Sang fajar datang dengan indah, diiringi dengan suara jangkrik yang masih terdengar. Arsya terbangun oleh suara alarm yang memang ia atur setiap pagi untuk membangunkannya. Arsya beranjak dari tidurnya, ia mulai melangkah menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menuju ke sekolah.
Setelah rapi dengan mengenakan seragam sekolah, Arsya mulai menyiapkan sarapan untuk ia dan mamanya, dan mulai melakukan aktivitas seperti biasa, yaitu menyuapi mamanya.
Setelah selesai, Arsya berpamitan dengan mamanya. Diluar cuaca terlihat mendung, terlihat dari matahari yang tampak tersembunyi oleh kehadiran awan mendung.
"Mungkin akan turun hujan, aku harus cepat-cepat pergi ke sekolah," Arsya bergegas menuju halte untuk menunggu bus. Halte itu sepi, tak seperti biasanya. Dan benar saja, gerimis mulai turun membasahi bumi. Bau khas yang dihasilkan oleh hujan kini memanjakan penciuman Arsya. Ia suka hujan, tapi jika ia basah saat ini, ia pasti akan dimarahi oleh pihak sekolah. Jadi ia hanya menjulurkan tangannya untuk menikmati hujan ini.
Arsya masih asik dengan kegiatannya, ia tak mempedulikan beberapa orang yang ikut menunggu bus, atau sekedar berteduh di sekitarnya. Arsya pun tak sadar bahwa sedari tadi, ada seseorang yang tengah memandanginya.
"Asik banget yah main hujannya," Ucap seseorang memecah fokus Arsya terhadap kegiatannya.
"Kamu ngomong sama aku?" Arsya bertanya kepada orang itu. Ia tak mengenal orang ini, seragamnya pun berbeda. Bukan dari sekolahnya Arsya.
"Iya, cuma kamu yang main hujan disini," Orang itu memberi Arsya seulas senyuman manis yang memberikan kehangatan. Arsya terpana dengan senyumannya.
"Ah iya, aku suka hujan." Tak lama bus pun datang, dan Arsya melangkahkan kaki menuju bus itu. Ia bahkan tak sempat berpamitan kepada orang itu karena terburu-buru, takut terlambat.
Arsya berjalan dengan santai di koridor menuju kelasnya. Ia yakin Keyzi pasti sudah duduk manis di kursinya saat ini. Arsya heran kenapa udah jam segini tapi koridor masih ramai. Padahal ini sudah jam 7.40 pagi.
"Sya! Lo lama banget sih, ngapain aja sampai telat?" Keyzi mulai mengomel saat ia masuk ke kelas. Terlihat sekali jika Keyzi sedang menanti kedatangannya.
"Key, kok koridor masih ramai aja yah? Padahal kan udah jam masuk," Arsya bertanya dengan heran kepada Keyzi.
"Idih, kamu lupa? Hari ini kan ada pertandingan basket antara SMA kita sama SMA Nugraha," Keyzi menggeleng pelan dengan sifat pelupa Arsya akan hal seperti ini.
"Oh iya! Aku lupa, sorry, hehe"
"Pokoknya kita harus nonton, harus banget!" Keyzi terlihat sangat antusias terhadap pertandingan ini, apalagi kalau bukan karena pria tampan dari SMA Nugraha.
"Iya, iya. Semoga aja nanti kamu dapat satu cowok yang bisa jadi masa depan kamu, hihi" Arsya terkikik melihat Keyzi. Merekapun mulai melangkah menuju ke lapangan basket untuk menonton pertandingan. Ditengah perjalanan, ada orang dengan seragam olahraga berbeda yang menabrak Arsya. Arsya jatuh terduduk, ia meringis kesakitan.
"Eh maaf, aku gak sengaja. Aku udah telat soalnya," Cowok itu mengulurkan tangan untuk membantu Arsya berdiri.
"Kamu? Yang di halte tadi kan?" Arsya ingat dengan cowok ini. Dia yang mengajak Arsya bicara saat di halte tadi.
"Iya, aku minta maaf ya. Aku buru- buru, nanti kita ngobrol lagi," Cowok itupun kembali berlari menuju lapangan basket.
"Gilaa! Lo kenal sama dia Sya?" Keyzi berteriak histeris kepada Arsya.
"Iya, dia tadi ketemu aku di halte pas nunggu bus,"
"Lo tau gak dia siapa?"
"Enggak, dia dari SMA Nugraha yah? Seragamnya beda, terus kan hari ini ada pertandingan dengan SMA Nugraha," Arsya mencoba menebak.
" Ish kamutuh, Sya. Dia itu kak Arga, cowok yang aku bilang waktu itu. Tapi kok dia nunggu bus di halte sih? Setahu aku kak Arga tuh anak orang kaya, yakali naik bus,"
"Ya terserah dia lah Key, kok kamu yang mikirin sih," Arsya mendengus melihat Keyzi.
"Akutu heran aja sih, kayaknya ada sesuatu deh," Pikir Keyzi.
"Udah ah, jangan aneh-aneh deh,"
Mereka memilih tempat duduk lumayan pinggir di bangku penonton. Arsya yang memilihnya, karena ia tak suka jadi penonton fanatik yang berteriak-teriak tidak jelas.
Para pemain mulai keluar untuk memulai pertandingan. Ternyata cowok itu, Arga maksudnya. Dia adalah kapten tim dari SMA Nugraha. Pasti skill bermainnya sangat bagus. Memang Arsya akui, Arga memang sangat tampan. Pembawaannya juga keren, serta manis. Tutur katanya juga lembut, tidak mencerminkan badboy sama sekali.
Pertandingan dimulai dengan riuh dari penonton. Teriakan histeris para cewek terdengar kentara saat Arga berhasil memasukkan bola ke ring. Ia sangat keren, Arsya akui itu. Keringat yang mengucur diwajahnya membuat Arga terlihat makin tampan. Astaga! Arsya, apa yang kamu pikirkan!
Pertandingan pun selesai dan dimenangkan oleh team dari SMA Nugraha. Arsya dan Keyzi melangkah menunju kantin untuk mengisi perut yang mulai keroncongan. Tak terasa pertandingan itu selesai pada jam 12 siang.
***
Arsya sedang berjalan di koridor yang sepi setelah 20 menit yang lalu bel berbunyi. Niatnya ingin langsung pulang karena Keyzi sudah pulang duluan karena ada urusan. Akan tetapi, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Ia terpikir untuk bermain hujan sebentar. Arsya melepas tasnya, dan berlari menuju lapangan basket yang dipakai untuk pertandingan tadi. Ia bermain hujan dengan bahagia. Arsya menari di tengah derasnya hujan. Hanya hujan yang bisa mengerti dirinya, menyamarkan seluruh lukanya. Ia bisa menangis dan tertawa sepuasnya ditengah hujan. Tak peduli jika ia sudah basah kuyup sekarang.
Tiba-tiba ada orang lain yang datang, terlihat samar-samar. Arsya tak bisa melihatnya ditengah hujan deras seperti ini.
"Udah main hujannya, nanti kamu sakit," Ternyata, itu Arga. Dia menyodorkan payung kepada Arsya. Tapi Arsya menolak.
"Gak, aku masih mau main hujan,"
"Jangan Arsya, nanti kamu sakit," Ucap Arga dengan raut khawatir.
"Hah? Kamu tau darimana nama aku?" Arsya mengernyit bingung. Seingatnya, mereka belum berkenalan sama sekali.
"Ah, itu..."
TBC
Jgn lupa vote dan comment yah😉

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Senja
Fiksi RemajaIni tentang gadis bernama Arsya. Anak tunggal yang ditinggal ayahnya ke Surga. Yang tersisa hanyalah mamanya yang tak bisa merespond semua ceritanya. Ia berjuang sendiri menghadapi kesepian yang dialaminya. Sampai takdir berkata bahwa, akan ada ses...