Setelah beberapa waktu kemudian, kondisi tubuhku telah sepenuhnya pulih. Aku akhirnya bisa menjalani keseharianku seperti biasa. Pihak rumah sakit menempatkanku di sebuah ruangan yang berada di ujung koridor lantai dua, sebagai seorang dokter umum di rumah sakit tersebut.
Dibantu oleh seorang perawat, aku menjalani padatnya jadwal, serta kesibukan praktek yang menjadi rutinitas baruku. Pasien yang datang memiliki berbagai macam penyakit, mulai dari akut, hingga kronis. Akhirnya, aku menyadari pentingnya manfaat program internship yang telah kulakukan selama ini.
Saat akan kembali dari kantin setelah istirahat siang, aku mendengar bunyi kegaduhan yang berasal dari ruangan poli jiwa. Kebetulan pintu ruangan tersebut sedikit terbuka, terlihat olehku dua orang yang saling beradu agrumen. Sejujurnya aku tidak ingin menguping pembicaraan mereka, tapi keinginanku mengalahkan rasa bersalahku. Ketika aku menyimak dengan seksama percakapan mereka, pintu terbuka. Dokter tersebut dengan wajah penuh emosi, menunjuk orang yang berada dalam ruangan tersebut.
Saking marahnya dia bahkan sempat mengatakan kata-kata sumpah serpah untuk menenangkan jiwanya. Aku tak habis pikir, orang yang terkenal ramah di kalangan staf rumah sakit, sampai bisa bersikap seperti itu.
Aku mengangguk canggung memberikan salam saat ia lewat di depanku
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya masih diliputi amarah dalam suaranya.
"Saya kebetulan lewat pak," dustaku.
Dia pun melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata lagi, meninggalkan pasien yang berada dalam ruangan tersebut.
Pasien tersebut lalu bangkit, dan lekas keluar tanpa menghiraukan keberadaanku sama sekali. Saat aku melihat wajahnya aku teringat dengan pria aneh yang dulu sempat mengerjaiku.
"Maaf, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku sambil menepuk bahu kirinya.
"Mungkin anda salah orang nyonya!"
"Tidak-tidak, wajah dan kelakuanmu mana bisa aku lupakan semudah itu, Tuan Kazuki Dhammac!" jawabku penuh dengan keyakinan.
"Ternyata matamu cukup jeli, tidak seperti otakmu!" ungkapnya sambil tersenyum sinis.
"Apa kau bilang!"
"Sebentar itu tidak penting, sebenarnya apa yang tadi sedang kau lakukan di dalam ruangan tersebut?" tanyaku penasaran.
"Oh, aku hanya sedang menyelediki rumor yang beredar, dan ternyata dugaanku benar," ungkapnya.
"Maksudmu?" Tanyaku penasaran.
"Salah satu kerabat tetanggaku yang pernah berobat di poliklinik ini, seorang penderita gangguan bipolar akut. Keluarga mereka bahkan berani membayar mahal untuk obat yang diresepkan dokter tersebut, meskipun harganya mencapai 200 kali lipat dari harga pada umumnya.
"Selama satu bulan dia mengkonsumsi obat tersebut sesuai anjuran dokter. Tapi keadaanya semakin memburuk, bahkan dia sempat mengalami penyakit gagal ginjal. Beberapa kali dia mengajukan komplain pada dokter tersebut, tapi jawaban yang dia dapat tidak seperti yang diharapkannya. Dokter hanya mengatakan bahwa hal itu merupakan efek dari proses penyembuhan. Saat mendengar cerita itu, aku menduga ada bisnis gelap yang datang dari persaingan dunia farmasi.
"Aku lalu menyamar menjadi cleaning service disini, untuk menyelidiki latar belakangnya."
"Hasilnya?"
"Seorang duda kaya raya yang tinggal seorang diri. Penggemar music rock, dengan hobi tenis lapangan di akhir pekan. Memiliki kebiasaan swafoto, dan punya alergi terhadap kacang. Meski cerdas dan rapi, dia orangnya ceroboh dan sering bosan dengan hal yang di kerjakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalinya Sang Dosa
Mystery / ThrillerSederet petualangan berbahaya demi mengungkapkan kasus tak terpecahkan akan dimulai. Munculnya anggota eksekutif organisasi bawah tanah mengantarkan kita pada kisah sebenarnya. lembaran masa lalu kelam berlahan terbuka. Sisi gelap kehidupan yang ter...