Arkana Aldrich Akbar
Aku menghela napasku untuk ketiga kalinya. Aku baru datang dari mengantar Medina pulang. Begitupun aku yang juga sudah sampai di rumah dan masih berada dalam mobilku.
Kejadian tadi ketika di restoran membuatku tersadar bahwa aku masih menyukai Tasya. Rasa itu masih ada untuk Tasya.
Aku tidak suka dengan sikap Zafran yang terang-terangan menunjukan kalau dia menyukai Tasya. Sedangkan aku tidak bisa seperti itu.
Tapi hadirnya Medina membuatku goyah. Selama Medina hadir dia mampu menghilangkan Tasya dari ingatanku. Hanya Medina yang bisa.
Sejak aku kuliah S1 tidak ada yang bisa menggantikan Tasya di hatiku. Meskipun teman kampusku dulu cantik, pintar dan sholehah. Belum bisa menggantikan sosok Tasya di hatiku kala itu.
Medina hampir sama dengan Tasya dia gadis yang periang, senang berbaur, pintar di bidangnya masing masing. Hanya bedanya Medina sedikit dewasa dari pada Tasya. Apakah aku menyukai Medina karena Medina hampir sama sifatnya dengan Tasya? Apa jika Medina tidak hampir sama sifatnya dengan Tasya apa aku akan tetap menyukianya? Apa aku mencari pengganti Tasya dengan mencari yang mirip dengan Tasya? Tidakkah aku jahat jika aku melakukan hal yang seperti itu.
Lamunanku buyar karena ada bundaku yang mengetuk kaca mobilku. Aku sempat kaget dibuatnya. Ini sudah malam dan bunda belum tidur. Aku segera turun dari mobil dan mencium tangan bunda. Tangan dari pemilik surgaku.
"Bunda kok belum tidur?" Tanyaku sambil menuntun bunda untuk masuk ke dalam rumah.
"Bunda nunggu kamu, terus bunda nunggu kamu turun dari mobil eh malah gak turun-turun bunda khawatir jadi bunda samperin." Ucapnya yang tetap perhatian padaku meskipun aku sudah dewasa.
Aku tersenyum senang dan mencium kening bundaku. "Bunda, Arkan sudah dewasa, sudah besar tidak perlu di tunggu pulang."
"Mau kamu udah dewasa udah menikah dan punya anak kamu tetep anak bunda." Ucapnya sambil menangkupkan kedua pipiku. Aku tersenyum hangat mendengar ucapan bundaku. Bunda yang teramat aku sayangi.
"Jadi gimana makan malamnya sama temen temenmu?" Tanyanya ketika aku sudah selesai mengunci pintu rumah.
"Lancar bun." Kataku singkat tidak mau bunda bertanya panjang lagi.
"Arkan ke kamar dulu ya bun. Terima kasih sudah menunggu Arkan pualng. Lain kali kalau Arkan belum pulang jangan di tungguin. Mengerti bunda." Tegasku dengan nada halus. Bunda haya tersenyum mendengar ocehanku.
Aku menaiki tangga dengan pelan dan setiap aku menaiki tangga mataku selalu menangkap foto keluarga besarku. Foto yang dicetak dengan ukuran besar. Ada keluarga abang Ardiaz beserta istri dan ketiga anaknya lalu ada juga foto Aqilla beserta Gavyn dan dua anaknya yang sekarang sudah hamil lagi anak ketiga. Hanya aku di foto tersebut yang belum berkeluarga.
Di keluargaku bisa dibilang menikah muda semuanya. Ayah, bunda beserta kedua saudaraku semuanya menikah dikala usia mereka tidak lebih dari 25 tahun. Sedangkan diriku yang sudah 28 tahun masih sendiri. Masih belum menemukan Tulang Rusukku.
Setibanya di kamar aku mengganti pakaianku dengan piyama tidurku. Aku harus segera tidur dan mengesampingkan hati dan pikiranku yang selalu tidak sinkron. Hatiku yang masih untuk Tasya tapi yang ada dalam pikiranku adalah Medina. Aku bingung. Aku belum bisa menentukan pilihan. Katakanlah aku tidak gentle. Aku pengecut tidak bisa memilih satu yang pasti.
Aku sudah pernah menyatakan perasaan ku pada Medina dulu sewaktu kami masih di Jerman dan hendak mau wisuda. Tapi Medina mengatakan kalau dia beum siap. Lalu aku katakan bahwa aku akan menunggunya sampai dia siap dan bisa menerima lamaranku.
Tapi hatiku mulai goyah kembali. Goyah karena kedatangan Zafran pada kehiduapan Tasya. Sejak aku tahu dia mulai berhijab aku semakin kagum dengannya dia berubah dengan sangat cepat. Waktu itu aku berpikir bahwa beruntungnya laki-laki yang akan menjadi suami Tasya. Laki-laki yang akan membahagiakan Tasya.
Jujur Tasya adalah cinta pertamaku. Cinta pertamaku sewaktu SMA. Aku menyukai dia sejak masa MOSBA. Tapi ternyata dia sudah mempunyai kekasih yaitu Daniel. Daniel yang ternyata menjadi teman kelasku.
Dan akhirnya aku bisa kenal dengan Tasya sewaktu kami duduk di kelas sebelas. Aku bisa kenal dengan Tasya karena dia berteman dengan adik kembarku Aqilla dan bersahabat sampai sekarang.
Katanya cinta pertama tidak pernah berjalan mulus dan ternyata aku membenarkan hal itu. Hal yang paling indah dari cinta pertama adalah sampai kapanpun cinta pertama akan memberikan kesan mendalam bagi setiap manusia yang pernah merasakannya.
Aku memendam perasaanku dengan baik sampai rahasia yang aku simpan selama hampir tiga tahun terbongkar karena adikku sendiri. Persahabatan mereka mulai merenggang karena salah satu sahabat mereka dulu juga menyukaiku. Aku merasa bersalah pada mereka karena secara tidak langsung akulah penyebab renggangnya persabatan mereka. Jadi aku mulai belajar untuk melupakan Tasya meskipun sangat sulit bagiku.
Sejak saat itu aku mulai fokus belajar agar aku bisa kuliah di tempat yang aku inginkan dan bisa meraih cita-citaku. Waktu muda aku gunakan dengan semaksimalkan mungkin yaitu belajar dan tidak mengenal kata pacaran. Aku memang tidak mau pacaran. Jika sudah siap aku akan melamar perempuan tersebut.
Tidak ada wanita lain yang kucintai lagi selain Tasya. Dulu aku berpikir mungkin aku memang tidak ditakdirkan dengan Tasya tidak seperti kisah cinta ayah dan bunda dan kisah cinta adik kembarku yang bisa menikah dengan cinta pertamanya dan bisa menjadi cinta terakhirnya.
Mekipun kami kembar jalan cerita hidup kami sangat berbeda.
Aku kuliah di kota yang berbeda dengan Tasya tapi aku selalu mendapat kabar Tasya melalui adikku. Bagaimana dulu Aqilla bercerita dengan teramat gembira karena akhirnya Tasya bisa hijrah dan mengenakan hijab. Adikku juga bercerita ketika Tasya sudah resmi menjadi seorang dokter.
Ketika aku melihat Tasya mengenakan jas kedokterannya yang dibalut dengan hijab yang dia pakai untuk menutupi auratnya sungguh kadar kecantikannya semakin bertambah.
Dan aku sadar diri aku juga harus menjaga sikapku pada Tasya. Semakin menjaga diri agar bisa menghormati dan menjaga Tasya sesuai kodratnya. Karena Tasya sudah berbeda dengan Tasya yang aku kenal dulu. Tasya yang sekarang tambah sholehah dan tambah anggun. Tidak secentil dulu meskipun sikap centilnya masih ada.
Aku juga sedikit menjaga jarak darinya dan sedikit cuek padanya. Tapi nyatanya aku masih sangat peduli padanya.
Kenapa dari dulu aku tidak berani mengungkapkan perasaanku padanya sampai dia harus dimiliki Daniel dan sekarang apakah aku akan kehilangan Tasya karena hadirnya Zafran. Tasya sepertinya mulai membuka hatinya kembali semenjak dia putus dari Daniel.
Huft, hanya itu yang keluar dari mulutku ketika aku sudah memikirkan dua wanita yang menyita hati dan pikiranku saat ini. Sebaiknya aku segera tidur agar bisa bangun dan meminta petunjuk pada-Nya. Kepada siapa aku harus melabuhkan hatiku? pada Medina atau pada Tasya?
Siapakah Tulang Rusukku nantinya? Tasya kah? Medina kah? Atau perempuan lain yang Allah sudah siapkan untukku.
Tuhan, tolong jatuhkan hatiku pada perempuan yang terbaik menurutmu tapi aku juga teramat mencintainya.
Semoga saja kali ini mimpiku tidak hanya sekedar seorang wanita yang duduk membelakangiku yang sedang berdoa sambil menangis dengan menyebut namaku. Aku sangat penasaran akan sosok perempuan yang hadir dalam mimpiku itu.
❤❤❤
Huuu .... Arkan itu sweet banget loh orangnya cius gak boong😳
Aku kenal dia waktu masih dalam kandungan Nada loh, bundanya😅✌
Penasaran gak sama lanjutannya? Kalau penasaran aku usahain update besok malam. Tapi gak janji juga yaa😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Rusuk
General FictionVersi lengkap nya (Novel) di Karyakarsa dan KBM Tasya Tungga Dewi Putri seorang dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan atau Spesialis Obstetri dan Ginekologi ( Obgyn ) yang cantik dan murah senyum. Seorang wanita yang berumur 28 tahun. Umur yang m...