38. Akhir Kisah

1K 38 2
                                    


Terima kasih telah menjadi pelangi yang tak akan pernah pergi.

- Pelangi di Malam Hari -

Aula Masjid At Tin yang terletak di Jakarta Timur menjadi vanue pernikahan Zahira dan Kak Dino. Gaya arsitekturnya sangat unik menurutku, dengan bentuk anak panah yang ada di setiap sudut dinding serta ornamen lain yang menghiasinya. Jika dilihat-lihat, kemegahan Masjid ini mungkin bisa mencakup sampai 1100 orang. Pantas saja banyak wisatawan atau bahkan wisata asing berkunjung ke masjid yang berada di TMII.

Gaun pengantin berwarna putih dengan hiasan mahkota di bagian kepala membuat Zahira semakin cantik. Gadis itu tak henti-hentinya tersenyum sejak dirias tadi. Rasa bahagianya seolah menyebar kepadaku. Terkadang, dia menggenggam tanganku untuk menguatkannya dari gerogi. Aku jadi teringat ketika pernikahanku dengan Mas Rafa waktu itu. Kondisinya sama, aku pun gerogi, bahkan keringat dingin seperti yang Zahira rasakan saat ini.

Tante Melia——Ibu Zahira——tak lepas dari putrinya yang berada di sampingku. Mungkin mengingat Zahira adalah anak semata wayang, jadi ia rela tak rela melepas putrinya.

Detik-detik Om Husni——Ayah Zahira——mengucapkan ijab, lalu Kak Dino dengan lantangnya menjawab,

"Saya terima nikah dan kawinnya Zahira Rumiana binti Husni dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

Dengan satu tarikan napas, Kak Dino mampu mengucapkannya dengan benar. Aku sangat lega sekali. Sempat terharu, akhirnya Kakakku yang satu itu menemukan pendamping hidupnya yang selama ini mungkin disebut dalam doa sepertiga malamnya. Zahira maupun Kak Dino sangat beruntung memiliki satu sama lain. Mereka memiliki visi misi yang sama terhadap pernikahan. Yaitu, ibadah. Sebab itulah, pernikahan harus dipersiapkan dengan bekal ilmu dan kematangan dalam berpikir.

Perkara menikah bukan hanya untuk satu atau dua tahun saja, tetapi seumur hidup. Bayangkan, jika di dalam pernikahan itu tidak terdapat iman yang kokoh, akan menjadi apa ke depannya? Apalagi cuma hanya mementingkan hawa nafsu sesaat. Paling bertahan hanya dua tahun saja, setelah itu bercerai karena bosan, tidak cocok, dan seribu alasan lainnya.

Sebelum Zahira menuju ke depan untuk proses tukar cincin dan doa pengantin, Aku dan Chelsea memeluknya sekali lagi. Chelsea sempat menangis, aku dapat melihat matanya memerah. Entahlah dia menangis karena terharu atau sedih ditinggal nikah.

"Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jam'a bainaikuma fii khoir," doaku untuk Zahira sebelum akhirnya dia menghampiri Kak Dino ditemani oleh Tante Melia.

Memandangi Zahira mencium punggung tangan Kak Dino sebagai bentuk bahwa baktinya sudah berpindah, aku tak kuasa menahan tangis. Mengingat selama pernikahanku dengan Mas Rafa kurang baik. Aku yang selalu egois, bersikap kekanak-kanakan, dan tutup mata ketika dia melakukan sedikit kesalahan.

Tetapi Mas Rafa selalu memaafkanku. Begitu lembut hatinya sampai tidak pernah meninggkan suara atas kesalahanku perbuat. Ah, pernah sekali ketika aku meminta berpisah. Hanya itu, dan ia pun langsung meminta maaf.

Mas Rafa memang bukan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam yang sempurna akhlaknya, dan aku bukan pula Aisyah radhiyallahu anha yang keistimewaannya selalu dimuliakan. Tapi aku berusaha menjadi Aisyah yang tetap berada di sisi Rasulullah hingga akhir hayat.

Ketika tengah melamun di keramaian, Mas Rafa mengejutkanku dengan setangkai bunga mawar merah di tangannya. Segera kusekat air mata yang basah di pipi. Aku tersenyum malu sambil mengambil bunga itu, lalu mencium aroma mawar yang harumnya sangat kusuka.

Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang