Kalian berdua sama-sama tengah mematung di saat kau memutar tubuhmu untuk menghadap pria berpakaian hitam yang tiba-tiba mewujud di ruang tamu. Aizawa berpakaian agak berbeda dari yang terakhir kali kau lihat. Kau merasa bahwa Aizawa memang menyukai warna hitam, dan jumpsuithitam yang ia kenakan saat ini benar-benar memperkuat asumsimu. Syal yang saat itu mengalungi lehernya kini digantikan oleh semacam perban yang melilit longgar. Kacamata kuning juga ada di sana, tapi terlihat menggantung lebih erat di lehernya. Dia agak bau. Tapi tidak masalah, tidak mengganggumu, namun cukup untuk membuatmu menduga bahwa dia belum sempat mandi semenjak Gudetama menghilang, dan sepertinya dia baru saja pulang dari semacam tugas jaga malam sebelum insiden ini terjadi."B-belum. Kami baru sampai, kucing itu tidak ada di luar."
Kau bisa melihat kefrustasian di wajah itu, betapa sulitnya bagi Aizawa untuk menahan diri agar tidak mengamuk.
Hizashi hampir-hampir pingsan. Dia lelah, apalagi jika dia memang sudah mulai mencari sedari pagi tadi. "Jika aku berpatok pada arah mana dia kabur, mungkin..."
"Kami sedang ingin melihat bagian atas lemari pendingin. Tempat itu adalah tempat favorit Gudetama selama dia berada di Penangkaran Organa; tidak ada seorangpun yang bisa mengganggunya di atas sana."
Tak berkata-kata, sang pemilik yang putus asa itu merogoh saku bajunya untuk mengambil kunci lalu mengarahkannya ke pintu dapur. "Petugas kebersihan datang tadi pagi, jadi semua pintu sempat dibuka. Aku ragu bapak itu cukup teliti untuk menyadari bahwa Gudetama berlari melewatinya."
Saat pintu sudah terbuka, kau mulai menggoyangkan camilan di tanganmu sekeras yang kau bisa. "Muncullah, muncullah! Waktunya makan, Telur Nakal!"
Dapur itu terlihat rapi dan memiliki peralatan standar yang cukup lengkap, bahkan ruangan tersebut mampu digunakan dua orang memasak dalam satu waktu. Terlihat bagus untuk ukuran dapur sebuah apartemen sewaan, membuktikan bahwa bagian yang benar-benar aneh di apartemen itu hanyalah ruang tamu.
Lemari pendinginnya lumayan tinggi. Lebih tinggi dari kalian bertiga. Dan tidak ada kursi untuk dinaiki.
Kau mengulurkan tanganmu setinggi yang kau bisa, memanggil sembari menggenggam camilan. "Gude, apakah kau di sana?"
"Tunggu sebentar." Kau merasakan ada tangan yang menggenggam pinggangmu.
Kau diangkat. "Eeh!"
Aizawa terlihat sama sekali tidak keberatan untuk mengangkatmu ke udara. Baginya, kau tak lebih berat dari seekor anak kucing. Di balik lapisan pakaian lusuhnya yang longgar, kau bisa melihat sekilas bahwa ada wujud otot yang kekar di sana. Kau meliriknya sejenak, pipimu memanas dan kakimu melemas.
Ia menatapmu. "Jadi?"
Oh, iya.
Kau melongokkan kepalamu dari pinggiran lemari pendingin dan bisa melihat dengan jelas permukaannya.
"...Aizawa?" Panggilmu dengan pelan.
"Apa? Ada dia di situ?"
"Pelan-pelan... turunkan aku." Kau menelan air liurmu.
Ia menurut, namun kebingungan terlihat jelas di wajahnya. Kau tidak bernapas sampai kakimu menapak lantai.
Hizashi mendekat, namun kau memberi mereka isyarat agar jangan mendekat. "Kenapa?! Apakah dia ada di atas sana?! Ada yang salah?!"
Aizawa juga terlihat tidak tenang, namun ia mencoba menahan diri.
"Kita harus menelepon pusat kontrol hewan."
"Oh tidak. Oh tidak, oh tidak."
"Bukan Gudetama."
"...Lalu..."
"Ada tupai hidup di atas sana."
-----
Petugas pusat kontrol hewan kemudian datang untuk mengambil si makhluk yang ketakutan. Kau senang tupai itu baik-baik saja.
Aizawa yakin kalau hewan itu menyelinap saat dia sedang membawa tong sampah untuk dibuang isinya. Yamada Hizashi mengomel, mengatakan bahwa temannya itu harus tinggal di tempat yang lebih aman dan nyaman. "Hewan liar saja bisa masuk sembarangan, harusnya kau pindah dari dari sini, Shouta!" Aizawa yang mendengarnya hanya menghela napas pelan.
Petugas pusat kontrol hewan membawa sang tupai turun dari atas kemari pendingin, lalu menyelimutinya dengan selimut tipis agar hewan itu menjadi sedikit tenang. Kau mengenal petugas ini. Dia juga mengenalmu dan melempar tatapan mencurigakan kepadamu.
"Aku tidak menduga kau akan keluar dari apartemenmu jam segini," dia menghela napas, menunjuk jendela. Langit menggelap di luar sana. "Kau selalu ada di saat aku harus membawa hewan ke Organa pada tengah malam. Kutebak kalau kau memang melakukan semua itu sendirian."
"Y-ya, begitulah. Aku sedang—"
"Apakah kau melihat Gudetama si kucing?!"
Kalian semua, kecuali si pembuat keributan, langsung menutup telinga. Sang tupai membuat suara-suara aneh.
"Kucing bulat gendut yang ada di Organa itu? Tidak, untung saja. Dia hanya bisa membenci orang-orang, kau tahu? Semakin jarang aku bertemu dengannya, semakin baik. Ah, aku harus pergi. Tolong beritahu aku lagi jika kau butuh sesuatu." Ucapnya, melangkah menuju lorong lalu berbelok menuju tangga.
Aizawa terlihat tegang, marah, dan sedih.
Kau membuang banyak sekali waktu.
Sekarang hampir malam, dan Gudetama belum juga muncul. Sekarang, dia bisa berada di mana saja. Kucing yang sehat dan lincah bisa saja sudah pergi jauh entah ke mana dan hidup dengan tenang. Tapi Telur Pemalas kesayanganmu? Kau tidak yakin. Dia tidak pernah berada di alam liar.
Kau benar-benar ketakutan.
Tbc.
---
Halo!!
Aaaaa maaf banget aku ga upload hari minggu kemarin!! Aku lupaa, akhir akhir ini aku sedang dihantui pernugasan dan hal hal lainnya jadi lupa kalau minggu kemarin ternyata belum up T^TChapter ini untuk jatah minggu kemarin kok. Jadi buat minggu ini nanti akan aku post lagi.
Stay safe stay healthy semuanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated fic
Fiksi PenggemarKau bekerja di sebuah penangkaran hewan. Saat Aizawa Shouta mengadopsi kucing kesayanganmu, hidupmu mendadak jadi terikat dengannya. Anehnya, takdir itu seakan membawa keberuntungan kepadamu. Translated fanfic from Ao3 writer: mighty-mighty-man(Pair...