BAB IX. SANG GADIS KECIL YANG BARU

105 59 89
                                    

{Cobalah dengarkan lagu di atas untuk menambah feel sebelum membaca}
×××××××××××××××××××××××××××××××××××××

[ Apa yg terjadi di dalam cerita ini hanyalah fiksi belaka. Tidak ada maksud untuk menyinggung pihak manapun. Bila terjadi kesalahan selama penulisan, bisa langsung beri komentar di kolom yang sudah disediakan ya. Dan aku minta maaf bila terjadi persamaan nama tokoh, tempat, atau semacamnya. Sekian dan terimakasih. ]

#Sudah Direvisi

______________________________________________

“Kata orang mimpi hanyalah sebatas bunga tidur dan bisa berubah kapan saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kata orang mimpi hanyalah sebatas bunga tidur dan bisa berubah kapan saja. Jika itu memang benar, lantas mengapa diri ini selalu memimpikan hal yang sama setiap kali tertidur?”

  Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit, aku tampak sedang melamunkan diriku sendiri sambil memandang keluar kaca mobil.

  Bibi Ani merupakan seorang wanita janda beranak satu. Suaminya telah meninggal dunia saat dirinya masih mengandung putra pertama mereka, Alha Stewart namanya dan sering dipanggil Stewart.
 

   “Kamu sudah ada sarapan, Lani?”

Aku hanya menggelengkan kepalaku.
“Apa kita berhenti dulu buat sarapan?”

Sekali lagi aku menggelengkan kepalaku.

  “Lani, kamu harus sarapan dulu.”

“Aku nggak apa-apa.”

  “Kamu yakin nggak apa-apa?”

“Hm.”

  “Iyasudah terserah kamu saja.”

     Setibanya di rumah sakit, kami disambut oleh salah satu suster muda yang membawa kami menuju ruangan mayat yang berada di tingkat 5 dalam bangunan tersebut.
      Sampai dalam ruangan, kami melihat seorang dokter yang sedang menyuntikkan formalin ke dalam tubuh mayat yang kukenal sebagai ayah kandungku.
   Aku berjalan mendekati kasur besi itu, tak ada sepatah katapun yang keluar, aku hanya mampu memandang wajah pucatnya untuk ke terakhir kalinya. Sedangkan bibi Ani sudah langsung menangis histeris dalam ruangan.

    “ Ayah, ” ucapku setelah sekian menit memandangi wajahnya

     Mendengar tangis bibi Ani yang begitu histeris, terpaksa sang dokter harus membawanya keluar dari ruangan.
  Dan kini hanya ada aku seorang yang hidup di dalam ruangan dingin tersebut.  
  Seperti kata ayah dulu, aku adalah anak yang istimewa. Aku lain dari yang lain.
   Sekarang aku ingin membuktikannya apakah perkataan itu benar atau tidak.

ALTER EGO  [END] [HASIL GABUT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang