Alin terpaksa menerima keinginan Key untuk memeriksa kehamilannya, ditemani oleh lelaki itu. Selama perjalanan pergi ke rumah sakit, ia tak banyak omong, Key terus mengajak berbicara, tetapi Alin tak peduli.
Sebelumnya, Alin menolak untuk naik motor ke rumah sakit, maka Key mengalah dan mau menggunakan mobil Alin. Bukan apa-apa, perempuan itu hanya takut masuk angin jika naik motor.
Saat perjalanan kembali ke rumah, senyum Alin mengembang ketika melihat foto hasil USG. Memang bentuknya masih belum terlihat seperti bayi, tetapi Alin sangat ingin memamerkan kepada Alam.
Mumpung Key ada di sini, pasti permintaan ini akan terkabul dengan sangat cepat, karena Key pasti tahu di mana Alam sekarang.
"Key, kayaknya gue lagi pengin sesuatu," ucapnya pada lelaki yang sedang mengemudi mobil.
Tak disangka, mata Key langsung berbinar karena Alin mengajak berbicara. Hal itu membuat Alin mendengkus, jijik dengan kelakuan lelaki itu.
"Mau apa kamu, Yang?"
Alin memutar bola mata, suasana hatinya langsung berubah saat mendengarkan sebutan untuk dirinya dari Key. Sangat lebay, bukan?
Namun, ia tak ingin mundur dari niatnya. Ini kesempatan untuk bertemu Alam. "Gue mau ketemu Alam, kayaknya ini permintaan dari baby."
Key melirik, wajah itu langsung berubah ekspresi menjadi muram. "Itu anakku, mana mau dia ketemu Alam yang bukan ayahnya."
"Nyatanya gue pengin banget lihat wajah Alam, itu berarti anak gue juga!" Seketika Alin merasa cuaca menjadi sangat panas, padahal di luar kaca jendela terlihat langit sedang mendung.
"Itu maunya kamu, bukan anak kita," balas Key, tidak ingin kalah.
Alin sangat kesal, rahangnya mengeras. Lelaki itu membantah keinginannya, padahal sudah sepakat akan mendekatkannya pada Alam.
"Lo lupa sama kesepakatan kita?" Alin tak melepaskan tatapannya pada wajah samping Key yang berkonsentrasi pada jalanan.
Lelaki itu menghela napas berat, lalu mengangguk pasrah. "Oke, kita ke apartemen Alam sekarang."
Senyum bahagia terbit di bibir Alin. Ia melepaskan tatapan ke arah Key, bersenandung kecil melihat ke luar jendela. Ah, semesta berpihak padanya hari ini, dan Alin tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
Getar ponsel membuat ia menoleh, Key tengah merogoh saku jaket kemudian mengeluarkan ponsel dari sana. Entah, bawaan hamil atau karena kenapa, dalam pandangan Alin, lelaki itu terlihat keren ketika berbicara serius dengan seseorang di ujung sambungan.
Detik kemudian Key mematikan layar ponsel, lalu mengulum bibir. Alin tahu lelaki itu tengah ragu untuk mengatakan sesuatu. Ya, ia yakin akan hal itu.
"Lin," Key menoleh sekilas, kemudian kembali melihat ke depan, "kita nggak jadi ke apartemen Alam, bos gue nelepon."
Alin sudah bisa menebak di satu detik sebelum Key berucap. Tentu saja ia kesal, karena sudah sangat ingin bertemu dengan Alam. Lagi-lagi gagal, padahal peluang untuk bertemu sangat besar jika saja Key tidak menerima telepon dari bosnya itu.
"Aku janji, kalau ada kesempatan bakal aku anterin ke Alam. Janji," ucap Key.
Alin memutar bola mata. "Nggak usah janji, niat gue udah gede mau laporin lo ke nyokap. Mumpung dia lagi di rumah dan lo bakal ketemu dia pas nganterin gue pulang."
"Jangan dong," Key memohon, "besok, aku janji besok bakal jemput kamu, terus kita ke apartemen Alam."
Sejujurnya, Alin hanya mengancam, tetapi Key langsung ketakutan seperti itu. Lagi pula, janji Key sangat menguntungkan untuknya. Jika bukan hari ini, besok ia masih punya kesempatan untuk bertemu Alam.
"Oke. Tapi gue nggak mau naik motor ontel lo." Alin mendengkus, ketika mengingat tadi Key mengajaknya ke rumah sakit menggunakan motor.
"Iya, aku bakal pinjam mobil Papa," ujar Key, suara itu terdengar pilu.
"Nggak perlu, pakek mobil gue aja." Biar bagaimanapun Alin masih punya sedikit kebaikan di hatinya.
Meskipun sedikit, tetapi berguna, bukan?
----
Ada cinta ... yang kurasakan .... 👀
Ini lagi nyanyi, maaf kalau fals.
Hari ini update 2 cerita. Semoga notifikasi kembung. 🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Jebakan Bucin (END) ✓
RomansaDialinda tidak menyangka bahwa anak yang berada dalam kandungannya adalah hasil berhubungan dengan Keyvano, seorang bucin yang ia hindari sejak SMA. Pasalnya, di malam itu ia menghabiskan waktu bersama Alam, saling membuai dan mengisi kekosongan. Al...