Arkana Aldrich Akbar
Seminggu tiga kali aku sempatkan untuk mengecek perkembangan renovasi masjid di rumah sakit milik keluarga Tasya. Aku tidak mau mengecewakan papa Tasya. Aku sudah kenal dengan keluarga Tasya sejak SMA. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk beliau. Karena beliau ayah dari Tasya. Gadis yang pernah aku cinta. Tapi aku sekarang harus benar-benar melupakan Tasya karena aku mendengar kabar dari staff rumah sakit jika Tasya sudah atau akan dijodohkan dengan Zafran. Pantas saja Zafran terang-terangan menunjukan kalau dia menyukai Tasya karena Zafran sudah mendapat lampu hijau dari Om Fandi.
Apakah itu penyebab Tasya menangis ketika aku ke ruangannya dan ada Tristan yang sedang menghiburnya? Apa Tasya tidak mau menerima perjodohannya itu? Apa Tasya mencintai pria lain? Atau apa mungkin dia masih menyukai Daniel?
Ketika aku tiba di ruangan Om Fandi di sana juga ada tante Dewi. Mereka sangat ramah padaku. Terlebih tante Dewi sudah menganggapku layaknya anaknya sendiri. Mereka keluarga yang hangat bagiku.
Sesekali tante Dewi ikut memberikan saran dan masukan untuk masjid yang akan berdiri di tengah rumah sakitnya.
Tante Dewi juga ikut meninjau ke lokasi bersama kami. Sebenarnya aku ingin Tasya juga melihat bersama hasil dari rancanganku tapi mungkin dia sibuk jadi belum ada waktu untuk melihat proses pembangunannya.
Malah Om Fandi mengajak Zafran untuk melihat ke lokasi meskipun hanya satu kali. Sejak saat itu aku merasa bahwa Om Fandi ingin menjodohkan Zafran dengan Tasya.
Hari ini, aku sendiri yang meninjau perkembangan proses pembuatan Masjid tanpa ada Om Fandi dan tante Dewi. Mesjid yang kurenovasi tersebut berdekatan dengan taman rumah sakit. Di taman tersebut ada pohon rambutan dan di sampingnya ada bangku berwarna coklat yang sedang di duduki oleh seorang wanita dengan pandangan kosong ke depan. Wanita yang mengenakan jas putih kedokterannya nampak terlihat sendu seperti ada masalah yang dia pendam sendiri.
Aku melihat pada air botol mineral yang aku pegang dan belum aku buka. Aku menghampiri wanita tersebut dan membuka terlebih dahulu tutup botolnya dan menyodorkannya tepat di depan wajahnya. Dia terlonjak kaget dan menoleh padaku.
"Arkan?" Panggilnya padaku. Aku mengangguk dan tersenyum. Wajahnya terlihat sebab dan matanya sedikit memerah. Apa dia baru selesai menangis lagi?
"Ini minum. Baru kubuka." Perintahku dan dia menerima air botolku tanpa berkata dan meminumnya perlahan. Aku duduk di sampingnya dengan sedikit menjaga jarak.
"Ada masalah?" Tanyaku khawatir.
"Tidak ada." Jawabnya cepat. Aku menarik sudut bibirku. Mencoba memahami posisi Tasya. Mungkin dia ingin memendamnya sendiri. Mungkin memang dia belum bisa menerima perjodohannya dengan Zafran.
"Selamat atas perjodohanmu." Kataku tulus padanya.
Aku sekarang dengan ikhlas melepas rasa cintaku pada Tasya dan memantapkan hati pada Medina. Karena gadis yang ada dalam mimpiku yang menangis berdoa dengan menyebut namaku di gantikan dengan jelas wajah Medina yang tersenyum bahagia padaku. Dalam mimpi itu Medina memberikanku baju pengantin pria dan baju pengantin seorang wanita yang ia pegang sendiri.
InsyaAllah Medina adalah Tulang Rusukku.
Tasya reflek menatapku dengan nanar. Wajahnya terlihat sedih, tatapannya padaku menyiratkan bahwa dia ingin mengatakan sesuatu padaku.
"Tasya, maaf jika perkataanku membuatmu tidak suka. Jika kamu ingin memenangkan diri aku akan pergi jika kamu sudah tenang kamu bisa curhat kepada Aqilla atau kepada Diandra dan Andah. Mereka sahabat yang akan selalu ada untukmu." Kataku memberinya solusi. Tidak baik memendam sesuatu yang akhirnya bisa berdampak buruk bagi dirinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Rusuk
General FictionVersi lengkap nya (Novel) di Karyakarsa dan KBM Tasya Tungga Dewi Putri seorang dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan atau Spesialis Obstetri dan Ginekologi ( Obgyn ) yang cantik dan murah senyum. Seorang wanita yang berumur 28 tahun. Umur yang m...