~

129 13 135
                                    

"Kita didesain untuk menjadi pelupa seiring waktu. Menyebalkannya, kita juga didesain untuk mengingat apa-apa yang seharusnya tidak perlu kita ingat. Masa lalu dan dosa-dosanya adalah beban yang harus kita tanggung hingga entah kapan." 

(Fiersa Besari)















"... bisakah saya menjadi imam kamu suatu hari nanti?"

Erina nge-freeze, menelan salivanya sejenak sambil menoleh kepada lelaki di sampingnya ini.

"Eum.. How to explain it to you, ya mas? Aku bingung..."

"Tell me, just say it."

Erina masih diam, sambil menunduk dan mencoba untuk menyusun kalimat demi kalimat untuk bisa menjelaskannya kepada Yixing. Sebenarnya kalau ada pilihan untuk diam dan tidak menjawab, Erina jelas akan memilih pilihan itu. Namun ia tahu pasti, wajah Yixing yang super kepo sekarang ini nggak memungkinkan Erina buat skip untuk menjelaskannya.

"Okay, jadi gini..."

"Mas tahu kan kalau salat itu ibadah buat muslim? Dan ibadah itu dipimpin sama orang yang agamanya Islam?"

Yixing mengangguk, masih menatap Erina menunggu lanjutannya.

"Nah... Mas Lay kan bilang mau jadi imam saya? Maka itu adalah sebuah hal yang tidak mungkin. Karena..."

"Karena?"

"Karena mas Lay non muslim."

Asli, ini Erina ngerasa ada yang kretek di hatinya. Gimana nggak? Dia udah sedekat ini dengan idolanya, salah satu member EXO. Tapi tetap saja, perbedaan yang ada terlalu terasa. Status dan yang paling penting agama. Ini merupakan jarak yang terasa seperti jurang yang bahkan tak akan bisa dia lalui.

Itulah sebabnya, selama ini ia tak pernah baper dengan kata-kata manis Yixing atau gombalan Yixing yang selama ini intens diberikan untuknya.

Karena bagaimana pun, dirinya dan Yixing terlampau berbeda.

Beda negara.

Beda status.

Dan yang paling penting, beda keyakinan.

Lay terdiam mendengar jawaban terakhir dari Erina.

"Sama seperti aku yang nggak mungkin bisa duduk di samping mas saat misa, mas pun nggak akan mungkin bisa berdiri di depanku untuk memimpin salat." Erina menggigit bibirnya setelah mengatakannya.

"Berarti kalau saya mengikuti keyakinanmu, saya akan bisa menjadi imam kamu?"

"Nggak."

Yixing menatap heran, "why?"

"Karena aku nggak mau nerima mas, jika mas menjadi muslim hanya karena ingin menjadi imam atau ingin dekat sama aku. That's a big no. Justru aku akan menjauh sama mas. Karena jika mas melakukannya hanya karena aku, itu justru menandakan mas tidak betul-betul ikhlas karena Tuhan."

"Sesusah inikah untuk bisa bersama kamu?" keluhnya.

"Karena mungkin sejak awal, jodoh mas yang tertulis dalam buku takdir bukan saya. Pun juga jodoh saya, yang sudah tertulis pun bukan mas."

"Kamu sombong, Erina."

Erina melotot, menatap pria disampingnya dengan wajah kaget.

"Iya, kamu sombong. Bagaimana bisa kamu seyakin itu bahwa jodoh kita masing-masing berbeda? Segala sesuatunya bukankah selalu menjadi mungkin jika Tuhan sudah berkehendak?"

the Dream of a Fangirl (Semi Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang