Vote!
Rasanya seluruh tulang Alin hampir remuk. Acara tujuh bulanan sudah sejam yang lalu selesai, tetapi ia belum bisa berisitirahat karena suara para keluarga—yang tengah sibuk membersihkan rumah—masuk hingga kamar.
Alin mengelus perutnya yang sudah membuncit, sembari memejamkan mata, sekali lagi mencoba untuk tidur. Namun, suara mereka masih saja mengganggu.
Ia bangun, turun dari ranjang, tujuannya adalah memarahi mereka dan meminta untuk diam, karena Alin butuh istirahat, bukan mendengarkan ocehan mereka.
"Eh, kenapa belum tidur?" tanya Key yang baru saja masuk kamar.
Niat Alin langsung menghilang begitu melihat Key. "Bilang ke mereka, jangan berisik, gue mau istirahat."
"Aku bilangin, kamu tidur lagi." Key segera keluar kamar.
Beberapa detik kemudian suara gaduh itu menghilang, menyisakan hening. Alin menghela napas lega, kemudian kembali berbaring. Ternyata semua orang sama saja, perlu ditegur dulu barulah sadar melakukan kesalahan.
"Udah, kamu tidur aja. Kalau mereka ribut, bakal aku tegur lagi," ucap Key, kembali masuk ke kamar menghampiri Alin yang bersiap menuju alam mimpi. "Capek banget, ya?"
Alin tidak menyahuti, dirasakan Key telah duduk di sebelahnya. Tangan lelaki itu terarah ke kakinya yang berada di bawah selimut. Pijatan kecil diberikan, dan Alin merasa nyaman.
Berbulan-bulan melewati waktu bersama dalam rumah tangga, Alin belum juga memberikan hatinya kepada Key. Semua masih sama. Ia benci, kesal, dan marah, kepada lelaki itu.
Membuat Key cemburu kepada Alam, adalah cara satu-satunya Alin untuk menyakiti suaminya. Ah, suami. Dibandingkan status tersebut, beberapa bulan ini Key malah jadi babu bagi Alin.
Semua pekerjaan dilakukan Key, sedangkan Alin hanya rebahan, nonton Youtube, drama, film, dan hal-hal yang membuatnya melupakan takdir jahat walau hanya sebentar.
"Di betis, Key, rasanya pegel banget," titah Alin.
Detik kemudian Alin merasakan pijatan di betisnya, meskipun terhalang selimut. Ia tak pernah terima jika Key menyentuh kulitnya tanpa beralaskan apa pun. Jijik, itulah yang dirasakannya.
"Tadi kamu keren banget ngulek bumbu rujak," puji Key.
Alin mendengkus. "Habis ini pijitin tangan gue." Masih ia rasakan bagaimana sulitnya membuat kacang-kacang itu remuk di atas ulekan. "Ingat, lo boleh mijitin gue, tapi nggak boleh sentuh kulit gue."
"Iya, iya," sahut Key, beralih ke tangan kanan Alin yang berada di sisi tubuh tertutup selimut. "Tanganmu makin gede, Yang."
Alin segera membuka kelopak mata, menatap tajam ke arah Key. "Lupa, siapa yang bikin gue jadi kayak gini?"
Lelaki itu langsung tersenyum bangga. "Aku, dong." Mengedipkan mata kiri.
Alin mendecih, memalingkan wajah dan kembali memejamkan mata. "Jangan sok ngatain gue. Lo mau gue ajak Alam ke sini buat gantiin posisi lo?" ancamnya.
"Ya ... kalau Alam mau, sih. Dia mau ketemu kamu aja harus aku paksa, mana mau dia sentuh kamu kayak gini." Key membalas ucapannya, dan itu sangat menusuk hati Alin.
"Diam, atau gue mogok makan sekarang juga." Lagi-lagi ancaman itu keluar, dan Key pasti akan langsung diam.
Hening, tetapi Alin masih merasakan pijatan di lengannya, naik hingga bahu, lalu kembali lagi ke lengan. Begitu seterusnya sampai Alin merasakan kantuk.
Ketukan di pintu membuatnya lagi-lagi gagal menuju alam mimpi. Alin mendengkus kesal. Ini rumahnya, mengapa sangat sulit untuk beristirahat hari ini?
"Usir mereka, sekarang!" titahnya pada Key.
"Sabar, sabar." Key segera bangkit menuju pintu.
Sepertinya Alin tidak cocok hidup rukun bersama keluarga. Mungkin ini imbas dari sering dicueki oleh orang tuanya, maka Alin tak tahu bagaimana rasanya hidup damai bersama keluarga.
---
2 bab lagi tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Bucin (END) ✓
RomanceDialinda tidak menyangka bahwa anak yang berada dalam kandungannya adalah hasil berhubungan dengan Keyvano, seorang bucin yang ia hindari sejak SMA. Pasalnya, di malam itu ia menghabiskan waktu bersama Alam, saling membuai dan mengisi kekosongan. Al...