Bab 18

21 2 0
                                    

Kalian suka dengan cerita ini nggak?
Apa yang kurang?
.
.
.

****

Jam menunjukkan pukul 23.00 Waktu Indonesia Timur. Itu artinya, di Jakarta sekarang pukul 21.00 malam.

Rumah besar khas orang-orang elite yang terletak tepat di sudut jalan nampak lengang. Cahaya temaram menyelubungi suasana halaman yang luas.

Sebuah mobil sport warna putih memasuki pekarangan rumah dan berhenti di garasi. Tak lama kemudian keluar sosok remaja tinggi dan tampan.

Pip!

Suara mobil terkunci.

Remaja itu melangkah gontai memasuki rumahnya yang besar.

"Assalamu'alaikum Mama, Papa. Gaza pulang," sapanya dengan volume suara yang pas.

Namun seperti biasa, tak ada jawaban.

Gaza melepas sepatunya dan langsung menuju ruang keluarga melewati ruang tamu yang gelap.

"Den sini tasnya Bibi bawakan," pinta Bi Nung ketika Gaza baru saja memasuki ruang keluarga. Namun Gaza menolak dengan senyumnya.

"Mama ... tadi Gaza mengucapkan salam lho. Kok nggak dijawab?"

Mama yang sedang duduk di sofa besar dan empuk, ditemani oleh tablet pink setianya, mendongak. "Owh, mama lagi sibuk sayang. Maaf ya nggak sempet."

Gaza mengangguk pelan, mencoba untuk memahami keadaan.

"Papa ...," ucap Gaza kepada Papanya yang juga sedang sibuk dengan laptop di meja kerjanya.

Papa mendongak sesaat, kemudian telunjuknya menunjuk ke arah Laptop, sebagai isyarat bahwa dia sedang sibuk dan tak bisa diganggu.

Sabar.
Itu yang bisa Gaza lakukan.

"Mama, Papa. Maaf Gaza pulang malam jam segini. Tadi Gaza baru selesai melaksanakan kegiatan amal di Pondok Anak Yatim Piatu."

Papa yang tadi fokus dengan pekerjaannya langsung menatap. "Jadi kamu masih tetap melakukan kegiatan yang tidak berguna itu? Buang-buang waktu dan uang Papa aja kamu! Papa kan udah bilang, stop bergabung dengan komunitas peminta-minta nggak tau malu itu."

"Mereka bukan peminta-minta Pa," tukas Mama meluruskan.

"Apa bedanya!?" tanya Papa ketus.

"Pa, kegiatan ini hanya sebulan sekali kok. Gaza cuma menyisihkan uang jajan yang Papa kasih. Gaza nggak minta lagi kan ke Papa untuk kegiatan itu."

"Sepertinya Papa perlu mempertimbangkan lagi uang jajan kamu. Atau kalau perlu Papa bisa mulai dari fasilitas yang kamu gunakan."

Gaza sedikit tercengang dengan pernyataan Papanya.

"Pa, Gaza nggak habis pikir sama mindset Papa tentang hidup. Apakah membantu orang lain adalah kegiatan sia-sia dan merugikan? Apa arti dari 10.000 perak bagi seorang Papa, bisnismen sukses dengan beberapa perusahaannya."

"Mindset hidup katamu?" Papa mencibir. "Anak ingusan seperti kamu mau ngomongin mindset hidup? 10.000 perak yang menurut kamu nggak ada artinya itu jelas menunjukkan bahwa kamu nggak punya mindset tentang hidup."

Papa perlahan berdiri dan melepas kacamatanya. "Bagi pebisnis seperti Papa, 10.000 perak itu sangat berarti Gaz. Kalau tidak ada 10.000 perak, maka tidak akan pernah ada uang 100.000, satu juta bahkan miliyaran seperti yang Papa punya. Kamu cuma anak kecil yang belum ngerti betapa susahnya mencari uang. Bisa-bisanya bilang uang 10.000 nggak ada artinya."

"Debat dengan Papa selalu saja begini, tidak nyambung. Maksud Gaza, bersedekah 10.000 perak untuk orang yang membutuhkan apakah merugikan Papa. Bukankah aset Papa miliyaran lebih nilainya?" jawab Gaza sambil duduk di Sofa.

"Ngasih uang ke peminta-minta mengajarkan orang jadi malas. Kerjanya hanya menunggu pemberian orang lain. Tidak mau bekerja keras. Kalau kamu terus-terusan kasih mereka uang, sama saja kamu mengajarkan kemalasan pada mereka. Hidup itu memang keras, makanya kita sebagai makhluk yang hidup harus lebih keras menghadapi hidup."

Gaza mengerutkan keningnya. Berpikir keras bagaimana caranya memahamkan Papa yang sangat keras kepala.

"Kenapa Papa merasa rugi hanya karena uang receh yang Gaza sedekahkan? Sementara uang yang Gaza pakai buat sewa lapangan futsal, biaya member nge-gym dan jalan bareng teman-teman, Papa nggak pernah protes."

"Karena semua itu bermanfaat untuk kamu," tukas Papa singkat sambil kembali duduk di kursinya.

"Bersedekah juga bermanfaat buat Gaza Pa. Bermanfaat juga buat orang lain. Dan perlu Papa tau, tolong bedakan antara pengemis di jalanan dengan anak yatim piatu yang dipelihara dengan baik. Mereka membutuhkan uluran tangan seperti kita. Mereka bukan orang malas. Justru mereka orang-orang yang selalu bekerja keras. Namun keadaan dan nasib yang membuat mereka untuk sementara waktu mengadahkan tangannya menerima bantuan dari orang-orang di sekitarnya," bela Gaza tidak mau kalah.

"Bi, apakah makan malam Gaza sudah disiapkan?" Mama mengalihkan pembicaraan mereka.

"Sudah, nyonya. Semuanya sudah saya siapkan di meja makan. Atau Den Gaza mau saya bawakan ke kamarnya?"

"Maaf Ma, Gaza merasa tidak lapar."

"Kalau kamu tidak makan, terus makanan itu untuk siapa? Kamu mau buang-buang makanan. Dasar anak tidak bisa bersyukur."

Gaza terdiam. Hatinya menjadi berkecamuk. Ia termenung di sofa sambil menatap Mamanya yang lagi-lagi sibuk dengan tabletnya.

"Kenapa masih di sini Gaz? Makanan sudah tersedia. Nanti keburu dingin," ucap Mama lagi tanpa memandang ke arahnya.

"Gaza kan sudah bilang Ma. Gaza merasa tidak lapar."

"Jangan seperti anak kecil kamu. Papa tau dari nada bicaramu. Hari gini, mau makan aja pakai acara ngambek. Biar aja dia kelaparan sampai pagi Bi. Sudah besar untuk apa dipaksa-paksa," timpal Papa sewot.

"Gaza lelah, mau istirahat."

Gaza bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Namun saat melihat ke arah ruang makan, matanya melihat seonggok santapan lezat yang masih mengepul di atas meja. Perutnya tidak bisa dibohongi.

Wajah celamitan Gaza sempat ditangkap oleh indera penglihatan Mama dan Papanya yang masih mengekor mengikuti pergerakan Gaza.

"Kalau gue makan, Papa pasti merasa menang dan semakin ngelunjak. Gengsi dong gue. Tapi kalau gue nggak makan, rugi juga makanan itu terbuang-buang. Itu udah mubazir namanya. Mana perut beneran laper, lagi," debat Gaza dalam hati.

***

Di dalam kamar dengan nuansa abu-abu, Roy berbaring santai di ranjangnya. Ia merasa bosan memainkan HPnya dari tadi. Game offline membuatnya jenuh. Sementara game online ... tidak ada lawan yang lebih tangguh.

Drrrrt drrrrrtttt ....

Roy tersentak karena bunyi getaran HPnya. Segera ia buka pesan yang baru saja masuk.

V_Valenia_R
Woi Roy
Besok gue nggak sekolah
Sorry untuk plan yang udah kita buat
Lo tau kan, gue masih pegel2

Roy tersenyum membaca pesan tersebut.

The_Roy
Iya nggak Papa, nyantai aja
Gue ngerti kok, Lo istirahat aja
Pulihin tenaga
buat bales dendam
Wkwkwk


V_Valenia_R
Tae emang
Eh gimana?
Lo udah mulai
chat Tiara belum?

"Oh iya, kenapa gue sampe lupa sih? Plan selanjutnya kan ngegombal dia lewat chat," desis Roy sambil menggeplak kepalanya.

Segera saja Roy mencari kontak Tiara. Bahkan dia lupa membalas chat Via yang terakhir.

The_Roy
Assalamu'alaikum ....
Maaf chat malam2


Mu_Tiara_N
Read

2 menit kemudian

Mu_Tiara_N
Sedang mengetik sesuatu

***

Lanjut kuy.

High School CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang