3 - Positif Thinking

503 40 18
                                    


Sebisa mungkin aku percaya. Walau itu sulit

- Pelangi Di Malam Hari -

Kak Dino mengajakku ke toko roti milik Ibu. Setelah kepulanganku dari mall bersama Dern, raut wajah Kakak laki-lakiku itu terlihat tidak suka. Aku hanya menebak-nebak kenapa dia seperti itu.

"Kak kenapa sih mukanya gak enak gitu?" tanyaku, saat kami duduk di salah satu kursi yang berada di depan Dara's cake. Toko roti milik Ibu yang terletak di pinggir jalan bersama deretan toko-toko lainnya.

"Bosen Kakak ingetin kamu terus."

"Karena aku pacaran sama Dern?" Benar dugaanku. Dia sangat tidak suka dengan kata 'Pacaran'. Sampai saat ini, dia pun belum pernah membawa teman perempuannya untuk main kerumah atau sekedar bersilahturahmi dengan Ibu. Padahal wajahnya tampan, postur tubuhnya tinggi, dan manis pula. Aku saja sebagai adik beruntung punya Kakak seganteng dia. Apalagi, jika kami berjalan berdua, pasti orang-orang menatapku sinis. Mungkin pikiran mereka aku adalah pacarnya.

"Kak, aku lagi berusaha ..."

"Buat hilangin trauma kamu itu?" Kak Dino langsung memotong ucapanku.

"Dengan pacaran?" lanjutnya.

"Terus?" Aku menaikan satu alis. Bingung dengan perkataannya.

"Sebentar lagi umur kamu itu tepat 21 tahun. Apa kamu gak ada niatan nyari yang serius?"

Aku mengerti arah pembicaraan Kak Dino. Pasti ujung-ujungnya tentang pernikahan. Ahh dia saja belum menikah. Lantas mengapa menyuruh adiknya untuk melangkahkan dia?

Ibu sedang melayani pelanggan yang terus bergantian datang. Lebih baik aku menghampiri Ibu saja. Dari pada harus mendengar ceramah dari Kak Dino.

"Kebiasaan! Kakak lagi ngomong juga!" kesal Kak Dino. Biar sajalah. Hari-harinya pun sendiri, jadi tidak perlu dikasihani jika ditinggal sendiri.

Tangan wanita paruh baya itu begitu lincah melayani pelanggan. Roti-roti sudah banyak yang kosong. Aku salut sama Ibu, dia tetap berjuang demi aku dan Kak Dino. Perjuangannya untuk membuka toko roti ini tidak mudah. Berawal dari menjual roti ke warung-warung hingga akhirnya Kak Dino membeli sebuah ruko untuk toko roti Ibu. Dan hasilnya seperti sekarang. Hidup kami kembali berkecukupan. Kak Dino pun sudah bekerja sebagai manajer keuangan disebuah perusahaan ternama di Ibu kota.

"Sudah shalat ashar, Yas?" tanya Ibu berbisik padaku.

Aku menggeleng. "Belum."

Ibu menghembuskan napasnya perlahan. Dia mengusap bahuku. "Shalat dulu sana."

"Iya, Bu." Tidak tega melihat wajah Ibu yang sudah lelah. Aku menuruti perkataan Ibu untuk shalat. Lagi pula, Shalat untuk amal ibadahku juga.

🍁🍁🍁

Setelah selesai menunaikan shalat, aku membantu Ibu yang sedang membereskan toko. Masih ada beberapa roti dimeja. Seperti biasa, Ibu selalu membungkus roti itu, lalu dibagikan kepada anak-anak jalanan.

Kata Ibu, Jika kita mempunyai kecukupan rezeki, maka bagikanlah sedikit dari rezeki itu untuk orang-orang yang membutuhkan. Aku selalu ingat pesan-pesan dari wanita paruh baya yang selalu menggunakan jilbab panjang itu.

"Yasmin ada teman kamu." Kak Dino memanggilku dari luar. Tebakku itu adalah Zahira atau Chelsea. Ohiya, Chelsea ini dari fakultas Hukum. Walau kami jarang bertemu di kampus. Tetapi, kami bertiga selalu menyempatkan waktu. Jalan-jalan atau nonton film bersama setiap minggunya.

Aku beranjak meninggalkan Ibu dan seorang pegawai yang sedang membereskan toko. Menuju arah panggilan suara itu. Dari ambang pintu, kulihat Chelsea yang datang. Pasalnya dia tidak memakai jilbab sama sepertiku. Kalau Zahira, dia memakai jilbab sama seperti Ibu.

"Yas, Yas tau gak?" katanya seperti maling yang habis dikejar-kejar oleh warga. Kenapa sih aku mempunyai teman yang suka sekali berlari, sampai membuat napasnya sendiri terengah-engah.

"Kenapa sih, Chel?"

Chelsea memegang bahuku. Tatapannya serius. Biasanya tidak pernah seserius ini. "Tadi aku liat Dern sama cewek di taman!"

Sebisa mungkin aku berpikir positif walau sulit. Mungkin itu Kakaknya, tapi Dern tidak mempunyai Kakak perempuan. Mungkin sepupunya. Aku percaya sama Dern, dia tidak mungkin melakukan itu padaku.

Aku menepis tangan Chelsea yang berada di bahuku. Mencoba mencari suasana sejuk dari dalam toko yang sudah terpasang pendingin ruangan. Mungkin udara di luar cukup panas. Tetapi, ketika aku berada didalam toko sekalipun, masih saja panas. Panas sekali.

"Yasmin, beneran deh tadi gue liat Dern sama cewek. Cantik, ...." katanya sambil berpikir. "Kayaknya sih sepantaran sama kita kalau dilihat-lihat dari mukanya."

"Tapi tadi Dern bilang, dia mau temuin Mamahnya di kantor."

"Mamah? Seumuran kita? Lagi di taman berdua? Yakin?"

Aku terus berdoa. Semoga apa yang dilihat Chelsea tidak benar. Tidak mungkin Dern melakukan itu kan? Aku merasa bodoh. Apa aku terlalu percaya padanya?

"Hmm ... hmm ...." Ketika moodku lagi buruk seperti ini, Kak Dino tiba-tiba menghampiriku dan Chelsea. Pasti mau diberi pencerahan lagi.

"Ehh Kakak ganteng," kata Chelsea senyum-senyum sendiri melihat Kak Dino. Dia memang seperti itu, melihat yang ganteng sedikit, pasti bawaannya seperti cacing kepanasan. Padahal tadi lagi serius.

"Lagian kan Kakak udah bilang, jangan pacaran!" Sepertinya Kak Dino mendengar percakapanku bersama Chelsea. Oke, kebalkan telinga.

"Tauu tuh, adek ipar gak bisa dibilangin, Kak" kata Chelsea dengan seenaknya memanggilku 'Adik ipar'. Seketika itu juga, aku langsung melebarkan bola mataku padanya. Sejak kapan perempuan berambut sebahu ini menjadi Kakak iparku?

"Hehe maksudnya Yasmin, Kak" Chelsea tersenyum kaku, melihat tanggapan Kak Dino yang cuek dan datar saja. Rasakan.

"Kamu beneran lihat si cowok itu lagi bersama yang lain?" tanya Kak Dino pada Chelsea serius. Aku hanya mendengarkan setiap pembicaraan mereka.

"Beneran. Indra penglihat aku masih normal. Buktinya masih bisa liat Kakak ganteng."

Kak Dino mengusap wajahnya kasar. Mungkin geram dengan kelakuan temanku. Setelah itu, dia pergi menemui Ibu. Berterima kasihlah aku pada Chelsea Karena kelakuannya yang konyol itu, membuat Kak Dino mengurungkan niat untuk menceramahiku.

"Yaudah yuk tunggu apalagi? Cari tau sekarang!" kataku menarik tangan Chelsea. Dia masih saja melihat Kak Dino yang sedang berbicara dengan Ibu. Besok-besok Kak Dino harus pake masker kalau ada temanku yang satu ini.

🍁🍁🍁

Chelsea mangajakku ke suatu tempat. Tempat dimana dia melihat Dern dengan perempuan lain. Aku hanya mengikuti Chelsea yang berjalan terburu-buru. Dia melihat kesana-kemari mencari Dern. Aku pun sama, mengedarkan pandanganku mencari sosok pelaku di sini. Jika memang itu terjadi, rasanya aku ingin laporkan dia dalam program hitz 'Tercyduk' di sebuah stasiun televisi.

"Mana sih, Chel?" Kami sudah mencari beberapa putaran taman. Tapi tak kunjung menemukan pelaku itu.

"Tadi gue liat disana." Jari telunjuk Chelsea mengarah pada kursi taman dekat air mancur.

"Udahlah pulang aja."

"Ck ... mana sih tuh orang!" kesal Chelsea. Sepertinya dia tidak puas dengan pencarian ini.

"Yaudahlah, kalau dia beneran selingkuh nanti ketauan juga," ucapku santai. Aku belum sepenuhnya percaya pada penglihatan Chelsea yang melihat Dern dengan perempuan lain sebelum aku melihatnya secara langsung.

"Okee," kata Chelsea akhirnya pasrah.

- Pelangi Di Malam Hari -

Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang