"Hidup adalah serangkaian perubahan alami dan spontan. Jangan melawan mereka itu hanya menciptakan kesedihan. Biarkan kenyataan menjadi kenyataan. Biarkan segala sesuatu mengalir secara alami berlangsung dengan cara apa pun yang mereka suka," Lao Tzu.
Sebuah Pepatah cina kuno sesaat terlintas di dalam pikiranku. Tentang bagaimana cara seorang manusia dalam menjalani kehidupannya. Namun, bagaimana jika penderitaan dan ketakutan terus membayangi setiap langkah. Apakah harus dengan menahan ego dan terus menjalani setiap proses disentegrasi
yang ada.Kondisi kami sekarang bak seorang anak kecil yang kehilangan pegangan arah dalam pekatnya kegelapan. Rasa takut dan kecemasan berpadu menjadi satu, menyelimuti keheningan bayangan. Meski jiwa tergores dalamnya luka, hati meronta-ronta berputus angan. Keteguhan diri, serasa terus berkobar penuh semangat, tak pernah sudi tuk menyerah. Bagiku, kesulitan hanyalah untuk mereka yang lemah dan berputus asa.
Aku dan Kazuki berjalan menelusuri koridor bangunan besar tersebut. Keluar masuk ruangan, tanpa tahu maksud yang di lakukannya. Dia seperti orang kebingungan, aku pun tak tahu bantuan apa yang bisa kuberikan padanya.
"Apa kau sedang mencari sesuatu?" tanyaku.
"Kau pasti tak mendengarkan tadi? Aku sedang mencari sesuatu yang dapat kugunakan untuk bertahan hidup."
"Apakah dirimu serius ingin mengkuti permainan ini? Aku tak habis pikir bagaimana seseorang dapat mudah membunuh orang lain untuk sebuah alasan sederhana."
"Mulai sekarang, rasa kemanusiaan sudah tidak berguna. Di tempat ini, konsep Survival of The Fittest sedang terjadi. Sebuah hukum, dimana terkuatlah yang bertahan, sedangkan yang lemah akan tersingkirkan," jawabnya sambil tersenyum.
"Jadi, kita benar-benar akan melakukan pembunuhan. Kau pasti sedang bercanda!" kataku tak percaya.
"Lakukanlah apa yang menurutmu benar. Sedangkan aku!"
Kazuki mengambil sebuah koper besar yang tersebunyi di balik gorden kamar. Setelah benda itu terbuka, terdapat peralatan senjata lengkap, beserta buku panduannya.Sebuah belati kembar, baju amor, pisol jenis P1911, serta senapan laras panjang bertipe AKS-74U. Aku dulu pernah menjalani suatu pelatihan forensik balistik, sehingga memiliki sedikit pengetahuan akan berbagai jenis senjata.
"Gunakanlah semua ini untuk mempertahankan hidupmu!"
"Kau sendiri?"
"Tak perlu menghawatirkanku, aku cukup yakin dengan kepalan tinjuku!" ucapnya sambil menunjukkan kepalan tangannnya berulang kali.
"Aku mempunyai sebuah rencana, bagaimana kalau kita saling bekerja sama. Hingga akhirnya kita berdua yang akan tersisa. Setelah itu baru kita pikirkan jalan keluar dari masalah ini," sarannya.
"Tentu, aku tidak keberatan. Tapi aku tak sanggup melakukan sebuah pembunuhan."
"Serahkan saja masalah itu padaku. Kau hanya perlu diam, tanpa perlu mengotori tanganmu."
"Baiklah, aku mengandalkanmu."
Kami lalu menelusuri ruangan lainnya dengan hati-hati, susana rumah tersebut menjadi sangat hening dan sunyi. Tak terlihat seorang pun berlalu-lalang di hadapan kami. Semua orang tampaknya bersembunyi dari ancaman kematian, yang menebar di segala penjuru tempat ini. Kazuki lalu mengajakku masuk ke ruangan lounge, sebuah tempat bersantai mewah, yang biasa di gunakan pengunjung untuk memanjakan diri. Tempat ini menyediakan berbagai mankanan ringan, minuman, terlebih sebuah pertunjukkan musik pada event tertentu.
Terlihat Alvaro tersenyum dari kejauhan, seolah menyambut kedatangan kami, dia mempersilahkan kami duduk di sebuah sofa berhiaskan bunga marigold. Dengan ramah, dia melayani segala pesanan kami dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Sang Dosa
Misteri / ThrillerSederet petualangan berbahaya demi mengungkapkan kasus tak terpecahkan akan dimulai. Munculnya anggota eksekutif organisasi bawah tanah mengantarkan kita pada kisah sebenarnya. lembaran masa lalu kelam berlahan terbuka. Sisi gelap kehidupan yang ter...