36 - Sesuatu Yang Tak Terduga

470 28 2
                                    

Siapa sangka, Allah menyatukan mereka dengan ikatan halal. Tanpa pacaran, tanpa gombalan, langsung pelaminan.

- Pelangi di Malam Hari -

Kurang lebih dua minggu setelah masa pemulihan, aku sudah diperbolehkan untuk istirahat di rumah. Sebenarnya dari beberapa hari yang lalu pun, kondisiku sudah membaik. Mas Rafa saja yang over protektif. Harus memakan sayur, buah-buahan, istitahat yang cukup, dan segela bentuk perhatian yang terlalu berlebihan. Sampai-sampai aku dibatasi bermain ponsel. Katanya, tidak baik untuk masa pemulihan.

Ayah baru saja sampai bersama keluarganya. Sewaktuku di rumah sakit, hanya Ayah yang sering menjenguk. Sedangkan Tante Amira baru kelihatan saat ini. Entah sibuk apa, aku tidak mengerti. Tetapi Ayah bilang, Ibu tiriku sedang repot mengurus sekolah Sahila dan Faiha yang ingin memasuki ajaran baru.

Rumahku menjadi sangat ramai dengan ocehan Sahila yang melampaui batas. Bocah itu terus-terusan berbicara, mungkin menurut orang dewasa sama sekali tidak penting. Tetapi kita tidak boleh mengabaikannya. Biar bagaimanapun, ucapan dan tindakan kita di masa kecilnya akan teringat sampai ia besar nanti.

"Kakak mau ini nggak?" Sahila menunjukan lolipopnya ke arahku. Aku menggeleng. Namun, dia terus menyodorkan secara paksa. Padahal sudah kubilang kalau tidak boleh memakan gula manis itu. Alhasil, Sahila menangis sebab aku tidak menerima lolipopnya.

"Sahila jangan ya, sini Om aja mau deh." Mas Rafa menggendong bocah mungil berkucir dua itu dengan lolipop di tangannya.

Aku memperhatikan tingkahnya sangat lucu saat menggendong Sahila. Sepertinya dia kesulitan karena bocah genap enam tahun itu tak kunjung berhenti menangis. Akhirnya Tante Amira mengambil alih Sahila dari tangan Mas Rafa. Dan benar saja, dia diam saat digendong oleh Ibunya.

"Dia takut sama Mas Rafa," ucapku membuat kami semua tertawa.

Bi Lina datang dari arah dapur dengan membawa nampan berisi dua gelas sirup serta cemilan ringan. Setelah itu kembali ke dapur untuk memasak makan siang. Bi Lina ini memang kerja di rumah Mami, tetapi karena kondisiku pascaoperasi, jadi Mas Rafa memindahkan Bi Lina ke rumahnya. Dan Mami mencari pengganti yang baru. Aku jadi tidak enak hati dengan Mami dan Papi.

"Apa kamu sudah mengklarifikasi masalah sekretarisnya Pak Handoko?" Pertanyaan Ayah mampu membuat semua orang terdiam. Keadaanya kembali serius. Memoriku pun berputar pada kejadian beberapa waktu lalu. Padahal sudah dikubur dalam-dalam.

"Sudah, Yah. Dan Carissa mengakui kesalahannya." Benar apa yang dikatakan Mas Rafa. Pada saat aku di rumah sakit, Carissa menghubungiku lewat Mas Rafa dengan video call. Dia mengakui bahwa otak di balik semua ini adalah sepupu Mas Rafa sendiri, Kinta. Carissa sangat membutuhkan uang, makanya ia menerima tawaran itu. Aku bisa merasakan jika berada di posisinya, pasti serba salah. Menurutku Carissa adalah perempuan yang baik. Bahkan dia sampai menangis karena hampir menghancurkan rumah tangga orang.

"Alhamdulillah. Pak Handoko juga minta maaf sama Ayah karena kesalahan sekretarisnya," terangnya.

Jika Pak Handoko meminta maaf kepada Ayah, maka aku meminta maaf kepada Mas Rafa. Karena seberapa keras dia menjelaskan yang sebenarnya padaku, aku tidak mendengarkannya sedikit pun. Ini menjadi pelajaran untukku ke depannya. Jangan sampai menutup hati hanya karena satu kesalahan yang seseorang perbuat. Belum tentu dia benar-benar melakukannya, jika itu hanya fitnah seperti Mas Rafa dengan Carissa bagaimana? Bukankah akan menyesal sendiri nantinya?

"Biar Mami yang urus masalah Kinta. Sekali-kali harus dikasih pelajaran!" tampaknya Mami sangat marah dengan Kinta.

"Benar, Papi juga setuju," timpal Papi dengan suara beratnya. Suara itu hampir mirip dengan Mas Rafa. Kurasa faktor genetiknya sangat kental di keluarga mereka.

Pelangi di Malam HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang