19. Dinner

964 146 41
                                    


"Nyonya Oh?"

"Ye?" Aku tersontak kaget, baru kali ini aku mendengar orang lain memanggilku dengan sebutan itu. Kupandangi pria tinggi yang mengenakan jas itu dengan seksama.

"Ada yang ingin dibicarakan." Dengan sopan ia memintaku jalan lebih dulu, tapi aku masih berdiam diri memandangi mobil sedan hitam yang tak jauh dari kami. "Sebelah sini, nyonya..."

.
.
.

"Beli obat pengar kok lama?" Ketus Naera menyikutku yang baru saja duduk. Kubalas Naera dengan tersenyum sengaja memintanya untuk tidak membahas lebih jauh.

"Eh, sunbae menang taruhan tuh."

Segera kupandangi Sehun yang tengah meneguk segelas bir dimeja yang sedikit jauh dari kami. Pria itu melakukan sebisanya untuk beberapa lembar uang yang harusnya dapat dengan mudah ia peroleh dengan duduk diam dibangku kebesarannya. Pria sepertinya terlihat menyedihkan, yakan?

Wajahnya Sehun memerah, ia masih saja tersenyum dan tertawa bersama beberapa teman-temannya disaat aku sadar ia hampir mencapai limit batas minumnya.

"So Eun? Kau yakin bisa?" Begitulah Baekhyun melemparkanku pertanyaan saat kutawari untuk membawa tubuh pemabuk ini pulang.

"Yakin sunbae." Aku tersenyum dengan susah payah sembari menegakkan tubuh Sehun yang sudah bersandar pada tubuhku.

"Hubungi aku kalau ada apa-apa. Kami duluan." Aku mengangguk pada Baekhyun, meyakinkan dirinya bahwa aku bisa mengatasi ini.

"Sehun, ayo!" Kutarik pingangnya bersamaku, membawa tubuh berat yang setengah sadar itu pulang. Beberapa kali kami harus berhenti dan aku terpaksa menyandarkan Sehun kedinding terdekat. Kuhela nafasku kuat kemudian kembali merangkul pinggangnya. "Kajja!"

"Hwuek!" Segera kututup mulut Sehun dan menyingkir kepinggir trotoar. Kutepuk dan kupijat lehernya, sementara tanganku yang satu lagi aku jauhkan darinya karena terkena muntahan dari mulutnya.

"Auh! Menjijikkan!" Aku segera menunduk sembilan puluh derajat ketika kudengar suara seorang wanita yang tanpa sengaja melintas dan memperhatikan kami.

"Bawa dia pergi!" Pemilik toko bunga memandangiku setelah membuka pintu tokonya. "Kenapa tidak pesan taksi saja!"

"Mianhabnida... mianhabnida..." Segera kubawa Sehun pergi secepat yang kubisa.

Perjalanan kami masih panjang, setelah menelusur komplek perumahan kami masih harus melintasi gang-gang sempit untuk sampai kerumah. Digang sempit yang temaram itu, kusandarkan Sehun kesisi dinding sekaligus menarik nafasku dalam. Ia terduduk disana dengan wajah mabuj beratnya. Kukeluarkan tisu dari dalam tasku dan kuusap mulutnya lembut.

"Neo!" Sehun menangkup wajahku tiba-tiba. "Akan kubuat kau bahagia."

Aku terdiam, membeku akan ucapannya. Tangannya terlepas dari wajahku kemudian matanya tertutup rapat dengan perlahan. Aku yang saat itu tengah jongkok dihadapannya segera menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Tangisku tidak bisa kukendalikan seperti biasanya. Rasanya seperti dipermalukan orang-orang ketika kulihat Sehun mau melakukan apapun demi uang. Kuhabiskan lima belas menit waktuku menagisi keadaan ini. Aku bangga pada Sehun, aku bahagia dengan apa saja yang kami anggap cukup. Tapi aku tidak bisa terus menerus melihatnya mengemis seperti ini.

"Apa yang kau lakukan Sehun~a?" Kurapikan kerah kemejanya kemudian mengusap tangisku kasar. "Kenapa duduk disini? Hum?" Aku mencoba menghibir diriku sendiri. "Kita bukan pengemis. Ayo pulang." Dengan perlahan kembali kubawa berdiri tubuhnya. "Kajja..."

Become a Father ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang