Mungkin efek samping dari mendengar suara yang terlalu keras itu adalah kehilangan ingatan. Kau merasa telah melewatkan suatu hal yang familier. Kau mencoba menyamai langkah si pria yang sudah mengebut di depan. "Kurasa aku pernah melihatmu di suatu tempat?""Oh?"
"Ya. Bukankah kau seorang..."
Hizashi tersenyum lebar, senang. Mungkin agak berlebihan, namun terlihat tulus. "Kenapa? Ya, tentu saja karena aku adalah seorang Pro..."
"—DJ, 'kan?"
"Oh." Dia mengerjap, senyumnya memudar. Sebelum kau sepenuhnya menyadarinya, senyum itu cerah kembali seiring ia mengangkat jempolnya. Nadanya terdengar ramah. "Tentu saja! Aku adalah host di Put Your Hands Up Radio! Saluran musik nonstop, setiap Jumat malam!"
Hal itu menjelaskan segalanya. Dia cerewet, percaya diri, dan benar-benar eksentrik.
"Apakah kau seorang fans?"
"Aku? Tidak terlalu."
"Oh..."
"Bukan karena aku tidak menyukai saluranmu! Bukan begitu!" Kau buru-buru membetulkan ucapanmu, hampir menjatuhkan kotak plastik. "Aku seringkali ada pekerjaan saat Jumat malam, jadi aku tidak bisa sering-sering mendengar radio. Apalagi aku juga tidak punya mobil..." alismu berkedut.
"Mungkin aku bisa saja mendengarkannya dari ponselku, tapi aku tidak pernah kepikiran hal itu sebelumnya." Kau menarik napas tajam seakan teringat sesuatu. "Setelah kita menemukan Gudetama, bolehkah aku meminta tanda tanganmu?"
"Tentu saja!"
"Terima kasih! Mungkin kau adalah orang paling terkenal yang pernah aku temui!"
"Itu... huh..." Dia membersihkan tenggorokannya. "Aku tersanjung! Tapi sekarang kita harus fokus. Karena, um, sekali lagi, aku tidak ingin sahabatku membenciku seumur hidup."
Sahabat.
Rasa pedulinya terhadap Aizawa sebesar rasa pedulimu terhadap Gudetama. Ini adalah hal yang serius. "Nah, di sini. Kita akan naik ke lantai dua. Shouta tadi sedang menyusuri tempat ini dari atas sampai bawah. Kurasa dia masih ada di sini. Kuharap."
"Ayo kita mulai dari apartemennya lalu mulai berpisah dari sana. Oke?" Kau ragu, namun tetap berusaha menepuk pelan tangan si Tuan Radio. "Kita belum menemukannya, tapi tidak ada alasan untuk berhenti berusaha. Terkadang hewan peliharaan akan pulang ke rumah setelah berminggu-minggu menghilang."
Tidak terdengar seperti suatu hal yang akan Gudetama lakukan, namun kau tak sampai hati rasanya memperparah kegelisahan pria ini. Terlebih lagi, bisa saja dia tidak sempat mengecek tempat-tempat yang biasanya sahabat kecilmu gunakan untuk bersembunyi. Kucing itu seringkali berdiam diri di tempat yang agak sempit dan hangat.
Kau berjalan menuju pintu ketiga di lantai kedua. Pintu itu tertutup, namun Hizashi menggenggam gagangnya lalu mengayunkan daun pintu tersebut hingga terbuka. Tidak dikunci ternyata. Dia mengintip ke dalam sebelum mulai mengendap-endap masuk lalu memberi isyarat kepadamu untuk mengikutinya dengan gaya ala tentara militer. "Shouta belum ke sini. Kami tadi memang sempat membiarkan pintunya terbuka, jaga-jaga kalau kucing itu kembali."
Kau berancang-ancang untuk memulai jurus panggilan andalanmu.
Orang-orang akan mendeskripsikan apartemen ini sebagai tempat tinggal yang bergaya minimalis atau simpel.
Tapi kau hanya akan mengatakan kalau tempat ini benar-benar kosong dan tak bergaya.
"Apakah kau yakin ini tempat tinggalnya?" Ruangan di hadapanmu hampir-hampir tidak memiliki perabot. Meja rendah dan televisi yang ada di sana terlihat seakan memang hanya merekalah penghuni apartemen itu. Berlembar-lembar kertas berserakan di atas meja, ditindih oleh cangkir kosong dan laptop yang sudah mulai usang... laptop kerja, sepertinya. Ada stiker yang menempel di belakangnya, seperti lambang sebuah sekolah. Sleeping bag kuning terhampar mengenaskan di pojok ruangan.
Kau masih disibukkan dengan keherananmu kala kau mengintip ke salah satu pintu. Di saat Aizawa sendiri tidak mempunyai banyak perabot rumah, ruangan ini malah memiliki peralatan kucing yang lengkap. Benda-benda favorit Gudetama bergeletakan di atas lantai berlapis karpet. Minus camilan favoritnya yang saat itu lupa kau berikan ke Aizawa, tentunya. Ruangan itu terlalu besar dan menurutmu terlalu berlebihan. Gudetama hanya akan memilih satu lokasi favorit di saat ruangan ini seharusnya bisa diisi oleh setidaknya dua puluh kucing.
Pria ini benar-benar lebih memedulikan peliharaanya dibanding dirinya sendiri.
Kenyataan tersebut membuat hatimu terasa hangat.
Kau memiliki berita buruk untuk Hizashi. "Aku tidak ingin mengatakan ini. Tapi, jika Gudetama di sini? Kita pasti akan langsung menemukannya. Tidak ada tempat baginya untuk berembunyi."
Hizashi menahan tangis.
"Tak apa, tak apa! Aku masih tetap berpikir kalau dia tak akan pergi jauh-jauh."
Kalian berdua mencoba untuk berdiri di tengah-tengah ruang tamu untuk mendapat pandangan yang jelas ke segala arah. Ada dua ruangan yang saling berseberangan, salah satunya mengarah ke dapur dan lemari persediaan. "Kurasa kita harus melihat tempat yang ada makanannya. Gudetama bisa saja berada di atas lemari pendingin.
"Benar! Ayo—"
"Oi! Kalian berdua belum menemukannya?!"
Ya ampun.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lazy Egg [Aizawa x Reader] Translated fic
FanfictionKau bekerja di sebuah penangkaran hewan. Saat Aizawa Shouta mengadopsi kucing kesayanganmu, hidupmu mendadak jadi terikat dengannya. Anehnya, takdir itu seakan membawa keberuntungan kepadamu. Translated fanfic from Ao3 writer: mighty-mighty-man(Pair...