Sebelum membaca harap sudah melakukan ibadah wajib ya. Jangan jadikan membaca ini membuat teman-teman menunda salat atau ibadah wajib tersebut.
Terimakasih.... 😊Selamat membaca semuanya 💬
"Mencintai bukan hanya perkara memiliki, mengikhlaskan dan melepaskan pun itu sangat berarti untuk terus menjaga silaturahmi."
---------------------••PENCARI••--------------------
🌸🌸🌸
AUTHOR POV
"He em. Iya Kak Bagas."
"What! Oh, aku benar-benar terkejut kalau sekarang. Berhasil kamu, Ra. Bikin aku terkejut kayak gini." Cita berbicara lebih keras dan tentu lebih kaget dari sebelumnya.
Yang ada di ruangan kelas, ikut memandang Cita yang berbicara tidak pelan sambil tersentak kaget, dari yang tadinya sudah duduk siap menunggu dosen kemudian tiba-tiba berdiri dan berbicara seperti itu. Tentu semua tertuju menatap tingkah Cita yang tempat duduknya berada di depan dengan Ira.
Dengan malu yang teramat, Cita meminta maaf kepada semua temannya yang ada di kelas. Kemudian kembali menata duduknya hingga datanglah dosen yang akan mengajar.
"Selamat pagi. Pagi ini kita akan melanjutkan mata kuliah manajemen bisnis, silahkan kalian baca dulu materinya kemudian kita akan diskusikan bersama." Salam dosen berperawakan tinggi namun sudah terlihat tua. Berkaca mata dengan kemeja biru muda yang menenangkan. Lalu memberikan perintah untuk memulai perkuliahan.
"Baik Pak." Seluruh mahasiswa serentak mengucapkan dua kata itu.
🍁🍁🍁
Sore setelah kuliah, dan setelah menyempatkan untuk syuro (pertemuan) seluruh anggota organisasi yang Ira ikuti, langsung dia menuju rumah sakit dengan diantar sahabatnya Cita.
Bukan sakit. Dia ke sana untuk menemui seorang dokter yang dulu pernah mengkhitbahnya namun tertolak, Kak Rizky. Sebenarnya Ira bingung dengan bahasa dan kalimat seperti apa supaya tidak terkesan menyinggung perasaan Kak Rizky. Sekuat tenaga dan pikiran Ira terus meyakinkan diri bahwa dia bisa.
Tiba di ruang dokter. Terlihat seseorang dengan jas dokter yang begitu elengan terduduk sambil menatap dan mencorat-coret kertas berisi laporan kesehatan para pasiennya.
Tok! Tok! Tok!
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Ira dan Cita berbarengan.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Oh, silahkan masuk. Duduk di sini kalian." Jawab Kak Rizky kemudian menawarkan mereka untuk duduk di sepasang kursi di depannya.
"Kalian ke sini mau ngapain?" Tanya Kak Rizky yang masih sibuk mencorat-coret lembar kertas kerjanya.
"Em, ini Kak undangan buat Kak Rizky." Ucap Ira kemudian menyodorkan sebuah undangan pernikahan yang begitu cantik.
"Undangan? Siapa yang menikah?" Kak Rizky kemudian menyingkirkan kertas-kertasnya. Lalu melihat sebuah undangan yang sudah Ira sodorkan ke arah Kak Rizky yang tergeletak di meja kerjanya.
"Ka-kamu, Ra?" Tebak Kak Rizky sedikit ragu. Hingga sepasang bola matanya menatap lurus ke arah Ira duduk.
Memang terkejut akan adanya berita ini. Sudah dia usahakan untuk terus mengejar Ira, namun kali ini benar-benar menyakitkan. Baru saja dia mengumpulkan niat untuk segera mengkhitbah lagi setelah Ira sudah pulih seperti sekarang. Tetapi gagal, sudah didahului orang lain. Bagaimana dia harus menahan semua perasaannya ketika menerima undangan ini? Bagaimana sikap yang seharusnya untuk menghadiri pernikahan seseorang yang jelas masih dicintainya? Dan bagaimana dia harus mengucap selamat atas pernikahan seseorang yang masih ada di hatinya? Sedetik itu juga, Kak Rizky ingin sekali menumpahkan rasa kesal dan sesalnya. Ingin sekali berlari ke sebuah hutan yang sepi untuk memenangkan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Memories [END]
Espiritual"Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi sebelumnya. Karena sebuah insiden tak terduga bertamu dalam hidupku. Tanpa aba-aba. Memang setelah insiden tersebut, hampir semua (beberapa) ingatan dalam otak ini aku lupakan. Bukan karena apa, melainkan...