#13

660 130 0
                                    


Namun, sekali lagi, kau memang bekerja di sini dengan sukarela. Jadi, jika kau tidak menikmatinya, masalahnya ada pada dirimu sendiri.

Kau berjalan menuju ruang karantina sekali lagi, mengintip sedikit dari balik celah pintu. Kucing itu melihatmu dan melotot. "Maaf..." Kau kembali menutup pintu. Mengintip terlalu sering sepertinya merupakan strategi yang buruk.

Kembali ke tempat persembunyianmu, baterai ponselmu telah terisi dua puluh persen. Yamada telah mengakhiri sesi perkenalan lagu-lagu baru, dan kini memutar lagu hasil rekomendasi terpopuler. Kau tetap saja tidak mengenali judul lagu tersebut.

Kau ingin mengecek si kucing lagi.

Sepertinya lebih baik tidak.

Kau terlalu khawatir.

Pintu depan terbuka.

Sang Nona telah kembali, berwajah gembira dengan dua kantong penuh camilan minimarket dan makanan instan. Dia tertawa. "Kau boleh bersujud dan mencium kakiku! Ini semua kutraktir!"

"Aku tidak... aku..." Kau lebih baik tidak mencium sepatunya. Tidak ada yang tahu tanah dan cairan macam apa yang telah diinjak oleh sepatu berkilat sempurna itu.

Perutmu sepertinya punya niat lain, berkerucuk berisik setelah melihat ada sesuatu yang lebih pantas yang bisa kau makan. Apakah hari ini kau makan siang? Apakah pagi ini kau sarapan? Di hadapan makanan-makanan gratis, kau sama sekali tidak bisa mengingat semua itu. "U-um... apakah aku benar-benarharus mencium sepatumu, atau menandatangani surat hutang?"

Dia tertawa, menghamburkan seluruh isi kantong ke atas meja konter. Mie cup, rice crackers, dan manju berserakan di hadapanmu saat ia menggoyang-goyangkan kantong plastik tersebut. "Ya... selama aku bisa melihatmu makan, kurasa kau tidak perlu melakukannya. Tarik kursimu ke sini, Gadis Manis," perintahnya. Benar-benarmemerintah.

Kau menurut.

Dia menepuk-nepuk pelan puncak kepalamu.

"Aku merasa jadi anjing," gumammu, tidak akan mulai makan sebelum tamumu ini makan terlebih dulu.

Dia tertawa lagi. "Oh, itu seksi sekali.  Berhati-hatilah, jangan sampai membuatku terlalu tertarik, oke?" Dia menggingit biskuitnya. "Mm! Namaku Nemuri Kayama, by the way. Kau tidak perlu memperkenalkan dirimu; Aizawa sudah menceritakan dirimu kepadaku."

"Aizawa... bercerita tentangku?"

"Ya... bisa dibilang begitu." Dia kembali menggigit biskuitnya dan membuatmu menanti lanjutan ucapannya. "Aizawa biasanya hanya berkata bahwa ia lebih baik menghabiskan waktunya bersama kucingnya daripada denganku, dan berkata bahwa kau sempat membantunya mencukur si kucing atau apalah itu."

"Uh... mungkin maksudmu menyelamatkan?" (Ini permainan kata, dari shave'mencukur' menjadi save'menyelamatkan')

"Ya, sepertinya itu maksudnya. Yamada adalah satu-satunya orang yang memberitahukan namamu kepadaku. Kemudian aku berkata bahwa aku ingin berkunjung ke sini, kau tahulah bagaimana reaksinya. Yadda yadda." Dia mengempaskan punggungnya pada sandaran kursi, membuat benda itu berderak.

Manjunya sangat enak. Kau sudah lama sekali rasanya tidak memakan itu. Mie cup, bagaimanapun juga, sebenarnya kau lumayan eneghanya dengan melihatnya saja; kau hampir memakan itu setiap hari. Namun, karena gratis, tentu saja tidak ada yang bisa kau katakan tidak.

Kau merasa Kayama menatapmu, kau berhenti makan. "Apakah ada sesuatu di wajahku?" tanyamu, meraba-raba pipimu.

"...Ya ampun, Sayang, kau harus berhati-hati. Kau adalah camilanyang sulit untuk dilewatkan begitu saja. Aku sekarang mengerti apa yang Mic maksud."

"Mic?"

"Ya. Present Mic."

"Oh, bukankah itu nama Yamada di siaran radionya?"

Dia mengerucutkan bibir dan memejamkan matanya. Kayama mengambil napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya dengan pelan. "Kau benar-benar gadis yang manis dan polos. Aku bisa saja menjilat gula dalam jiwamu itu."

"Tolong, jangan lakukan itu."

Dia terkekeh. "Aku akan menahan diriku, aku janji. Lanjutkan saja makanmu, oke?"

Kau menurut, namun kau setengah sadar akan hal itu. Ini adalah makan malam teraneh yang pernah kau rasakan.

Kau tidak sendirian. Walaupun dia aneh, wanita ini sangatlah baik. Kau merasa dia sama sekali tidak berniat melontarkan perkataan-perkataan ambigu; itu hanya kebiasaannya. Dia mengajakmu mengobrol, dan kau bercerita tentang hewan-hewan di tempatmu berkerja.

"Kau harus bisa memperjuangkan dirimu sendiri."

"Bukankah itu yang kulakukan sekarang...?"

Dia mengangguk cepat, kemudian menelan buru-buru seluruh senbeinya. "Ya, tentu saja. Kau bekerja di sini sampai larut malam, mungkin seharian juga, dan akan terus bekerja sampai dua hari ke depan. Kau benar-benar sibuk, dan tidak ada yang mau membantumu. Aku tidak mengerti kenapa mereka bisa-bisanya berbuat begitu, tapi kau harus menindaklanjuti semua ini. Hadapi mereka, buat mereka berlutut di hadapanmu dan habisi mereka."

Kau mengedikkan bahu. "Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Bos kami lumayan menyeramkan, dan aku juga menutupi jam kerja mereka yang bolong. Memang selalu begini."

"Omong kosong."

Tbc.

Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated ficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang