"Bukan maksud untuk membiarkan hal yang mungkin menyakitkan, hanya butuh waktu untuk mencari pemulihan."
-------------------••PENCARI••--------------------🌸🌸🌸
Author POV
Sejurus kemudian, tanpa disadari, kedua bola mata Ira dan Bagas saling bertemu beberapa detik dan kemudian masing-masing melepas pandangannya melanjutkan aktivitas masing-masing.
Walaupun tanpa sengaja bertatapan, baik Ira maupun Bagas merasakan hal yang sama, bergetar hati mereka merasakan adanya sentuhan hangat dalam hati masing-masing.
Ira POV
Aku tidak tahu kenapa jantungku berdegup kencang. Seolah ada yang bergejolak dan terjadi di dalam dadaku. Seketika itu juga, pipiku memanas. Diriku menegang. Dan segera aku tarik pandanganku darinya agar tidak terjadi zina mata.
"Ir, kenapa?" Tanya Lucas.
"Gak papa. Aku ke toilet dulu ya." Izinku kepada Lucas dan Cita untuk menetralisir perasaan aneh ini.
Berusaha berjalan segera mungkin agar cepat sampai di toilet. Aku tidak menghiraukan pemandangan sekitar yang banyak orang mondar-mandir di sekitarku.
"Hufff, ada apa ini? Aku sudah berusaha menjaga hati dan pandangan darinya. Karena sudah berjanji kepada Tia untuk menghindarinya. Apakah ini hanya perasaan biasa? Ah, iya. Aku harus yakin, ini pasti hanya perasaan biasa. Tidak lebih."
Batinku dengan memandang wajahku di cermin toilet.Kemudian aku kembali ke meja pengunjung, aku, Lucas, dan Cita. Menghiraukan rasa yang aneh tadi, dan bergegas menuju mereka.
"Udah ,Ir?" Tanya Cita.
"Udah Cit. Kalian udah selesai?" Tanyaku kepada mereka.
"Udah. Kalo makan udah, tapi kalo ngobrol lama sama kamu belum. Hehe..." Jawab Lucas dengan senyum seringainya yang menuju ke arahku.
"Idih..... Dari tadi kamu cuman becanda Mulu ceritanya. Aku nanya serius kamu malah becanda. Dasar." Saut Cita yang merasa jengkel pada teman lamanya itu.
"Eh, bener tahu. Ini gak becanda." Serius Lucas.
"Yee... Ya udah. Emang kamu mau ngobrol yang gimana? Orang kamu kalo ngobrol banyak becandanya." Ucap Cita dengan nada sedikit jengkel dan tidak langsung mengejek Lucas.
"Nggak ngobrol apa-apa sih. Ah, ya udah. Buruan katanya mau pulang." Ajak Lucas dan menarik jaket yang telah dia lepaskan dan diletakkan di belakang kursi pengunjung restoran. Memang sepertinya Lucas ingin berbicara kepadaku yang terlihat jelas dari sorot mata seriusnya dan raut muka yang berbeda tapi dengan cepat dia merubahnya kembali normal.
"Tuh kan. Malah gitu. Aneh banget. Udah ah, pulang yuk Ir." Jawab Cita dengan menarik lenganku dan segera mengajakku segera pulang.
"Eits, kalian mau pulang jalan kaki dari sini?" Goda Lucas pada Cita yang sudah terbakar rasa malas menghadapi Lucas.
Aku melihat Cita sedang berpikir dan seketika menjawab, "Oh, em... Anu, kita naik taksi aja."
"Loh, emang kamu bawa uang? Aku gak bawa lho." Ucapku polos. Yang segera dibalas genggaman erat tangan Cita. Pertanda Cita sedang tidak ingin dibantah siapapun.
"Tuh kan. Udah barengan sama aku aja. Lagi pula, taksi di sini mana ada sistem kredit?" Ucap Lucas serius dan kali ini bukan bercandaan.
"Hem, ya udah deh. Ya udah, ayok buru..." Kesal Cita yang masih menggandeng tanganku dan berjalan tergesa-gesa menghampiri mobil Lucas.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Memories [END]
Spiritual"Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi sebelumnya. Karena sebuah insiden tak terduga bertamu dalam hidupku. Tanpa aba-aba. Memang setelah insiden tersebut, hampir semua (beberapa) ingatan dalam otak ini aku lupakan. Bukan karena apa, melainkan...