TL 53 - SETAHUN

8.5K 283 20
                                    

Tak akan terganti, setiap kenangan yang telah terukhir, yang teramat indah dan melekat dihati~Samsons,Akhir Rasa Ini

Dira berhasil mengusir dua pria itu. Hatinya semakin sesak. Usai menyusui Ardi, Dira berjalan ke dapur dan mempersiapkan segala keperluan untuk berjualan esok hari. Selagi Ardi tidur, ia bisa melakukan apapun yang bisa membuatnya melupakan masalah hidupnya.

Dengan headset tertempel ditelinganya, ia mendengarkan ceramah para ustadz di youtube. Ceramah yang membuatnya semakin tenang dalam melangkah menjalani hidupnya.

"Aku akan optimis membesarkan kamu saja Di, banyak ibu diluar sana yang bisa membesarkan anaknya sendirian." Dira mengupas bawang dan memblender bumbu.

Disela aktivitasnya, ada telepon masuk. Dilihatnya, ternyata bapaknya dari kampung. Setelah berbulan-bulan Dira tak beekabar dengan orang tuanya.

"Assalamualaikum Bapak. Kabar Dira baik. Dira masih kerja di rumah Tuan Ardhan. Maaf Dira baru bisa bapak hubungi karena Tuan Ardhan dan istrinya mengajak Dira kerja di rumah mereka di luar negeri." Dira meringis.

Berbohong? Tentu saja! Mana mungkin ia memberi tahu kalau dia hamil dan melahirkan bayi sengketa dibawah naungan pernikahan siri. Bisa tambah berumur pendek bapaknya nanti.

"Kapan-kapan Dira hubungi ya pak! Di rumah Tuan Ardhan sedang ada acara. Tidak enak dengan semua orang. Assalamualaikum." Dira segera menutup percakapannya.

Ia masuk ke kamar lagi setelah menyelesaikan pekerjaannya di dapur, ia merapikan tempat tidurnya. Ditatapnya Ardi yang tertidur pulas. Wajah, rambut, kulit dan postur tubuh yang sangat mirip dengan Ardhan. Dan itu membuat Dira sangat bingung, bagaimana ia akan mampu melupakan pria itu. Kemudian ia pun terlelap.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

"Aku ngga mau Mas. Aku istri sahmu. Dan aku tidak akan mau membagimu." Alea berteriak histeris didalam kamar. Sementara Alan telah tertidur di kamarnya sendiri.

"Alea, kita telah membuat kesalahan. Papa Ahmad bahkan sudah mengakui hal itu. Dan kita harus memperbaikinya." Alan memandang Alea yang begitu frustasi.

"Kau membuat semua ini menjadi sulit Mas! Kenapa kau harus mencari dia yang sudah pergi meninggalkan kita!" Alea duduk dikasur dan mengacak rambutnya.

"Apapun alasanmu Alea, aku adalah suaminya. Dan aku juga mencintainya." Ardhan mendekati Alea.

Alea hanya bisa menangis lirih mendengar kata mencintainya dari orang yang paling ia harapkan kesetiaannya.

"Alea. Aku akan meresmikan pernikahan ini. Aku akan membesarkan Ardi layaknya aku membesarkan Alan." Ardhan memeluk Alea.

"Kita bisa mengambil bayi itu mas. Bayi itu milik kita! Bukankah itu perjanjiannya?" Alea mengeratkan pelukannya. Namun Ardhan segera mendorong Alea.

"Kau Gila Alea. Ardi butuh ibunya. Hanya ibunya yang akan mampu mencintai seutuhnya. Bukan kamu, tapi Dira. Seperti Alan yang  membutuhkan ibunya. Dan itu Kamu. Dan kamu harus sadar Alea, aku ayah dari Alan dan Ardi." Ardhan meninggalkan Alea yang hanya bisa menangis di kamar.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Ardhan dan Ismail bertemu di ring tinju. Tampaknya perkelahian mereka tadi sore tidak cukup. Dengan penuh keberanian, Ismail menatap lawannya.

"Tuan, aku datang kesini bukan untuk memperebutkan Dira. Tapi aku berjuang untuk menyadarkanmu agar mau melepaskan Dira." Ismail memulai percakapan mereka sambil mulai mengajukan pukulannya.

"Aku tidak akan menyerah semudah itu. Dia istriku." Ardhan menangkis serangan itu.

"Tapi Tuan tidak pernah memahami dirinya." Ismail tersenyum mengejek.

"Bukan tidak pernah. Tapi akan memahaminya dengan segera. Aku tidak senaif yang kau pikirkan." Ardhan terus beradu jotos dengan Ismail sampai keduanya benar-benar tak mampu berdiri.

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Berbeda dengan Ardhan yang keesokan harinya datang kembali ke kontrakan Dira, Ismail malah datang satu minggu kemudian. Ismail datang sambil membawa beberapa baju dan pampers bayi, serta ikut menimang Ardi. Ya menimang bayi itu. Tidak seperti saat Ardhan datang, Dira tak akan mengijinkannya.

"Anak ayah. Gantengnya." Ismail selalu berkata demikian.

"Anak Ibuk donk!" Dira tersenyum manis.

Ardi mulai mengeluarkan suaranya dan tersenyum manis saat Ismail mulai mengajaknya berbicara, seakan bayi itu mengenalinya.

"Sepertinya dia mencintaiku. Biarkan aku yang akan menjadi ayahnya." Ismail menatap Dira.

"Aku tidak akan menjawab tawaran atau pun rayuan kalian. Biarkan aku berpikir dengan jernih, menikmati hidupku dan menentukan akan kemana hidupku." Dira menolak halus ucapan itu.

"Berapa lama aku harus menunggu?" Bariton suara Ardhan mengejutkan keduanya.

"Biar. Biarkan semua berjalan satu tahun lamanya!" Dira menjawab dengan entengnya.

Menurut para readers yang baik, kira-kira novel ini akan berlanjut di bab-bab selanjutnya atau berlanjut di sekuel yang selanjutnya? Sebab jika perlu dijabarkan mungkin akan lebih dari 100 bab cerita ini. Dan 50 bab lebih ini kalo author baca, udah sangat panjang. Kritik dan saran sangat membangun cerita ini.

Terlalu LelahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang