Penyesalan

1 0 0
                                    

Jarum jam masih berdenting, menandakan waktu yang masih berjalan. Aku terdiam tak sanggup bergeming, melawan sebuah kemalangan tiada arti. dalam pupusnya harapan di tengah sempitnya pikiran.Tak sanggup menanggung beban penyesalan terdalam, tanpa daya melihat keberadaan jiwa yang hilang.

Setelah perjuangan panjang yang melelahkan, kami pun akhirnya telah sampai di lantai dua, semakin dekat dengan akhir permainan bertahan hidup. Rasa penasaranku seakan telah mencapai puncaknya, ingin segera tahu siapa sosok dalang pembuat masalah ini.

Dari kejauhan, terlihat seseorang yang sembari tadi memerhatikan kami berdua. Dia lalu berlahan menghampiri kami, aku pun dengan sigap mewaspadai semua pergerakannya. Mengingat perubahan ekstrem, yang terjadi pada semua orang di tempat ini.

"Tuan Gai Nineties, apa kau sedang ada urusan dengan kami?"

"Tidak denganmu, tetapi dengan orang yang berada di sampingmu," jawabnya mengacuhkanku.

"Ada urusan apa seorang Gay sepertimu dengan orang normal sepertiku?"

"Bercandamu berlebihan Kazuki!"

"Tidak aku serius, lihat saja perawatan tubuh yang dilakukannya. Bulu mata yang diwarnai, sisa krim taurin di sekitar garis dahi. Mata lelah kemerahan khas penggemar klub malam. Dan juga celana dalam bodohnya, yang terlihat di atas garis pinggang, sebuah merk khusus. Dan juga fakta, kau terus mengedipkan matamu ke arahku selama 10 kali. Oh, kali ini yang kesebelas! Apa kau mempunyai kebiasaan aneh ini dari lahir," ucap Kazuki.

"Benarkah itu" kataku kaget.

"Seperti seseorang yang kuharapkan. Pertunjukan bela dirimu pun sangat memukai tadi"

"Aku tidak ingin berurusan denganmu dulu, bagaimana kalau kita bekerja sama sekarang. Aku akan membantu kalian mengalahkan musuh yang tersisa di rumah ini, bagaimana?" tawarnya.

"Bagaimana kalau kita terima tawarannya saja Kazuki, semakin banyak sekutu, semakin bagus."

"Terserah kau saja"

"Kami kemudian mulai mengecek ruangan di lantai tersebut satu persatu. Hingga akhirnya di sebuah kamar luas. Konsepnya unik, dengan bentuk bangunan berupa persegi atau kotak yang tampak kaku.Setiap tiang berdiri dengan sejajar dari sisi satu ke bagian lainnya. Sementara di bagian atas, ujung atap bangunan berbentuk segitiga kecil dan banyak. Ruangan tersebut bak sebuah perpustakaan besar, banyak rak dipenuhi kumpulan buku yang tersusun rapi di dalamnya. Pemilikanya pastilah seorang cendikiawan besar, yang selalu haus akan dalamnya ilmu pengetahuan.

"Siapa yang menempati ruangan ini?" tanyaku.

"Siapa lagi kalau bukan, pria paruh baya yang merupakan pemilik dari tempat mewah ini. Keadaan ruangan yang hening ini, seakan memberitahu kita bahwa ada sesuatu yang tersembunyi disini. Aku yakin pasti terdapat suatu jebakan mematikan yang telah terpasang di tempat ini!"

"Kau sepertinya benar," Gai membenarkan perkataan kazuki sambil melangkah masuk menyusul kami.

Setelah pintu tertutup, terdengar suara musik klasik terdengar menenuhi ruangan tersebut. Sebuah semburan gas tiba-tiba keluar dari seluruh tempat, sampai-sampai membuat pemandangan kami kabur. Sesaat kemudian seorang yang tak asing bagi kami, muncul dari balik sekat ruangan, yang berada tak jauh dari lokasi kami berdiri. Dia meloncat-loncat sambil tertawa, dengan keadaan wajah yang tertutup dengan masker regulator.

"Pemikiranmu tepat sekali, tapi sayangnya kau telah terlambat. Seluruh ruangan ini telah tercemar dengan sebuah gas tidur, yang telah aku persiapkan sebelumnya. Saat pandangan kami mulai kabur, Kazuki dengan cepat mencengkram leher Tuan Elwin. Kemudian membantingnya ke lantai dengan cepat.

Kembalinya Sang DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang