Narra dan Sinta keluar dari ruangan dokter Gigi. Narra menuntun Sinta keruangan apotik yang berada di rumah sakit Mulia sekedar mengambil obat yang telah di resepkan oleh dokter Tika.Narra mengajak Sinta duduk sembari menunggu obat. Sinta memegangi pipinya
"Ra" panggil Sinta. Narra menoleh
"Pipi gue" ujarnya
"Masih cantik kok sin" ucap Narra. Narra akui sebenarnya Sinta terlihat sangat lucu dengan pipi yang bengkak sebelah tetapi Narra tidak mau mengakui itu karena nanti akan membuat Sinta sedih
"Kali ini dengerin kata dokter ya sin" ujar Narra mengingatkan
"Iya ra, gak enak banget sakit gigi" katanya jujur. Narra tersenyum tipis
"Rajin sikat gigi kalau mau tidur, jangan makan coklat, gulali, permen pokoknya yang berbau manis-manis dulu" Narra mengikuti gaya berbicara dokter Tika
"Iya dokter Narra" ucap Sinta. Narra mendelik sedangkan Sinta sekarang sedang tertawa pelan sebab giginya terasa sakit saat tertawa.
"Ketawa terus" sindir Narra. Sinta meredakan tawanya dan memegang pipi kananya
"Iya nih udah" ucapnya
Seseorang masuk ke ruangan apotik membuat Sinta melihat kearah seseorang yang baru saja masuk. Mata Sinta memincing kala mengenali orang tersebut sedangkan Narra dia sedang sibuk dengan benda pipih nya.
"Ra" panggil Sinta
"Hmm" jawab Narra
"Itu" ujar Sinta
"Apa" Narra mendongak menatap Sinta
"Itu Raga kan" Sinta menunjuk cowok yang sedang berbicara dengan seorang apoteker. Narra mengikuti arah pandangan Sinta. Narra mengangguk ragu
"Gimana sama urusan kamera dia" tanya Sinta
"Udah di Kevin katanya sih butuh waktu sebulan" jawab Narra
"Lama banget" kata Sinta
"Lo tau kan Kevin itu sibuk, bahkan acara keluarga aja dia jarang hadir" ucap Narra. Sinta mengangguk
"Nyonya Sinta" panggilan apoteker membuat mereka berhenti berbicara. Narra menatap Sinta mengisyaratkan agar gadi itu yang mengambil obat nya
"Aw" rintih Sinta. Sinta berpura-pura saja kesakitan supaya Narra yang mengambil obatnya dan bertemu Raga disana. Raga masih berdiri disana dan berbincang dengan apoteker sepertinya berbicara serius.
Narra memutar bola matanya. Kalau bukan sahabatnyaa mungkin Narra sudah meninggalkan nya sejak tadi.
Narra berjalan kearah apoteker yang memanggil nama Sinta. Saat sudah dekat Raga berbalik badan sehingga membuat mata mereka bertemu. Narra menatap mata kecoklatan itu dilihatnya banyak kesedihan disana. Bukannya Narra pintar menerka-nerka hanya saja Narra dapat melihat dari sayu nya mata itu lelah itu yang juga dilihatnya.