Catatan Masa Lalu

2 0 0
                                    

Namaku Zalamir Nasution, yang berarti seorang pemimpin pemberani yang tak kenal kata menyerah dalam kehidupannya. Mungkin itulah harapan kedua orang tuaku saat mereka memberikan nama padaku. Siapa sangka hal tersebut sudah mulai kurasakan sejak usia dini. Sejak kecil aku sudah terbiasa dengan yang namanya kekerasan dari seorang ibu, tidak seperti kehidupan anak kecil pada umumnya yang di penuhi dengan berbagai kasih sayang. Aku selalu di marahi, di pukul, bahkan di siksa hanya karena sedikit berbuat nakal. Aku pun awalnya memakluminya. Namun, lama kelamaan setiap hari dia mulai memukulku tanpa sebuah alasan yang jelas.

Setiap kali dia marah karena suatu hal, ibuku lantas mencariku dan melampiaskan amarahnya dengan menyakitiku. Berulang kali ayahku mencoba mencegah dan menegurnya, namun dia tidak pernah peduli, bahkan selalu mengabaikan dan mengulangi lagi perbuatannya. Mungkin karena lemahnya kondisi ekonomi keluarga kami saat itu, yang membuatnya stres dan frustasi sehingga melakukan semua perbuatan itu. Puncaknya ayahku menceraikanya karena sudah tidak tahan dengan kelakuannya.

Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu dengan ibuku, kondisi kehidupan kami berdua pun mulai berangsur tenang. Ayahku yang mempunyai toko kelontong kecil pun mampu mencukupi kehidupan kami berdua sehari-hari. Namun, lama kelamaan toko kami semakin sepi dan ayahku terlilit hutang yang cukup banyak. Aku pun lalu mencoba mulai berhemat dan mencoba mencari pekerjaan sampingan untuk membantu keuangan keluarga. Aku bekerja di sebuah toko roti setiap pulang sekolah hingga waktu arut. Namun, aku hanya diam ketika ayah memarahi dan membentakku sebab kepulanganku yang selalu telat hingga malam tanpa pernah memberitahukan keberadaanku yang sebenarnya. Alasan aku diam karena dia pasti tidak akan pernah mengizikanku untuk kerja dan selalu meyuruhku untuk fokus belajar. Mungkin dia mengira aku pergi dengan temanku yang ke tempat-tempat yang tidak jelas.

Pada suatu hari aku berpapasan dengan seorang sales wanita di sebuah jalan saat sedang pulang kuliah. Saat dia mencoba menawarkan barangnya padaku, tiba-tiba dia memalingkan muka dan mencoba untuk lari. Aku pun dengan cepat menarik tangannya dan mencoba melihat wajanya. Aku sungguh kaget, karena ternyata dia adalah ibuku yang selalu kucari keberadaannya. Aku lalu menanyakan alasan kenapa dia lari dariku padahal aku sudah lama memaafkan perbuatannya.

Ibuku berkata bahwa dia sangat menyesal dengan perbuatannya dulu dan pernah beberapa kali mencoba menemuiku dengan datang kerumah kami. namun, selalu membatalkan niatnya karena rasa bersalah sewaktu dulu.

Aku pun mengajaknya duduk dan dia mulai menceritakan kehidupannya setelah bercerai dari ayahku. Ibuku menikah lagi dengan seorang pengusaha yang cukup kaya. Awalnya kehidupannya cukup baik sampai suatu saat dia memergoki suaminya sedang berkencan dengan orang lain saat berada di salah satu pusat perbelanjaan di kota. Lalu malamnya terjadi perdebatan hebat dan akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah.

Lelah akibat beban hidup dan penghianatan, membuat ibuku memutuskan untuk menutup hatinya. Dia memilih untuk hidup sendiri dengan bekerja dengan menjadi seorang sales untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

Dia lalu bertanya keadaan kami berdua setelah itu, aku pun menceritakan kerasnya perjuangan kami dalam menjalani kehidupan.

Sejak saat itu aku selalu diam-diam menemui ibuku tanpa sepengetahuan ayah. Kami saling berbagi cerita dan menceritakan segala keluh kesahku kepadanya. Namun, kesenangan yang kami rasakan seolah tak berlangsung lama. Saat kuliah sedang berlangsung tiba-tiba ponselku bergetar dengan sebuah nomer yang tak kukenali, saat mengangkatnya aku pun segera mengetahui bahwa ibuku sedang berada di rumah sakit karena insiden kecelakaan dan kondisinya sedang kritis.

Aku pun langsung berlari keluar dari kelas dan bergegas menuju arah rumah sakit. Setelah sampai, aku dengan panik menyakan ruangan ibuku dan ingin bergegas masuk kedalam ruangannya. Namun, karena kondisinya yang cukup parah, membuatku hanya bisa melihatnya dari luar kaca ruangan ICU. Setelah menunggu cukup lama dengan perasaan penuh khawatir, Seorang dokter akhirnya keluar dan menyatakan kondisinya sudah tidak bisa di selamatkan lagi. Dia pun memberikan secarik kertas yang berisikan sebuah tulisan kepadaku. Dokter tersebut menjelaskan bahwa itu adalah kata-kata terakhir yang susah payah ingin dia sampaikan sebelum kematiannya, dan dia meminta tolong untuk menyampaikannya pada seorang wanita muda yang akan datang menjenguknya.

Kembalinya Sang DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang