telephon kan?" Ucapku sembari menatap jariku yg tersemat cincin perak sederhana. Aku tersenyum miris.. ini bukan yg aku harapkan..

"Ya.. nggak ada.."

Jeda beberapa detik, aku juga bingung mau berbicara apa.. karena aku masih berdiri tanpa berniat pergi aku duduk dikursi tak jauh dari tempatku.

"Sudah makan?.. waktu istirahatmu akan berakhir beberapa saat lagi"

Aku ingat dia punya jadwal kuliahku, mungkin Ibu yg memberitahu..

"Sudah.. kamu sendiri"

"Sebentar lagi.. ini masih repot. Jangan bohong ya.. nanti kamu sakit"

Walaupun aku memang berbohong, tapi tak seharusnya aku berkata jujur kan, alasanku tidak kekantin karena Gio atau.. Arka.

"Nggak kog... katanya repot, nggak diberesin dulu kerjaanya" aku sengaja, tak berniat bicara banyak-banyak dengannya..

Aku mendengar helaan nafas dari seberang sebelum dia akhirnya bersuara. "Ok.. kita sambung nanti.. see you Gi"

"Too"

Kuhembuskan nafas kasar, mataku memanas. Aku sadar, kupaksakanpun rasanya tetap sama, atau malah lebih parah.. ini lebih sakit daripada dihianati.. haruskah aku berbohong dengan rasaku sendiri yg masih menginginkan Arka.. cowok yg tak mungkin kumiliki.. meski berada dalam jangkauan.. semuanya berakhir sejak pertunanganku malam itu, malam pertama aku bertemu dengan Zio..

.

Hujan menguyur kota untuk pertama kalinya.. dan aku terjebak disini, didalam kampus. Awalnya aku akan pulang dengan Zio.. tapi beberapa menit lalu dia menghubungiku dan berkata ada urusan mendadak.. yah mau bagaimana lagi.. secinta-cintanya laki-laki pada perempuan lebih cinta pekerjaan bukan.. ok.. dia masih kuliah, dikampus yg sama namun beda fakultas denganku.. sial sekali hari ini.

Tanganku terjulur mengapai rintik hujan yg kini mulai membasahi telapakku. Aku tak menghiraukan sepatu bahkan jinsku yg basah karena percikan air.. aku hanya ingin menikmati momen ini, dimana ada hujan disana ada cerita.. cerita yg kubuat sendiri tentang aku, dia dan hujan itu sendiri..

Bayang-bayang wajah, kepala dan pakaian basah Arka berkelebat masuk seolah terlintas didepan mataku.. membawa bola basket dan memantulkannya dilantai semen lapangan.. menyengir kearahku dan melambai menyuruhku mendekat, hal yg paling aku rindukan.. berebut bola dengannya sampai langit petang mengisakan bulan dan bintang atau mendung hitam..

Kaliku melangkah tanpa sadar, meninggalkan tasku yg kusimpan dikursi koridor.. semakin maju melangkah ketengah lapangan basket tepat didepan koridor tempatku berteduh.. seolah Arka benar-benar disana.. meski nyatanya hanya bayangan tak kasat mata.. aku sendiri, hanya sendiri menghayal seolah kejadian itu akan terputar kembali, secara nyata.

Aku tak menghiraukan tubuhku yg sudah basah, membiarkan mataku meluruhkan cairan bening yg beradu dengan air hujan.. apa ini akhirnya, aku masih mengingatnya tapi dia hilang, ada namun menatapku sebagai orang lain.

"Seharusnya aku sadar.. dia tidak akan pernah mengingatku. Tidak akan." Monologku sembari membiarkan tubuhku terguyur hujan.. momen ini seperti setiap awal hujan turun dari setahun yg lalu.. aku merindukanmu Arka!

Aku berbalik, hendak kembali kekoridor namun langkahku terhenti oleh siulet didepanku sekarang. Airmataku masih tumpah semakin deras bersamaan hujan yg tak kunjung reda, seolah tahu.. seberapa sedihku saat ini.

"Apa yg kamu lakukan Gika? Kamu bisa sakit"

Andai cowok didepanku ini tahu, perasaanku lebih sakit saat melihatnya.. aku sakit karena sudah memanfaatkan kehadirannya hanya untuk melupakan Arka.. yg tak mungkin akan terlupakan.

"Jangan menatapku seperti itu Gika" ucapnya lembut. Namun nyatanya makin membuatku merasakan sakit ini.. tangisku menjadi seiring kepalanku yg berdenyut.. yg kuingin sekarang hanya satu, esok saat bangun.. ingatan tentang Arka hilang dari kepalaku.... kalau bisa..

Dia membawaku kepelukannya dan aku makin terisak, tidak. Seharusnya ini tidak terjadi.. Zio tidak harus tahu seberapa hancurnya aku.

"Jangan membuatku merasa bersalah Gika.. ada apa denganmu katakanlah"

Dan aku hanya bisa menangis, merutuki jantungku yg makin brdenyut nyeri, merutuki kebodohanku, dan merutuki rasaku.. juga tentang cowok sebaik Zio yg hadir tanpa aku perkirakan.. membuatku merasa trauma juga sakit karena setiap sifat lembutnya..

"Maafkan aku Zio" ucapku lemas.. membiarkan tubuhku makin erat dipelukannya.. maaf Zio atas keegoisanku..

Hujan Dan CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang