Dia Daisy-2

153 47 117
                                    

Jatuh cinta itu hanya awalnya. Selebihnya banyak luka yang harus kamu tanggung.

________________________________________

Daisy perlahan membuka jendela besar di samping rumah. Itu adalah jendela kamar Dara. Daisy nekat lewat jendela karena pintu kamar sepupunya itu dikunci dari dalam, lampunya pun terlihat sudah redup. Beruntung, kamar gadis jutek itu terletak di bawah.

Rencananya, ia akan meletakkan alat lukis di samping tempat tidur Dara. Lalu, meletakkan note yang sudah ia siapkan di sakunya. Agar nanti Dara tak kebingungan dari mana barang itu berasal.

Namun, ekspetasi hanyalah ekspetasi. Ia malah kagum dengan suasana remang-remang dihadapannya. Beberapa lampu tumblr putih menggantung indah mengitari dinding bercat abu itu. Ini adalah kali pertama Daisy masuk ke kamar Dara.

"Wah ... Bagus banget kamar kamu, Ra."

Daisy sudah lupa apa tujuannya sejak awal kesini, juga mengagetkan Dara yang sedang duduk bersandar di kepala ranjang dengan tangan yang menumpu buku tebal.

Dara berdecak sebal. "Ngapain lo?" tanyanya pada Daisy yang masih menganga, sambil menyembulkan kepalanya di sela-sela gorden.

Daisy berkedip bingung, lalu melirik paper bag yang menggantung di tangannya. "Oh, iya, lupa." Daisy berjalan menuju Dara sambil menyengir lucu. "Ini aku beliin tadi."

Dara mengernyit bingung, tapi tetap menerima paper bag cukup besar yang disodorkan Daisy. Ia melirik sekilas isinya yang membuat senyum tipisnya yang jarang ia tampilkan terbit.

"Aku minta maap ya udah bikin kamu kesel, jangan marah lagi ya, Ra." Daisy menunduk sambil menggoyang-goyangkan tubuh mungilnya, membuat siapapun akan menjadi gemas.

Dara bangkit, memeluk tubuh Daisy sekilas lalu melepasnya. "Enggak apa-apa, tadi cuma kesel sedikit aja kok."

"Kenapa nggak banyak?" tanya Daisy dengan lugunya.

"Emang mau?" Daisy menggeleng cepat.

"Jangan! Kalo Dara kesel lagi, sedikit aja kaya tadi yah," balasnya yang mampu membuat Dara terkekeh pelan.

Daisy adalah salah satu semangatnya untuk tak mudah mengeluh. Daisy yang ditinggal ibu kandung nya waktu umur 3 tahun entah kemana, juga ditinggal ayah dan ibu tirinya selama-lamanya saja masih bisa ceria. Kenapa ia tidak?

•••

Daisy turun dari mobil yang dikendalikan Gara.

"Bang Gara sama Dara hati-hati ya." Gara dan Dara yang duduk di dalam mobil mengangguk singkat.

"Ingat! Nanti pulangnya nungguin abang jemput dulu, ya," ucap Gara.

Daisy mengacungkan jempolnya pada Gara, pertanda gadis itu akan menurutinya.

Perlahan mobil Gara melaju meninggalkan area sekolah Daisy untuk mengantarkan Dara ke sekolahnya. Dulu Daisy dan Dara satu sekolah. Namun, nyatanya Dara tak nyaman pada suasana disini.

Daisy berjalan dengan riangnya di koridor yang nampak masih sepi sambil sesekali bersenandung kecil. Hingga tak sadar menabrak pria yang berjalan di depannya.

"Maaf," ucap Daisy pelan. Ia perlahan mendongak hingga matanya bertubrukan dengan mata biru yang pernah ia lihat kemarin. Kalung hitam dengan bandul petir yang ia lihat kemarin pun masih menggantung indah di rahang kokoh milik pria itu.

Ah ... Pantas saja kemarin ia seperti tak asing dengan pria ini. Pria itu adalah ketua basket di sekolah menengah atas yang ia tempati. Juga setingkat lebih tua darinya.

Daisy dulu sering menonton pria ini tanding basket, karena menemani Dara yang gila akan permainan bola berwarna orange itu.

Perlahan, pria ber-name tag 'Cleosa Aster melviano' itu mengikis jarak yang ada. Hingga kini tubuh mungil Daisy tenggelam di pelukan pria bertubuh tinggi semampai itu.

Tubuh Daisy tak dapat memberontak, seakan ia nyaman dengan rengkuhan Aster.

Sebuah bisikan dari Aster mampu membuat tubuhnya meremang tanpa sebab.

"Mulai hari ini kamu kekasihku."

•••

Setelah bel istirahat pertama berbunyi, Daisy segera merapikan alat tulisnya. Berjalan sambil meloncat-loncat kecil, membuat rambut yang tadi pagi Dara kepang satu di belakang itu terombang-ambing.

Namun, tak lama, ia merasa ada tangan kekar merangkulnya hangat. Membuat langkahnya yang tadi layaknya anak kecil kembali normal.

Ah! Sepertinya Daisy lupa. Saat Aster mengklaimnya sebagai kekasih ia hanya bisa mengangguk lugu mengiyakan.

Apa salahnya sesekali mencoba berhubungan lebih dengan seseorang?

"Makan!" titahnya pada Daisy saat Aster sudah kembali dari memesankan makanan.

"Kakak nggak makan?" Aster tetap diam, pria itu sibuk meneliti seluruh inci wajah Daisy, membuat sang empu sedikit salah tingkah.

"Kakak kenapa liatin aku kaya gitu? Wajah aku ada bisulnya ya?" pertanyaan itu sontak mampu membuat Aster menampilkan segaris senyuman di wajah tampannya.

"Kakak ganteng banget kalo senyum." Tubuh Aster bereaksi karena pujian dari kekasihnya. Juga, sedikit terkejut Daisy bisa se-teliti itu.

"Makan, Chi." Ah ... Nada serak-serak basah itu begitu disukai Daisy.

Daisy menurut, gadis itu menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Aster tentu senang, gadisnya sangat penurut.

Aster diam saat Daisy menyodorkan sesendok nasi goreng di depan mulutnya.

"Kakak juga makan ya, aaa ...." Sesuap nasi goreng itu telah dilahap oleh Aster. Ia seperti anak kecil sekarang. Ia akhirnya bisa merasakan hangatnya figuran seorang ibu yang sedang menyuapi anaknya. Yah... Meski hanya figuran, tapi tak apa, itu jauh lebih baik.

"Lagi." Nada sedih dan rapuh begitu jelas terdengar di telinga normal Daisy. Meskipun Aster berusaha menutupinya.

Ada apa dengan Aster? Ada apa dengan kekasihnya?

To be continue...

Salam manis,
Scorpiony_

Dia DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang