Bab 7

92 24 2
                                    

Siapa yang nungguin mereka?
.
.

****

"Roy, kenapa sih sepupu lo nggak mau membuka hatinya buat gue? Padahal gue kan cantik, baik dan juga rajin," tanya Via sambil menatap tumbuhan pandan di sisi danau.

"Hap, akhirnya ketangkep juga lo. Kalau sampai lo ngilang, bunda pasti marah banget. Gue bakalan nggak dapet uang jajan seminggu, nggak dapet wifi dan nggak ada lagi fasilitas motor kesayangan gue," ratap Roy sambil memeras kaos kaki kesayangannya itu.

"Gue masih penasaran, sebenernya Gaza itu jujur nggak sih kasih jawaban dan alasannya itu Roy?"

"Seandainya lo cuma kaos kaki biasa, bukan pemberian bunda, pasti udah gue buang sejak pertama gue tahu kalo lo couple-an sama kaos kaki Gaza, cih."

"Apa jangan-jangan Gaza cuman ngetes gue doang ya Roy? Mungkin dia ada rasa sama gue, cuman dia jual mahal gitu karena posisinya sebagai ketua rohis. Jadi nggak mau pacaran dulu."

"Nah, lo baek-baek di sini ya biar cepat kering. Jangan kabur ke mana-mana. Kalo ada angin kencang lewat, bilang aja lo udah pewe di sini, nggak usah ikutan. Entar lo bisa nyungsep lagi ke danau. Ok mmuaach," racaunya sambil mencium mesra koas kaki basah itu.

Setelah semua aksi yang Roy lakukan. Kini Via hanya bisa diam dengan wajah angkernya.

"Via, lo pernah lihat Tiara jalan sama cowok nggak? Soalnya kan dia nolak gue terus. Nah siapa tau aja dia udah punya cowok." Roy bertanya dengan santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Di sampingnya, Via masih berwajah semerah tomat. Apalagi ketika melihat wajah Roy yang seperti orang tidak bersalah.

"Roy, lo pernah nggak digigit cewek galak," geram Via seram.

Seketika Roy langsung loncat menjauhi Via. "Belum weeek," olok Roy jenaka.

"Males banget gue sumpah. Nggak mood gue!" Via cemberut karena merasa dicuekin dari tadi.

"Ok, ok peace gue cuman becanda. Jadi lo tadi nanya apaan? Nanyain Gaza?"

Via diam dan menundukkan wajahnya kesal. Roy mulai mengerti apa yang dirasakan Via.

"Kita itu sama, Via. Sama-sama mengharap balasan cinta dari gebetan kita masing-masing yang sampai hari ini belum kita dapatkan."

Via menegakkan kepalanya dan menoleh ke Roy.

"Awalnya gue menganggap remeh. Elo tau kan, bukan hal yang sulit buat gue dapetin cewek yang gue mau. Tapi Tiara, bener-bener bikin gue pusing. Dia nggak ngeliat gue kayak cewek-cewek lain ngeliat gue. Gue kurang apa coba?"

"Pertanyaan yang sama untuk Gaza Roy. Gue kurang apa coba selama ini nunjukin sisi terbaik gue. Tapi Gaza selalu aja nutup mata dan hatinya buat gue."

Setelah mengatakan itu, secara natural Via menyandarkan kepalanya di bahu Roy. Dan tanpa diperintah, Roy mulai mengelus-elus rambut Via yang terurai panjang.

"Eh, Vi. Kata orang zaman dulu, kalau kita mencintai seseorang maka kita harus berusaha untuk mencintai apa yang dicintai oleh orang yang kita cintai."

"Maksud lo?"

"Seperti yang gue bilang tadi. Mulai senin nanti gue akan rajin ke Mushola, seperti kebiasaan Tiara. Gue tebak, salah satu kesukaan Tiara itu ya ke Mushola. Jadi gue juga harus ikutan," papar Roy semangat.

"Elo yakin? Entar sekolah gempar lagi ngeliat lo masuk ke rumah ibadah."

"Hilih lo aja yang lebai. Mendingan lo ikutan. Soalnya Gaza ikut nemenin gue."

"Astajiiim, Gaza mau nemenin lo? Ini udah tahun berapa sih? Kiamat makin deket keknya."

"Banyak bacot kan, dengerin gue. Sebenernya gue udah riset dari lama kebiasaan Tiara. Jam 07.10 dia dateng ke sekolah. Jam 10an gitu dia ke Mushola. Gue nggak tau dia ngapain tapi kayaknya sih sholat ya."

"Itu namanya sholat dhuha, bego."

"Iya deh apapun namanya. Terus itu siang dia ke Mushola lagi sebelum jam makan siang, kayaknya sih sholat lagi."

"Ya iyalah dia sholat lagi. Itu namanya sholat zuhur, go."

"Sekali lagi lo ngomongin gue bego, gue jorogin lo ke danau terus gue bakalan balik seolah-olah nggak terjadi apa-apa."

"Dasar setan emang," umpat Via. Namun Roy tidak menghiraukan.

"Gue mau kita kerjasama."

Degh.

"Maksudnya?" Via merasa bodoh.

Kurang lebih satu jam mereka berdiskusi membuat rencana.

Tanpa mereka sadari bahwa di balik pohon rindang tak jauh dari danau itu, seseorang memperhatikan mereka.

***

Beralih ke kelas XI IPA 3 yang sedang fokus ulangan harian Fisika. Tampak pak Okta mengawasi kelasnya dengan ketat.

"Haaatchiiiuuuu!"

Gaza dan Tiara tiba-tiba bersin di detik yang sama. Membuat seisi kelas terkejut.

"Alhamdulillah," ucap keduanya serempak.

"Yarhamukallah," jawab mereka lagi bersama-sama.

"Kalian sengaja bersin atau gimana?" tanya pak Okta sambil melirik dari bawah sudut hidungnya. Kacamatanya benar-benar turun terlalu rendah di punuk hidung peseknya.

"Astaghfirullah Pak," jawab Gaza dan Tiara bersama-sama lagi untuk yang kesekian kali.

"Atau mungkin ada yang sedang menggosipkan kalian?" terka pak Okta random.

Para siswa saling memandang? Bagaimana caranya mereka menggosipkan Gaza dan Tiara, sementara mereka semua sedang konsentrasi menjawab soal-soal ulangan harian Fisika yang susahnya minta ampun.

"Bapak nggak liat, kami semua lagi fokus ngerjakan soal. Mana mungkin kami sempat menggosipkan mereka," celetuk salah seorang siwa, yang duduk di sebelah kanan Gaza.

"Kalau bukan siswa di kelas ini, ya mungkin siswa di luar sana yang lagi nggosipin kalian," balas pak Okta seperti cenayang.

"Insya Allah bersin kami tidak disengaja Pak. Semua sudah diatur oleh Allah di Lauhul mahfudz." Gaza mencoba menghentikan dugaan Pak Okta yang mulai melantur.

"Ya ya ya. Semoga bukan hanya bersin kalian aja yang sudah ditakdirkan untuk bersama-sama. Tapi barangkali jodoh juga sudah ditulis di sana."

"Ekhem! Ekhem! Ekhem!" Seketika ruangan kelas menjadi ajang lomba berdehem karena ucapan pak Okta. Hal itu sukses membuat Tiara dan Gaza bersemu merah.

"Ssstttt! Yang tadi berekhem-ekhem dengan sengaja, kumpul sekarang juga pekerjaan kalian!" teriak Pak Okta.

Mati kau.

Semua siswa kembali fokus pada pekerjaannya. Tidak ada yang bersuara meski hanya hembusan nafas. Suasana kelas kembali hening, sesunyi wajah pak Okta.

***

Ada yang suka sama Pak Okta?

Thanks banget atas feedback kalian yang udah mau baca, komen, vote dan share.

High School CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang