TL 27 - Mentari diufuk senja

5K 264 1
                                    

*) Terima kasih telah membaca cerita ini. Terima kasih atas vote dan komentarnya.

Sore ini, Dira sudah terbaring di brankar rumah sakit. Sejak kemarin subuh perutnya terasa mulas, tanda-tanda melahirkan sudah ada, namun sampai sore ini masih belum ada tanda bayi itu mau keluar.

Dokter menyarankan untu operasi cesar agar bayi dan ibunya selamat. Bu Gita sedang pergi ke Cianjur karena keluarga suaminya ada yang akan menikah. Sedangkan Ismail entah kemana, nomor hp nya pun tidak bisa dihubungi. Ia hanya ditemani oleh Dewi, salah satu perempuan yang memiliki nasib sama, sama-sama tinggal di yayasan milik Bu Gita.

"Gimana nih mbak? Dokter segera minta kepastian. Siapa yang akan tanda tangan jadi walinya mbak nanti?" Dewi hanya bisa mondar-mandir.

"Assalamualikum Bu Gita..... Ini belum ada walinya.. dokter sudah menyarankan untuk operasi agar bayinya selamat." Dewi menerima telepon Bu Gita.

Dira hanya bisa menitikkan air mata, beberapa keluarga pasien yang satu ruangan dengannya hanya bisa bertanya kemana suaminya, kemana keluarganya. Ikut berkomentar mending segera operasi saja.

"Gimana mbak? Kata Bu Gita operasi saja." Dewi menatap Dira dengan serius.

"Mbak, tolong teleponkan nomor ini ya. Tolong bilang istrinya akan melahirkan" Dira menyerahkan ponselnya.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Hari menjelang maghrib, batin Ardhan begitu gelisah, lebih gelisan dari hari sebelumnya. Sebentar-sebentar ia melirik jam di meja kerjanya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia jadi agak senang pulang terlambat.

Tak berapa lama ponselnya berbunyi, ia menatap ada nomor baru yang menghubunginya. Ia tak segera mengangkat telepon itu. Bahkan pada panggilan kelima baru lah ia menjawabnya.

"Halo, ini dengan siapa?" Suara parau Ardhan memecah keheningan.

"Halo pak saya Dewi. Saya ingin mengabarkan bahwa istri bapak akan melahirkan. Kami butuh kedatangan bapak untuk tanda tangan surat persetujuan karena istri bapak akan segera dioperasi." Suara telepon disebrang sana bercerita dengan suara penuh kepanikan.

"Istri siapa? Istri saya sudah melahirkan. Silahkan anda tanda tangani sendiri. Kalau mau menipu tolong lebih pintarlah sedikit." Ardhan marah besar. Ia segera memutuskan telepon itu dan memblokir nomor telepon tersebut.

Hati Ardan begitu kacau dan kalut. Ia merasa akhir-akhir ini lebih frustasi dari yang sebelumnya.

🌱🌱🌱🌱🌱

"Dokter, nanti jika bayi saya lahir, tolong adzani dia ya dok. Saya tidak punya anggota keluarga laki-laki." Dira berpesan kepada Dokter kandungan yang akan mengoperasi dirinya.

" Inshaallah ya bu, tolong berdoa yang banyak ya bu. Agar bayi dan ibu selamat." Dokter tersebut menenangkan Dira yang sedikit tegang.

"Saya mohon dengan sungguh-sungguh, adzankan dia dan iqomahin dia ya dok. Tolong berikan nama untuknya nanti Dirandra Ardi Dirgantara ya dok." Dira terus mengobrol dengan dokter, sementara dokter sibuk mengoperasi perutnya.

"Namanya bagus banget bu. Artinya apa bu?" Salah satu perawat disana kagum dengan nama pemberian Dira.

Gimana Gaes? Namanya bagus nggak???

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang