3. Memilih dan Dipilih

32.4K 3.1K 124
                                    

Lantunan ayat suci Al-quran memenuhi ruang tamu yang diisi dengan pengajian para ibu-ibu dan anak yatim. Meminta keselamatan untuk sang ibu dan calon bayi yang akan segera lahir ke dunia. Waktu pembacaan ayat suci Al-quran ada satu tamu laki-laki yang datang telat. Aku mengernyitkan alisku pada pria yang berkemeja putih dan memakai peci hitam dan langsung duduk di dekat suami Andah. Zafran di undang juga?

Setelah selesai mengaji, lalu sambutan datang dari suami Andah yang berterima kasih karena kehadiran para tamu undangan. Waktu pembacaan do'a suami Andah meminta Arkan untuk memimpin do'a.

Arkan membacakan do'a dengan khidmat dan menundukan kepalanya. Bagaimana aku tidak semakin kagum padanya? Pintar, tampan, sholeh dan mapan. Bukankah itu sudah cukup untuk menjadi suami idaman?

Katakanlah aku berdoa sambil melirik Arkan.

Selesai acara kamipun makan bersama dan yang membuatku takjub adalah Arkan di dekati para ibu-ibu dan bertanya apa dia sudah punya istri? Aku tertawa mendengarnya sontak saja Arkan melotot kesal padaku. Setelah menjawab pertanyaan ibu-ibu dengan sungkan. Arkan menghampiriku.

"Kau menertawaiku?" Ucapnya padaku.

"Iya memang kenapa?" Kataku mengejeknya.

Arkan mengepalkan tangannya padaku dan aku malah menantangnya untuk melakukannya. Dia akhirnya kesal sendiri dan gemas sendiri karena aku tahu dia tidak berani untuk menyentuhku.

"Makanya cepat nikah biar gak di tanya ibu-ibu pengajian." Kataku tersenyum padanya. Padahal jauh di dalam hatiku aku menahan rasa sakitku ini.

"Medinanya belum siap." Kata Arkan yang duduk di kursi dan mulai meminum jusnya.

Aku meremas gelas yang aku pegang. Kenapa rasanya sakit sekali mendengar ucapan Arkan. Kenapa aku juga harus bertanya tentang itu. Allah, semoga rasa sakit ini membuatku semakin menguatkanku bahwa semuanya akan indah karena engkau yang merencanakan-Nya.

Tenangkan hatimu Tasya. Ayo senyum. Aku berbalik menatap Arkan yang mana dia juga sedang menatap pada mataku. "Memangnya apa yang dia belum siap?" Tanyaku untuk bersikap biasa dan duduk disampingnya.

Arkan memiringkan tubuhnya demi menatapku. "Sebelum aku menjawab pertanyaanmu. Kenapa tidak kau saja yang menikah duluan? Kenapa menyuruhku?"

"Masalahnya kamu sudah ada pasangannya nah aku gak ada." Kataku meminum kembali jusku. Mencoba menghindar dari tatapannya. Waktu aku minum mataku mengikuti seseorang yang melewatiku dan Arkan dia juga sedang mengambil minuman. Dan anehnya pria itu malah duduk berseberangan denganku dan Arkan.

Aku dan Arkan saling melirik. Zafran memerhatikan kami berdua. Arkan sedikit bingung dengan Zafran sepertinya dia belum mengenali wajah Zafran. Aku berbisik padanya. "Dia teman suami Andah yang juga baru bekerja di rumah sakit papa." Kataku menjelaskan.

Aku pikir Arkan akan menyapa Zafran. Tapi Arkan malah menatapku datar. Pertanyaannya sontak saja membuatku kelagapan.

"Apa dia pria yang dijodohkan oleh Qilla, Diandra dan Andah?" Tanya Arkan menatapku lekat lalu menatap pada Zafran. Aku melihat satu-satu pada keduanya. Kenapa keduanya tidak ada yang mau bersikap ramah. Tersenyumpun tidak ada yang mau.

Untung saja aku tidak perlu menjawab pertanyaan Arkan. Karena ada Kiara yang datang menghampiriku dan bermanja padaku. "Aunty." Sapa Kiara riang.

"Hai sayang." Kataku mengelus rambutnya dan membawanya dalam pangkuanku.

"Ya ampun Kiara kamu udah gede yaa. Auny dulu kuat gendong kamu sekarang ngangkat kamu ajah berat." Kataku kewalahan. Kiara malah tertawa.

"Kok Aunty duduk sama Om Arkan sih?"

Tulang Rusuk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang