Bagian 21. Mendadak Dikhitbah (2)

60 30 9
                                    

Sebelum membaca harap sudah melakukan ibadah wajib ya. Jangan jadikan membaca ini membuat teman-teman menunda salat atau ibadah wajib tersebut.
Terimakasih.... 😊

Selamat membaca semuanya 💬

"Kita tidak pernah tahu siapa yang akan menjadi jodoh kita. Yang sering ketemu belum tentu berjodoh, dan yang baru bertemu belum tentu tidak berjodoh. Jodoh memanglah unik."

---------------------••PENCARI••--------------------

🌸🌸🌸

AUTHOR POV

"Terimakasih atas kebaikannya Pak, Mas, dan Ira. Kami sekeluarga memohon maaf atas kesalahan kami sebelumnya." Ucap papa Tia yang berdiri tepat di depan ayah Ira dan di samping mama Tia yang masih memeluk erat tubuh Tia anaknya.

"Sama-sama Pak. Sekarang kita jalin silaturahmi keluarga ya. Anggap saja masalah kemarin sebagai kerikil hidup yang bertujuan menghapus dosa-dosa yang berlumuran dalam diri kita." Ucap ayah Ira kemudian bersalaman dengan papa Tia. Setelahnya, saling memeluk tanda berteman.

🍁🍁🍁

Tiga semester kemudian.

Memasuki semester ke delapan, dan menghadapi tamu spesial yang akan segera datang yaitu membuat skripsi. Begitu cepat waktu berjalan, hingga Ira tidak menyadari kini hampir selesai dia berkuliah di kampus idamannya.

Ketika ospek, dikejar-kejar tugas, berbagai dosen dengan segala macam sifat istimewanya, warna-warni kegiatan organisasi yang dia lalui, dan juga masalah antara dia dengan Tia. Berkat kesungguhannya dan kesabarannya berbagai halang rintang mampu Ira tebas. Tinggal beberapa lagi target yang harus dia libas habis hingga tuntas.

Kemudian tentang bagaimana Lucas memberitahukan bahwa dia mualaf yaitu ketika dia menjenguk Ira. Saat azan isya berkumandang, tiba-tiba Ira dan Cita kaget mendengar Lucas yang mengajak untuk salat isya berjamaah.

"Yuk udah azan. Ke masjid depan sana aja ya salat jamaahnya." Ajak Lucas kepada Cita. Karena Ira harus tetap di sana, tidak boleh ke luar dari rumah sakit.

"Lucas?" Ira pun memberanikan bertanya menatap tajam ke arah Lucas. Sebelumnya, dia saling bertatapan dengan Cita karena mereka benar-benar kaget bukan main.

"Iya. Aku sekarang mualaf." Lucas membenarkan. Seolah dia tahu apa yang dipikirkan oleh kedua sahabatnya itu.

"Alhamdulillah." Berbarengan Ira dan Cita mengucap syukur kepada Allah. Air mata haru pun turut menemani kebahagiaan dari keduanya.

"Alhamdulillah, Ya Rabb. Engkau sudah memberikan izin dan ridho-Mu sehingga seseorang yang hamba cintai bisa mencintai-Mu juga." Batin Cita sambil menunduk haru.

"Ayokkk buruan. Udah mau iqomah nih, nanti telat kamu yang repot." Ledek Lucas yang berhasil membuat rasa haru yang ada pada diri Cita berubah drastis menjadi kesal. Cita pun berdiri. Bersiap untuk mengejar Lucas. Dan, terjadilah kejar-kejaran keduanya -Lucas dengan Cita-. Mereka berlari tetap ke arah menuju masjid.

Ira yang masih bersandar di ranjangnya tersenyum haru. Akhirnya, yang diharapkan oleh Cita sahabatnya kini terwujud. Lucas menjadi seiman dengannya.

"Semoga mereka memang berjodoh. Aamiin..." Ucap Ira lirih.

Tia? Sekarang dia berteman baik dengan Ira dan juga Cita. Awalnya Cita ragu, karena dia merasa Tia hanya pura-pura baik supaya terbebas dari belenggu penjara, namun berkat pengertian dari Ira akhirnya Cita mau menerimanya.

About Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang