11 - Fakta Baru

442 34 7
                                    


Aku tidak ingin membuat orang-orang di sekitarku kecewa. Karena aku tahu, pedihnya di kecewakan.

- Pelangi di Malam Hari -

Setiap orang mempunyai caranya tersendiri untuk jatuh cinta. Ada yang diam atas rasa itu atau mengungkapkan semuanya. Masing-masing memiliki risikonya tersendiri.

Kita tidak bisa memilih, dengan siapa hati kita akan berlabuh. Jika kita bisa, maka aku tidak akan membuat hati ini jatuh ke orang yang salah. Menyerahkan semua kepercayaanku, tetapi dia justru menghancurkannya. Sangat disayangkan.

Sejak aku mengakhiri hubungan dengan Dern, dia tidak lagi bicara denganku. Rasanya aneh, dulu kami masuk kelas bersama, makan, dan berkeliling menikmati malamnya Ibu Kota. Tetapi sekarang? Saling sapa pun tidak ada. Selucu itu kah suatu hubungan yang sudah berakhir?

"Gue mau tanya," ucapku memikirkan kalimat yang tepat, "Misalnya, lo kan lagi patah hati nih, terus tiba-tiba ada orang dateng ke hidup lo, apa yang lo lakuin?" tanyaku. Aku dan Zahira sedang berada di kantin. Seperti biasa, Chelsea sedang ada kelas, jadi dia tidak bisa bersama kami.

Tampaknya Zahira sedang berpikir sambil memakan makanan yang di pesan tadi.

"Menurut gue, ya gue terima aja itu orang baru. Siapa tau dari dia kita bisa lupain orang yang udah buat kita patah hati," jawabnya.

Aku mencerna perkataan Zahira. Apa aku harus menerima Pak Rafa? Arghtt ... rasanya masih sulit.

Zahira melambungkan sendok ke arahku. "Gue tau nih, ada yang lagi deketin lo, kan? Siapa orang baru itu? Kenalin dong?"

"Enggak, gue cuma tanya aja," alibiku.

Tak lama kemudian, dering ponselku berbunyi. Tertera nama 'Kak Dinosaurus' di layar depan. Aku segera menyentuh tombol hijau ke atas.

"Iya, Kak. Kenapa?" tanyaku begitu tersambung.

"Rafa mau bertemu kamu hari ini. Nanti biar Kakak jemput di kampus."

Setelah itu sambungan terputus. Aku menghembuskan napas kasar. Sejak keputusan berta'aruf dengan Pak Rafa, aku jadi lebih sering ke kantornya. Berhubung dia dengan Kak Dino satu instansi, jadi Kak Dino lah yang antar jemputku.

Aku berdiri dari kursi. Menyampirkan tas di bahu kiriku. "Gue balik duluan, ya?"

"Mau kemana?" tanya Zahira.

"Itu ... ada urusan sama Kak Dino," alibiku.

Zahira melambaikan tangannya padaku. "Oke, Hati-hati."

🍁🍁🍁

Aku seperti anak hilang di depan kampus. Tengok kanan-kiri Kak Dino belum juga datang. Lima menit kemudian, barulah mobil sedan berwarna putih itu muncul. Aku segera masuk ke dalamnya.

"Ada apa, Kak?" tanyaku to the point.

"Rafa mau bertemu sama Ayah."

Hal yang tidak aku inginkan terjadi. Bertemu dengan Ayah lagi. Apalagi, bersama Pak Rafa. Yang notabennya orang asing bagiku.

"Biar bagaimanapun, dia yang akan menjadi wali nikah kamu," ucap Kak Dino.

Aku tahu itu.

Setelah itu tidak ada percakapan lagi selama di perjalanan. Aku hanya menghadap ke jendela. Sekitar dua puluh menit sampai di sebuah cafe. Kupikir, akan bertemu di kantor.

Aku mengikuti Kak Dino yang berjalan lebih dulu. Memasuki sebuah cafe khas Ibu Kota, bernuansa elegan. Setelah mencari, akhirnya kami menemukan Pak Rafa yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.

"Assalamualaikum," ucapku bersamaan dengan Kak Dino.

"Wa'alikumussalam," jawab Pak Rafa. Dia memasukan ponsel ke dalam saku celananya. Lalu, mempersilahkan kami untuk duduk.

"Mana Ayah kamu?" tanya Pak Rafa padaku. Yang kubalas hanyalah gelengan kepala saja.

"On the way," kata Kak Dino mewakilkan jawabanku.

Mungkin, Pak Rafa sudah mengetahui sedikit tentang aku dan Ayah dari Kak Dino. Syukurlah, aku tidak perlu menjelaskan panjang kali lebar untuk hal yang menyakitkan jika di putar kembali.

Sudah hampir setengah jam kami menunggu. Aku sudah mulai bosan. Pikiranku di penuhi hal negatif. Apakah dia lupa? Atau tidak peduli? Entahlah ....

"Assalamualaikum." Tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya itu datang. Dengan sebagian rambutnya yang sudah di tumbuhi oleh uban, tubuhnya mulai membungkuk, dan suaranya sedikit serak.

"Wa'alaikumussalam." Kak Dino dan Pak Rafa berdiri menyalami tangan Ayah. Sementara aku, masih tetap pada posisi. Dan menyalami tangan Ayah ketika dia sudah duduk.

"Loh Pak Rian?" tanya Pak Rafa pada Ayah.

"Apa kabar, Rafa?" Mereka berpelukan, seperti sudah dekat sekali. Aku bingung dengan semua ini. Sesekali kulirik Kak Dino, dia pun sama tidak tahu.

Kak Dino mengernyit. "Kalian saling kenal?"

"Pak Rian ini yang memegang perusahaan cabang Bandung loh, Din," kata Pak Rafa.

Demi apa, aku terkejut. Ada dua fakta yang kutemukan. Pertama, Pak Rafa sudah kenal dekat dengan Ayah. Kedua, berarti selama ini Kak Dino bekerja satu perusahaan dengan Ayah. Ini sulit untuk di pahami. Dunia itu luas. Mengapa Ayah selalu terlibat di dalamnya.

Ayah terlihat sangat bahagia. Lengkungan sudut bibir itu selalu terangkat. "Jadi kamu Rafa yang ingin menikahi putri kecil Ayah?"

Pak Rafa mengangguk.

"Kok gue gak tau, ya?" kata Kak Dino. Aku pun merasakan hal yang sama. Sama-sama membingungkan.

"Pak Rian jarang di kantor pusat, jadi kalau kami bertemu ya pada saat meeting di Bandung," jelas Pak Rafa. Ayah pun mengangguk menyetujuinya.

Ayah mengangkat tangannya ke arah waiters. Kemudian, kami memesan minuman yang ada di daftar menu cafe.

"Yasmin masih suka cokelat panas?" tanya Ayah. Dia masih ingat kesukaanku. Aku mengangguk lirih.

"Cokelat panas 2, jus orange 1, dan air mineral 1." Ayah memberikan daftar menunya pada waiters, lalu laki-laki berpakaian hitam putih itu pergi dari meja kami.

Dalam hatiku bertanya, cokelat panas 2? Untuk siapa? Kak Dino dan Ayah tidak suka cokelat. Apa mungkin Pak Rafa? Tapi kok bisa sama?

Ayah menatapku lalu berganti ke arah Pak Rafa. "Ayah sangat restuin kalian berdua. Ini hadiah terindah di ulang tahun Ayah yang sudah memasuki kepala lima."

Kan, kalau seperti ini bagaimana aku bisa menolak Pak Rafa? Sedangkan Ayah, Ibu, Kak Dino sangat mengharapkan pernikahan itu. Tapi, aku belum jatuh hati padanya. Ya Allah ....

Kata Ibu, cinta itu datang seiring berjalannya waktu. Dengan kebersamaan, maka akan terciptanya rasa itu. Oke, aku akan mencobanya. Semoga tidak mengecewakan.

"Kapan tanggal pernikahannya?" tanya Ayah.

"Kami ta'a ..."

"Minggu depan, Yah." Aku langsung memotong ucapan Pak Rafa. Mereka menatapku aneh, terutama Pak Rafa. Meskipun tatapannya seperti itu , tapi dia senyum-senyum tidak jelas. Aku baru ingat, minggu depan adalah ulang tahun Ayah. Seperti yang Ayah harapkan, pernikahanku akan menjadi hadiah terindahnya. Ya, walaupun masih kecewa sama Ayah, tapi ada rasa bersalah padanya. Di umur beliau yang sudah tidak muda lagi, aku ingin memberikan yang terbaik untuknya.

"Serius kamu?" bisik Pak Rafa padaku.

"Why not?" ucapku mengikuti gaya Pak Rafa waktu itu.

- Pelangi di Malam Hari -

Selamat menunaikan ibadah puasa

🍁🍁
Tetap jadikan Al-Qur'an sebagai prioritas ya

Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang