Hai... haiiii... I'm back...
Akhir-akhir ini semangat nulis aku lagi membara.. so, tanpa basa basi langsung saja.. check this out
Sebelumnya, hope you enjoy this story and happy reading...
As always, sorry for typo
***
Tubuhku sedikit tersentak saat tanganku merasakan keberadaan sebuah kotak misterius dilaci mejaku. Perlahan aku menariknya keluar. Mencoba memberitahukan hal itu pada Mingyu. Pria itu cukup terkejut melihatnya.
Dengan perasaan gugup melebihi saat pengambilan raport, aku mulai membukanya. Tanganku sedikit bergetar. Sekali lagi aku terkejut kala melihat isinya. Bahkan tanpa sengaja menjatuhkan kotak itu. Lagi-lagi
Voodoo doll.
Beserta fotoku yang penuh coretan.Selain benda tersebut, aku tak menemukan petunjuk apapun didalamnya. Beruntung temanku yang lain tak memperhatikanku. Secepat mungkin aku membereskannya dan bersikap seolah tak terjadi apapun.
Tak lama kemudian pelajaran dimulai seperti biasa. Sebenarnya aku tak bisa fokus sama sekali. Mungkin Mingyu pun menyadari hal itu. Karna setelahnya ia mulai menggenggam tanganku seperti biasanya.
Aku sangat berterimakasih melihatnya yang selalu membuatku tenang disaat aku mulai panik dan gugup. Cukup dengan genggaman kecilnya, mampu membuatku nyaman.
Sejenak aku menatapnya sendu. Iya. Sendu karna aku cukup putus asa menghadapi terror yang tiada habisnya. Bahkan beberapa kali melukai sahabatku.
Aku sendiri tak tahu sebenarnya apa salahku hingga mendapat teror seperti ini. Apa mungkin aku pernah menyakiti perasaan orang lain tanpa sengaja? Atau mungkin aku tanpa sadar pernah membully-nya?
Entahlah. Otakku terasa penuh. Bahkan untuk fokus pada rangkaian rumus fisika dipapan tulis saja terasa sulit. Padahal biasanya rumus-rumus tersebut dengan mudah masuk dikepalaku.
Hingga tak lama berselang suara bel pergantian jam berbunyi. Bu Friska segera mengakhiri pelajarannya dan meninggalkan kelas. Semua aman-aman saja sebelum Bu Friska meninggalkan kelas.
Namun, begitu Bu Friska menghilang, beberapa siswi menatapku penuh selidik. Mereka seolah menghakimiku atas kekacauan tadi pagi. Padahal jelas-jelas akulah korbannya.
Hanya para sahabatku yang menatapku hangat. Seolah menyalurkan kekuatan dan semangat untukku menghadapi ini.
"Guys, pelajaran Bahasa Indonesia di perpus. Kita kesana sekarang." Ucap Alex, sang ketua kelas.
Satu persatu siswa mulai menyiapkan semua keperluan untuk pelajaran bahasa Indonesia. Dari mulai buku cetak hingga laptop. Hal wajib yang selalu dipakai kala kegiatan belajar.
Langkahku terasa lebih berat dari biasanya. Tak lain tak bukan karna semua beban ini. Sampai sekarang orangtuaku belum mengetahui perihal teror ini.
***
Pelajaran usai lebih cepat dari biasanya. Beberapa siswa memilih kekelas untuk mengembalikan buku terlebih dahulu. Tapi ada juga yang langsung kekantin demi mengobati rasa lapar yang mendera. Aku sendiri memilih pilihan pertama.
Saat melewati taman sekolah, tatapanku yang awalnya melihat sekeliling taman, langsung terfokus pada sosok yang berpakaian sama denganku tengah memegang sebuah pot dilantai atas.
Aku tak terlalu menghiraukannya, hingga mataku tertuju pada Jacob yang berjalan dibawahnya. Pria itu berniat menghampiri Kevin dan Eric yang lebih dulu berjalan didepannya. Sadar akan bahaya, secepat mungkin aku berlari menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destin
Teen FictionSemua ini bukan hanya tentang cinta. Melainkan tentang jalan menuju kebahagiaan di hidup ini. Dan dengan segala alur kehidupan yang tak dapat ditebak semudah itu.