Ahgamua

5 1 0
                                    

Pada pertengahan tahun 2013 aku memutuskan menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Selama hampir 4 tahun lamanya melalui kerasnya ujian dan rumitnya tes oral, aku mendapatkan gelar sarjana dari jurusan prestisius tersebut.

Aku melanjutkan program profesi dokter di tempat yang sama dan menjadi koasisten selama 1,5 tahun di Rumah Sakit Sulianti Saroso di Tanjung Priok. kemudian akhirnya disumpah dokter, sebagai tanda berakhirnya pendidikan. Lalu menyelesaikan UKDI serta mengurus STR untuk melakukan program internship pemerintah.

Di tengah kerasnya persaingan memperebutkan wahana, aku pun harus menerima nasib buruk yang menimpaku. Bukan karena letaknya yang jauh di ujung nusantara, tapi karena kondisi kesehatanku yang sedang menurun karena demam. Berulang kali saudara perempuanku melarang akan keberangkatanku, namun aku tetap memaksakan tubuhku untuk pergi. Seolah negeri labadios tersebut memanggilku untuk meninggalkan kampung halamanku.

Dengan menaiki pesawat Noil Airlines JT 794 aku berangkat dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta CGK dan sekali transit di Bandar Udara Sentani DJJ. Akhirnya setelah kurang lebih 12 jam perjalanan kami tiba di Bandar Udara Wamena WMX menggunakan pesawat Wadai Bings Airlines IW 1632. Pemandangan alam yang indah serta udara dingin Wamena seakan menyambut kedatanganku

Wamena merupakan ibukota Kabupaten Jayawijaya. Berbeda dengan Jayapura, Merauke, Timika, Manokwari, ataupun Sorong yang terletak didaerah pantai atau teluk, Wamena berada di pedalaman, di Lembah Baliem, wilayahnya diapit oleh pegunungan Jayawijaya. Ada sungai besar yang mengalir disana yaitu Sungai Baliem. Kelebihan lain tempat ini dibanding daerah Papua lainnya adalah budayanya. Suku yang mendiami lembah agung tersebut masih kuat mempertahankan adat budayanya seperti Suku Dani, Nduga, Hubula, dan Walak.

Kebanyakan orang menganggap bahwa Suku Dani termasuk kelompok yang tertutup disebabkan kondisi sosial politik Wamena yang berbeda dengan daerah lain. Namun, setelah beberapa lama aku mengamati, sebenarnya mereka adalah orang yang ramah.

Penduduk lokal Wamena umumnya bermata pencarian sebagai petani atau peternak. Mereka menanam palawija, umbi-umbian, dan tembakau. Sebagaian kecil lainnya menjadi pembuka lahan, penebang kayu untuk dipasarkan dikota. Sementara pendatang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang, membuka usaha, dan pegawai pemerintah.

Wamena dulu adalah daerah yang terisolasi, tidak banyak akses yang bisa menghubungkan ke Lembah Baliem tersebut. Seluruh arus barang dan manusia harus melalui akses udara sehingga semua barang dan jasa di Wamena menjadi mahal. Namun, berkat kerjasama PUPR bersama TNI akhirnya lokasi yang sebelumnya hutan pun menjadi akses jalan darat via Mamugu, Habema. Jalan sepanjang 284,3 km tersebut merupakan bagian dari megaproyek pembangunan jalan Transpapua sepanjang 3.800 km yang kini sedang dilakukan oleh pemerintah.

Aku mendapatkan penempatan di RSUD Wamena dan menempati mess yang disediakan oleh pihak rumah sakit, tepatnya di daerah Kama. Hari demi hari, aku mulai beradaptasi dengan lingkungan yang ada disana. Mulai dari orang tua yang memakai koteka, hingga babi hutan yang biasa berkeliaran.

Kebanyakan pasien yang kutangani umumnya anak-anak beringus, batuk pilek, dan keluar cairan di telinga. Mereka juga banyak yang terkena bronchopneumonia karena tinggal di honai yang berasap, atau menghirup asap rokok. Gejalanya dapat berupa sulit bernapas, sesak dada, suaranya kasar, bahkan banyak yang meninggal karena penyakit ini. Kemungkinan permasalahan umum terletak pada pendidikan dan cara hidup.

Dokter internship yang ditempatkan di RSUD dengan dua jenis rotasi: UGD dan bangsal. Aku diperbolehkan menangani pasien, tetapi dibawah supervisi dokter pembimbing dan dokter PTT. Selain itu, ada juga rotasi puskesmas, tetapi hanya puskesmas pilihan. Aku boleh memberi resep, tetap dibawah supervisi. Demikian juga dengan tindakan minor. Disana ada dua puskesmas, Puskesmas Wamena Kota dan Hom Hom. Yang lainnya adalah puskesmas pembantu.

Kembalinya Sang DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang