10

0 0 0
                                    

Mungkin pilihanku sudah benar. Jadi, kumantapkan tekatku, mengubur kisah lama dan mengukir kisah baru tanpa bayang-bayang mereka.

Hujan lagi-lagi turun, dengan payung lipat biru muda aku menapaki paving blok yang tergenang air. Gemericik tetes hujan menjadi teman, mengubur rasa sepi yang kian mendera.

Kupercepat langkahku, dipunggungku tas toska ku berbalut mantol tas bening. Sedangkan ditanganku tas map plastik setia kupeluk. Rencananya aku akan pergi kewarnet terdekat setelah dari kampus. Kebetulan juga jarak rumah dan kampus tak terlalu jauh, makanya aku memilih jalan kaki. Sekalian olah raga.

Aku bernafas lega saat warnet yang kutuju ternyata tak terlalu ramai, dengan cepat aku berteduh dan menaruh payung basahku diujung teras. Kuserahkan beberapa materi yang perlu kuperbanyak pada petugas. Jujur saja aku malas melakukannya sendiri, terlebih dengan keadaan seperti ini baju celana dan sepatuku sudah sangat lembab.

Duduk dikursi kayu teras kulepas sepatu karetku, membuang air yang sudah merembes masuk dari lubang samping. Pilihan sepatu yang tepat dicuaca penghujan seperti ini.

15 menit menunggu petugas atau karyawan warnet itu memberitahu kalau materiku sudah selesai di-copy, tak ingin berlama-lama aku segera membayarnya dan menyimpan lembaran-lembaran itu kembali dimap plastik yang kubawa.

Kembali, dengan payung biru mudaku aku menyusuri trotoar, melewati berbagai bangunan entah perkantoran atau kedai dan rumah makan. Hujan kian deras, dan selama 2 minggu terakhir matahari jarang muncul. Dengan cuaca seperti ini tentu udara cukup dingin dan banyak yang memilih tinggal dirumah daripada keluar. Bahkan tak jarang dikelas yang hadir hanya separuh. Sebegitu malasnya.

Sesampainya dirumah aku langsung menuju pintu belakang. Payung kubiarkan terbuka diteras dan aku segera masuk setelah melepas sepatu basahku. Ibu tak tahu datang dari mana sudah membawakanku handuk dan mengambil alih tas dan mapku.

"Terima kasih Bu" Ibu hanya tersenyum menyuruhku mandi dengan air hangat. Tak ada bantahan aku langsung menuju kamar dan mandi dikamar mandi lantai atas.

Saat kembali kekamar, diatas nakas sudah ada teh hangat dan roti selai nanas. Ah, Ibuku sangat perhatian dan baik.

Aku pun memakai pakaian tebal dan panjang sebelum akhirnya memakan sampai tandas roti dan meminum teh hangat buatan Ibu.

Mataku rasanya berat, mungkin efek cuaca yang cukup dingin dan telah kenyang. Jadi, segera saja aku bergelung dalam selimut tebal bermotif bintangku. Hangat dan nyaman.

***

Hari ini lumayan cerah, setelah hampir setiap hari hujan pagi ini mentari tampak muncul dengan malu-malu. Awan tipis memghias langit pagi saat aku berangkat kekampus dengan mobil pemberian Ayah seminggu lalu.

Kelas pagi ini Matematika, kabarnya Pak Suryo tidak bisa hadir karena ada seminar diluar kota. So, asdos yang bakal ngajar hari ini. Ngomong-ngomong aku belum tahu siapa asdos-nya, kalau kata Hida dia ganteng pake banget. Tapi, apa hubungannya dengan materi? Nggak ada juga.

Dengan langkah ringan aku berjalan menuju kelas pertama yang letaknya dilantai 3. Suasana sudah ramai meski masih pagi. Dengan buku dipelukanku dan tas dibahu aku berjalan menaiki tangga sampai akhirnya kelas yang akan kutempati sudah terlihat.

Hida berada disisi pintu menoleh kearahku dengan senyum lebarnya. Aku baru ingat kalau pagi ini jadwal kami sama. Setibanya aku didekatnya dia langsung berseru heboh.

"Aisshh.. nggak inget aku kalau sekelas kita pagi ini. Ayuk masuk, bentar lagi asdos-nya masuk" dan tanpa sopannya dia menarik lenganku masuk dalam ruangan yang baru diisi beberapa mahasiswa dan mahasiswi.

Hida memilih kursi bagian tengah dan aku duduk disampingnya tanpa protes. Tak lama mahasiswa dan mahasiswi lain memasuki kelas sampai kelas benar-benar full. Setelahnya kurasa asdos sudah masuk.

Aku mendongakkan kepalaku yang awalnya menunduk saat membaca sedikit materi minggu lalu. Mataku melebar. Apa dia yang Hida maksud asdos ganteng?.. Seketika aku menoleh pada Hida yang hanya menyengir dan mengangkat sebelah jempolnya. Aku memalingkan wajah malas.

"Stt.. kak Gio ganteng banget kan? Tapi sayang, dia belum bisa move on dari gebetannya.. hihi"

Aku berdecak malas mendengar kikikan Hida selepas membisikiku perihal Gio atau Arka. Ya Arka ternyata asdos yang dielu-elukan teman ku ini. Asdos terganteng yang pernah ada. Katanya.

Saat kuperhatikan secara detail. Ternyata meskipun kembar mereka tidak identik. Zio lebih cenderung mirip dengan tante Dewi, dan Gio mirip dengan Ayah-nya, Pak Hutomo.

Segera kutepis segala pemikiran yang berkecamuk. Memilih acuh aku mendengarkan setiap ucapan Arka didepan sana yang tampak sangat baik dalam menjelaskan. Dia tampak menguasai setiap materi, juga profesional dan lebih menjiwai. Sudah seperti dosen sungguhan.

***

Aku menelan salivaku yang terasa pahit. Ya keputisan Ayah dan Ibu memang tak bisa diganggu gugat. Mereka akan kembali kekota lama dan aku hanya bisa mengiyakan keputusan mereka.

"Kamu nggak papa kan ditinggal. Ibu udah ada temen buat kamu kog. Jadi kmu nggak sendiri. Tiap pagi Bik Sumi juga kesini buat bersih-bersih"

Aku mendingakkan kepalaku menatal Ibu dengan bingung. "Temen Bu? Siapa?"

Ibu tersenyum tipis. "Besok kamu juga tahu. Dia bakal tidur disini, makanya Ibu beresin kamar sebelah kamu itu. Kamu nggak masalah kan?"

Aku mengangguk, tih kalau ada teman berarti rumahku ini tak akan sepi. "Ibu sama Ayah berangkat jam berapa besok?"

"Pagi. Adikmu juga masih lusa masuk sekolahnya. Ayah mengambilkan cuti dulu" ucap Ayah menjawab.

Kulirik Emil yang dengan asik mengerjakan tugasnya, bocak kelas 1 SD itu tampak sangat serius meski hanya mengerjakan pelajaran yang terlampau mudah itu. Dia tentunya ikut dengan Ayah dan Ibu. Tidak mungkin akan ikut denganku disini karena otomatis tidak akan ada yang mengurusnya ketika aku kuliah. Kasian juga kalau kesepian.

"Diaz kekamar dulu. Ada tugas yang belum selesai" pemitku sebelum melenggang menuju kamarku, segera kuselesaikan tugas yang tadi baru sempat kukerjakan setengah. Setelahnya aku bergegas tidur karena sudah cukup mengantuk.

Paginya saat aku bangun Ayah Ibu dan Emil sudah siap berangkat. Aku mengantar mereka sampai dipekarangan sampai mobil Ayah hilang dari pandangan.

Hari ini aku kelas sore, jadi masih ada waktu untuk berkegiatan. Ngomong-omong teman yang dimaksud Ibu juga akan datang pagi ini. Dan tepat sekali.

Setelah aku membersihkan tubuh bel rumah berbunyi. Aku segera keluar dari kamar dan menuruni tangga tergesa. Takutnya dia terlalu lama menunggu.

Kubuka pintu utama, namun tanpa suara aku terpaku ditempat. Apa tak salah yang dimaksud Ibu sebagai teman selama dirumah?

Hujan Dan CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang