Ekstra Part 1

21.9K 1K 36
                                    

Yang mau baca e-book Bonus Bab Jebakan Bucin.
Harga hanya Rp. 12.000

Hubungi no 082348742307

Makasih guys

**

Mata Alin terbuka kala merasakan gerakan kecil di tangannya. Ia membuang napas, entah sejak kapan ditahannya, ia tak menyadari itu.

Alin mengangkat kepala, menatap tangannya yang bertaut dengan tangan seseorang. Ia memutar kembali kejadian tadi yang terasa sangat nyata, di mana ia harus menghadapi kenyataan pahit.

Detik kemudian Alin menoleh pada Key, terkejut melihat mata itu terbuka dan menatapnya. Hei, apakah Alin masih berada di alam mimpi?

"Lin," panggil Key dengan suara lemah.

Tangan Alin yang bebas, terangkat untuk menampar wajahnya sendiri. Sakit, bukti bahwa ia tidak sedang bermimpi. Alin segera melepaskan tautan tangan mereka dan berlari keluar kamar.

Jika di mimpi ia berlari karena panik dengan kondisi Key yang sekarat, sekarang Alin malah tersenyum senang, sangking senangnya ia lupa bahwa kamar Key tersedia tombol nurse call.

"Suster, suaminya saya siuman," ucapnya pada dua orang perawat yang baru saja lewat.

"Saya panggil dokter dulu."

Salah satu dari mereka pergi dengan tergesa, sedangkan satunya lagi mengikuti Alin ke ruang rawat Key.

Setibanya di sana, Alin kembali menghela napas lega. Mata itu masih terbuka, mengikuti gerakan Alin yang bergerak tak tenang karena sangking senang dengan hal ini.

"Cek tekanan darah dan denyut jantung!" perintah dokter yang baru saja datang. "Pak Key, Bapak bisa dengar saya?"

Key tidak bereaksi, hal tersebut membuat Alin menelan saliva. "Dok, Key nggak apa-apa, kan, Dok?"

"Pak, kalau Bapak dengar saya, kedipkan mata," lanjut dokter itu.

Key mengedipkan mata satu kali, dan itu membuat Alin kembali menghela napas lega. Setidaknya Key tidak tuli, karena setelah ini, suaminya itu harus mendengarkan tawa Livano.

"Bapak melihat saya? Kedipkan mata."

Lelaki itu mengedipkan mata lagi.

"Syukurlah. Selanjutnya, coba Pak Key panggil nama istri Bapak," suruh dokter itu.

"Alin." Suara Key terdengar parau.

Dokter itu tersenyum lalu mengangguk. "Bisa gerakkan tangan?"

Semua yang berada di sana langsung mengarahkan mata ke tangan Key yang tadi Alin genggam. Ia yakin, suaminya itu bisa menggerakkan tangan, karena tadi Alin sempat merasakan tangan itu bergerak.

"Sudah, sudah, jangan dipaksakan kalau belum bisa. Ini sudah biasa karena Pak Key sudah lama terbaring, syaraf-syaraf menjadi kaku, lemah respons," jelas dokter. "Nanti saya akan periksa lebih lanjut, Pak Key istirahat dulu."

Key menggeleng lemah. "Periksa sekarang ... saya ingin cepat sembuh." Suara itu parau, bahkan hampir tak terdengar, tetapi Key berusaha menyampaikan apa maksudnya. "Nanti istri saya kerepotan ... kalau saya sakit lama."

Alin menggeleng, selama ini ia tidak merasakan itu. Merawat Key sudah tugasnya, ia pun bertanggungjawab atas kecelakaan tersebut. Sudah sewajarnya Alin membalas semua kebaikan Key.

"Jangan paksain diri, aku nggak apa-apa," ujarnya sembari tersenyum ketika Key melirik ke arahnya.

---

Bergantian, itulah yang terjadi saat ini. Alin mengambil alih Livano, sedangkan orang tua Key segera menuju rumah sakit saat ia sampai di rumah.

Keduanya nampak sangat bahagia, terburu-buru menuju mobil. Bahkan Alin sampai berkali-kali memperingati untuk hati-hati di jalan. Mereka menyahuti bersama.

"Ayah udah siuman, bentar lagi Livano ketemu ayah," ucap Alin sembari menimang sang anak.

Tadi saat tersisa mereka berdua yang berada di ruang inap Key, jujur Alin tak tahu harus berbuat apa. Ia malu memberikan perhatian, karena dulu tak pernah sekalipun dilakukannya hal itu pada Key.

Malu juga jika Key menilainya aneh. Jadi, saat itu Alin hanya bisa duduk diam, mengajak mengobrol seperlunya, lalu menjaga Key sampai tertidur karena reaksi obat.

Suaminya itu tidak banyak tingkah, sudah bisa menggerakkan leher, meski hanya ke kiri dan kanan, belum bisa bangun sendiri, tetapi dengan itu saja Alin sudah sangat bersyukur.

"Liv nyusu dulu, terus bobo." Alin menuju kamar setelah memastikan pintu dan jendela sudah terkunci.

Ia membuka kancing baju, dan mulai menyusui Livano. Ngomong-ngomong soal anak, Alin belum mengatakan pada Key bahwa anak mereka telah lahir di dunia ini.

Tadi juga Alin memperingati Serena dan Mario untuk tutup mulut soal anak, biarkan Key fokus sembuh. Perlahan-lahan akan mereka beritahu dan ceritakan apa yang terjadi selama Key koma.

"Udah tidur, Nak, capek nungguin Bunda pulang?" Alin mengecup kening putranya, lalu menidurkan di atas ranjang, di mana Serena sudah merapikan tempat tidur untuk Livano.

Hari yang membahagiakan, Alin mengusap sudut matanya, lalu berbaring di sebelah sang putra. Tak henti-henti ia berucap syukur pada Yang Maha Kuasa.

"Besok Bunda mau jenguk ayah, Liv sama nenek lagi, ya?"

Detik kemudian Alin sadar, tidak seharusnya ia terus-menerus menitipkan Livano pada Serena, karena pasti wanita itu sangat ingin dekat pada Key yang baru siuman.

Mungkinkah mereka harus membuat jadwal? Namun, Alin takut jika Serena tak setuju, biar bagaimanapun wanita itu ibu dari Key, yang tentu lebih mementingkan Key dibandingkan apapun.

---

Vote dan komen

Jebakan Bucin (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang