"Aku menemukanmu, Gudetama! Waktunya turun dan jadi asistenku."Ia menyembulkan kepalanya ke arahmu sembari menatap datar. Bahkan jika kucing dapat tersenyum, kau yakin seratus persen bahwa ekspresi Gudetama takkan ada bedanya. Ia menjilat tangan dan mengerutkan kumis. Menunggu.
"Kau manja sekali," godamu. Dari kabinet tempatmu menaruh kunci sebelumnya, kau meletakkan boks plastik berisi camilan favorit Gudetama. "Shaky, shaky! Ayo, bocah pemalas. Tidakkah kau ingin menemaniku hari ini?"
Sempat-sempatnya dia meregangkan badan sebelum melompat menuju meja konter, lalu melompat lagi menuju lantai. Gerakannya gesit hari ini. Biasanya, dia akan berhenti sebentar di atas konter demi tidur siang sebelum benar-benar turun menginjak lantai. Hari ini ia menyambutmu dengan penuh semangat. Ia melompat ke atas pahamu sesaat setelah kau membetulkan dudukmu di atas kursi.
Gudetama mengayunkan ekor di saat kau mencoba mengelusnya. Bulu jingga pudarnya mencari posisi nyaman di atas pahamu.
"Mungkin hari ini akan jadi hari yang tenang." Ucapmu kepada Gudetama, namun ucapanmu hanya dianggap angin lalu karena kau tahu, tentu saja, Gudetama takkan peduli akan apa yang kau katakan. Jika ia mengerti bahasa manusia? Bahkan ia akan lebih terlihat tidak peduli. "Dan kita hanya akan duduk di sini dan aku akan mengelusmu sepanjang hari. Bukan begitu?"
Ia mengeong, terdengar sumbang seakan berkata, "Huh."
Kau baru saja menemukan posisi nyamanmu di atas kursi di saat pintu depan terbuka, dan seorang pria masuk.
Firasatmu mengatakan bahwa sang pengunjung akan membawa masalah.
Kau selalu memiliki firasat buruk setiap kali ada orang 'aneh' datang dari pintu depan.
Pria itu memasang raut masam, terlihat seperti seseorang yang ingin datang ke penangkaran hewan hanya untuk komplain tentang hal-hal sepele. Ia terlihat agak berantakan; tidak bercukur paling tidak selama dua hari, rambutnya terurai dan menyentuh bahunya begitu saja, terlihat tak terurus. Ia mengenakan pakaian serba hitam, kecuali apa yang mengalungi lehernya. Syal yang ia kenakan setidaknya adalah benda paling pantas. Walaupun syal lusuh itu terlihat seperti telah dijual di toko bekas dengan harga tak lebih dari sebuah lip balm minimarket.
Kau menyunggingkan senyum. Senyum palsu ala customer service bintang lima, senyuman gadis ramah.
"Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?"Ia terlihat ragu, melempar pandang ke arah lain, menggaruk tengkuknya yang tentu saja sebenarnya tidak gatal. Kau mengisi ulang tempat makan Gudetama sembari menunggu pria aneh itu mulai berbicara.
"Kurasa, aku ke sini untuk melihat-lihat kucing."
"Baiklah! Apakah kau sudah melihat-lihat secara online, atau kau hanya ingin melihat langsung kucing mana yang kira-kira ingin kau bawa pulang?"
"Tidak... aku benar-benar datang ke sini hanya untuk melihat-lihat."
Oh. Hanya pengunjung biasa. Yah, setidaknya dia tidak terlihat galak atau sejenisnya.
"Baiklah. Biarkan aku memperlihatkan mereka kepadamu. Aku hanya... butuh beberapa detik... Ayo, Gudetama." Gumammu. Kucing ini terlihat begitu nyaman, cakarnya mencengkeram celanamu. Kau mengangkatnya hati-hati, berbisik kepadanya sambil berharap semoga kau tidak dikira gila oleh pria di hadapanmu. "Aku akan kembali secepatnya. Tunggu sebentar di sini, oke?"
Kau bersumpah kalau kau melihat Gudetama memutar bola mata, namun tetap saja si kucing gendut itu duduk di atas kursi.
"Mari, ke arah sini! Kau ingin melihat anak kucing atau kucing dewasa?"
Pria itu melirik Gudetama. Kau tidak bisa menebak ekspresinya, namun tatapan itu mengingatkanmu akan anak kecil yang melihat mainan menarik di sebuah toko, tapi tahu kalau orangtuanya takkan memperbolehkannya untuk membeli mainan tersebut. Ia memaksakan tatapannya kembali beralih kepadamu, menghela napas pelan. "Kucing dewasa."
Kau bisa langsung menilai bahwa pria ini adalah pria yang lembut hanya dari apa yang baru saja ia ucapkan.
Kau membawanya menuju lorong, dari jendela-jendela besar terlihat kucing-kucing dewasa. Sebagian besar sedang tidur, namun salah satu yang berwarna oranye malah mondar-mandir. Hal yang biasa terjadi.
Mereka semua begitu lucu. Kau menggigit bagian dalam pipimu saat mengamati mereka, yang sedang memainkan sebuah bola dengan bel di dalamnya.
Kau memiliki seorang pengunjung.
Kapanpun kau meliriknya, sang pria selalu saja memasang ekspresi yang serupa.
Huh.
"Kau boleh masuk ke dalam dan menyentuh mereka. Tapi berhati-hatilah dengan Ryuji, kucing belang oranye yang ada di sebelah sana. Ia akan berlari panik setiap kali ada yang membuka pintu. Seringkali ia berakhir menenggelamkan dirinya ke dalam bak cuci."
"Aku akan berhati-hati." Ucapnya, menyelinap masuk.
Berjaga-jaga, kau menghabiskan waktu untuk mengawasi mereka. Dan pria itu? Ia terlihat menikmati waktunya. Mengelus mereka, membiarkan kucing nakal mengunyah rambutnya, tidak membuat kucing-kucing itu lari ketakutan.
Kau telah bekerja di sini lumayan lama, kau merasa telah melihat berbagai macam kejadian di dalam sana, tapi untuk pertama kalinya kau melihat hal yang seperti ini terjadi.
Bel pintu bergemerincing, ada pengunjung lain. Kau mau tak mau harus melepas pandang dari pemandangan damai di hadapanmu. Kucing-kucing itu terlihat begitu senang dengan kunjungan si pria misterius. Kau harus lebih berprasangka baik, jangan selalu mencurigai orang-orang yang datang dari balik pintu. Terkadang orang-orang aneh juga bisa menjadi pengunjung yang menyenangkan.
"Hey! Mana orang yang berjaga di sini?"
Namun terkadang, ada kalanya kau harus mengikuti firasat burukmu.
Tbc.
----
Hai! Updatenya langsung beberapa chapter, ya! Rencananya, aku akan update tiap hari sabtu untuk ke depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated fic
FanfictionKau bekerja di sebuah penangkaran hewan. Saat Aizawa Shouta mengadopsi kucing kesayanganmu, hidupmu mendadak jadi terikat dengannya. Anehnya, takdir itu seakan membawa keberuntungan kepadamu. Translated fanfic from Ao3 writer: mighty-mighty-man(Pair...