Kau terjatuh tepat dengan pantatmu, menahan jeritan. Bayangan dalam kegelapan dan rintik deras hujan memperlihatkan sesosok tangan yang menekan kaca jendelamu, dan mengguncang pelan bingkainya."Aizawa?" Kau terkesiap, membuka jendela. Semburan hujan menamparmu, pria itu terhuyung masuk, terduduk di lantai apartemenmu.
Kau kembali merapatkan jendela secepat mungkin sebelum kemudian berlutut di samping Aizawa.
Sekujur tubuh sang Pro Hero benar-benar basah kuyup. Syal yang melilit lehernya saling berpilin, kusut, dan terpercik noda merah. Kau menyapu helai rambutnya ke belakang, menjauhi wajahnya, dan merasakan hangat permukaan kulitnya menjalari jemarimu. "Kau pasti... Akan membuka jendelamu..." Ia membiarkan mulutnya sedikit terbuka dan bernapas melalui sela gigi dibanding bernapas melalui hidungnya. "Aku sudah ada di situ... Cukup lama..."
"Apa yang terjadi?!" Kau berdilema antara membantunya berdiri atau membiarkannya tetap duduk. Matanya gagal menatapmu balik. Gagal menatap apapun yang lebih tinggi dari kaki sofamu.
Ia menggigil. "...Villain... Berulah... Tapi tak apa..."
Jika memang benar baik-baik saja, ia tak akan pernah datang ke sini. Sesuatu telah terjadi, dan kau berniat segera mengambil ponsel dan memanggil ambulans, atau setidaknya Hero lain.
Ia menggenggam pergelanganmu. Aizawa tidak bergerak, tidak terlihat berusaha untuk berdiri sama sekali. Ia berbaring di karpetmu, masih terengah. "Tunggu."
"Aku ingin mengambil ponselku. Aku harus memanggil ambulans untuk—"
"Sst..." Ia menggeleng, melempar helaian rambut basahnya ke belakang. Kacamata kuning di lingkar lehernya retak dan penyok. "Tetap di sini. Jangan ada cahaya. Jangan bersuara. Tetap di bawah sini."
Apakah dia sedang dikejar?
Kau mengintip ke jendela sekali lagi, mengira akan ada bayangan lain yang bersembunyi di sana, memperhatikanmu dari jauh. Tapi sekarang kau hanya melihat hujan.
Kau kembali ke tempat awalmu, duduk di samping Aizawa, menelentangkan tubuhnya dan meluruskan kakinya. Ia tidak melawan, namun otot-ototnya tegang dan ia menggigil hingga tanpa sadar kembali meringkuk.
Lalu ia tiba-tiba menghentikan pergerakan tanganmu.
Ia menggenggam tanganmu.
Ibu jarinya menekan telapak tanganmu. Jemari yang biasanya cekatan kini sedikit bergetar di genggamanmu.
Ketika Aizawa sedikit menelengkan kepalanya ke samping, kau yakin itu adalah usahanya untuk menatap sepasang matamu, setengah sadar. Dadanya naik-turun benapas. Detik berikutnya, tak ada suara lain selain derasnya hujan dan gemuruh petir dari kejauhan.
Sekelebat cahaya berkedip.
Ada sesuatu di luar sana.
Kau membalas genggamannya, merapatkan jemarinya di dadamu. Kau menyapu pandang ke sekitar dengan cepat, berharap menemukan sesuatu yang bisa kau gunakan untuk mempertahankan diri jika suatu hal buruk terjadi. Tidak ada apa-apa. Benda terdekat yang melintasi benakmu adalah gunting yang berada di laci dapur, dan kau tidak punya banyak kesempatan untuk mengambilnya sekarang.
Bangunan tiba-tiba gelap gulita, satu-satunya sumber cahaya remang di kamarmu mati seketika.
Listrik padam.
Sekarang? Tanpa listrik dan mungkin juga sinyal, dalam situasi seperti ini?
Sial.
Aizawa mendengus dan kau berusaha menebak apa yang kira-kira ia butuhkan saat ini.
Suara langkah kaki terdengar.
Bukan, bukan itu. Bunyinya terlalu pelan. Datang dari luar, dari atas jendela.
Kau berusaha mendekap mulutmu begitu makhluk apapun itu mulai berbisik.
"Di mana kau, di mana kau?" Makhluk itu mendesis, terkekeh. "Aku tahu kau ada di sekitar sini, makanan yang lezat. Kau masih memiliki cairan yang harus kuisap... Kau tak bisa kabur dariku."
Aizawa menatap jendela, tenggorokan tercekat. Manik matanya berkilat.
Kau mendekap matanya dengan tanganmu yang satunya.
Jangan ada cahaya. Jangan besuara. Jangan panik.
Kau akan baik-baik saja.
Kau bisa mengatasinya.
"Kemarilah, buah yuzu favoritku! Hero yang lezat, lezat sekali..."
Sesosok wanita merangkak melewati jendelamu, rambutnya menempel kemana-mana di kaca jendela. Ia tidak mengintip ke dalam. Awalnya.
Kau bersumpah melihat wanita itu melirik.
"...Tidak ada. Aku belum menemukanmu, Hero. Camilan rasa yuzu favoritku..."
Ia melintasi tembok, merangkak hingga hilang dari pandang. Kau tetap berusaha membuat dirimu sesunyi mungkin, dan menutup mata Aizawa. Napasnya hangat dan lembap di pergelanganmu. Ambang maut terasa begitu tipis dengan gemuruh petir yang menggema di sepanjang jalan.
Kau bersandar pada bingkai jendela untuk melihat ke luar dengan lebih jelas dan menatap jalanan yang sekilas terang karena kilat. Di sana arah wanita itu pergi. Si Villain laba-laba terseok-seok melintasi jalanan ke arah perumahan terdekat. Kau melihatnya memanjat atap, lalu seluruh cahaya di bangunan apartemenmu menyala seketika.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated fic
FanfictionKau bekerja di sebuah penangkaran hewan. Saat Aizawa Shouta mengadopsi kucing kesayanganmu, hidupmu mendadak jadi terikat dengannya. Anehnya, takdir itu seakan membawa keberuntungan kepadamu. Translated fanfic from Ao3 writer: mighty-mighty-man(Pair...