#27

520 119 13
                                    


Gudetama melompat menuju pahamu lalu meringkuk di sana. Ia menyamankan dirinya di sana, dan sesaat kau tiba-tiba teringat masa lalu. Kau menjadi karyawan baru lagi, pusing akan pekerjaanmu, terisak setiap kali ada orang yang meneriakimu. Kau tidak pernah bekerja menjadi karyawan yang pekerjaannya melayani seperti ini; kau selalu berpikir kau akan memiliki tempat bekerja dengan kursi mewah dan lampu remang hangat, mengarsip dokumen-dokumen untuk seorang profesional. Kau tidak pernah mengira kalau kau akan menghadapi orang-orang yang marah tak beralasan, yang berkata bahwa tindakan bodoh yang mereka lakukan merupakan masalah yang harus kau tanggung.

Semakin hari kau semakin kebal, walaupun tidak bisa benar-benar kebal. Setelah banyaknya sakit hati yang kau dapatkan, kau tidak lagi mengizinkan dirimu untuk bersimpati kepada mereka yang tidak menghargaimu. Kau mencoba untuk bersikap tak acuh. Mencoba mengabaikan mereka. Hal itu dapat kau lakukan setelah beberapa hari merenungi perbuatan mereka, merenungi perkataan mereka akan kau yang "tidak peduli terhadap hewan." Akhirnya kau bisa mengabaikan mereka.

Hatimu tidak pernah dingin, walaupun berkali-kali kau berharap demikian. Kenyataan sangatlah kejam. Kau tidak bisa membantu setiap hewan yang datang melalui pintu. Banyak yang harus beradaptasi perlahan, harus menolong diri mereka sendiri ketimbang menerima bantuanmu. Beberapa dari mereka kadang tak tertolong lagi, dan kau hanya bisa memberikan mereka tempat beristirahat yang pantas dan semrpotan antiseptik untuk mencegah penyakit apapun yang hewan itu miliki tidak menyebar lebih jauh.

Kepalamu yang tidak bisa diam tetap menjadi kelemahanmu. Penuh dengan kegelisahan, diliputi pikiran-pikiran buruk... Kau bisa menghancurkan dirimu sendiri hanya dengan berpikir. Berpikir terlalu banyak. Walaupun seringkali kepalamu hanya berisikan kosong. Waktu panjang penuh kehampaan yang menyebar dan mengaburkan dirimu, bersemayam dalam setiap sudut jiwamu. Kehampaan yang takut kau sadari, sebelum ia menenggelamkanmu lebih jauh.

Punggungmu seakan sudah berlapis baja. Karena sedari kecil kau selalu saja ditusuk dari belakang. Lama-lama kau kebal. Kau sudah hampir tidak pernah sadar lagi setiap kali ada orang yang berniat buruk kepadamu. Rekan kerjamu, bosmu, semuanya begitu. Mungkin karena itulah kau bisa bertahan dengan hal-hal macam itu dalam waktu yang lama. Mungkin kau juga gagal menyadari bahwa perisai kebalmu sudah mulai menua.

Televisi di hadapanmu berdesing pelan sejenak, sebelum menampilkan acara dokumentasi untuk akhir pekan tentang ubur-ubur. Reporter kembali muncul di layar, membawakan berbagai macam berita dari seluruh dunia.

Gudetama menggeram pelan dan mencakar-cakar pahamu dengan kuku tumpulnya saat kau mengelus-elus pangkal ekornya. Dia pemalas sekali, tapi kau menyukainya.

Kau memainkan handphone-mu tanpa tujuan yang jelas. Sedang malas membaca, tidak berselera untuk mendengarkan lagu, dan tidak bisa menemukan apapun yang menarik di media sosialmu.

"Gudetama, maukah kau melihat apa yang kubeli untuk Aizawa?"

Ia mencakarmu lebih kuat saat kau bergeser dari tempatmu untuk mengambil kantong yang kau bawa. Kau meletakkan hadiah yang terbungkus rapi dengan bungkusan kado bermotif di atas meja, dan berpura-pura seakan Gudetama benar-benar memperhatikanmu. "Aku membelikannya penutup mata untuk tidur dengan gambar tangan kucing di bagian matanya! Warna tangannya sama dengan warna tanganmu! Aku tidak bisa memperlihatkannya langsung kepadamu karena aku tidak mempunyai selotip tambahan untuk membungkusnya ulang, jadi kau hanya bisa menunggu sampai ia membuka kadonya nanti, Gudetama."

Gudetama menguap.

Kau menepuk-nepuk kado yang lebih besar, yang bungkusannya lebih berantakan, karena bentuk kemasan dalamnya yang kurang mendukung. "Aku membelikannya permen licorice asin yang dia sukai juga. Apakah kau suka camilan itu, Gudetama? Apakah Aizawa suka membagi camilannya denganmu?"

Kucing bundar itu melirikmu sejenak lalu meraih kado di atas meja. Kau menjauhkan kado itu sebelum Gudetama menggunakan cakarnya untuk merobek kertas pembungkusnya.

"Gudetama, hadiah satu ini merupakan yang paling bagus! Hadiah ini menyangkut tentangmu... Aku... aku tidak membungkusnya, tapi sepertinya aku harus membungkusnya, ya?" Kau mengambil sebuah buku album dari tasmu dan membuka cover terluarnya. "Untuk Aizawa. Lihat, Gude, ini semua fotomu saat masih bayi."

Hadiah inilah yang butuh paling banyak pengorbanan. Mulai dari pengorbanan waktu sampai uang. Kau mencari file foto-foto ini selama berjam-jam, memindahkan semuanya ke dalam komputer dan flashdisk, kemudian mengeprintnya di toko print lalu menjadikannya album yang cantik. Print full color dari seekor kucing yang dicetak sebanyak ini tidaklah murah. Mungkin kalau kau tidak mengeprint foto sebanyak ini ongkosnya tidak akan terlalu mahal, tetapi kucing gembul itu memiliki banyak sekali foto bagus saat ia masih kecil. Mulai dari foto saat ia tertidur di atas kulkas, tertidur di samping anak anjing, sampai foto ia memelototi burung dari kaca jendela.

Kau membolak-balik halaman album di tanganmu. Pipimu memanas. "Fotoku juga banyak sekali di sini, Gudetama. Jika aku tau aku akan ada sebanyak ini di foto-fotomu, seharusnya aku crop dulu foto-foto ini. Mm... mungkin Aizawa tidak akan sadar. Karena kaulah bintang utamanya di sini, Gudetama."

Gumpalan berbulu itu kau elus kembali, dan kau meletakkan kembali album yang semula ada di tanganmu kembali ke tempatnya semula. Gudetama menggoyang-goyangkan ekornya, dan kau tahu kau harus berhenti menyentuhnya sebelum ia menyerang tanganmu.

Kalian berdua menikmati momen yang hangat dan sunyi. Kelopak matamu mulai terasa berat. Tanpa sadar kau mulai tertidur.

---

Ding!

Ding, ding!

Kau mengucek matamu sebelum kemudian mengecek layar ponselmu. Setidaknya kau sudah tidur dua jam, dan kotak pesanmu entah kenapa jadi penuh. Apakah mereka sudah selesai berpesta? Mungkin selama ini mereka mencoba menghubungimu karena mereka ingin masuk ke sini?

Gudetama yang sedang memanjati mainan panjatannya menoleh ke arahmu. Kau meregangkan tubuhmu sebelum kau membaca pesan-pesan itu.

Semuanya dari Aizawa.

Kucing Pemarah: Hei bagaimana kabar kucing itu?

Kau sibuk?

Kau masih bersama Gudetama, 'kan?

Hei

Jawab aku

Tbc.

---

GEMES BANGET GAK SIH

Astaga, si y/n kelihatan banget sukanya sama Aizawa, uuukkhh aku gemaasss😩💕 Tunggu saja pemirsa, makin ke sini nanti makin baper, mohon persiapkan hati anda😔❣️

Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated ficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang