— 0.0 —
"Jimin, aku harus bagaimana?"
Meringkuk dalam pelukan Jimin jadi salah satu pelarian Taehyung. Usai mengunjungi makam kedua orang tuanya, Taehyung yang seorang anak tunggal memilih menemui sahabatnya itu. Beruntung sebab Jimin belum balik ke kota tempatnya bekerja.
"Aku mencintainya. Aku masih sangat mencintainya. Tapi—tapi kenapa takdir begitu kejam padaku, Jimin? Kenapa hidup seolah tak berpihak padaku?" Tubuh yang begitu gemetar dengan isak tangis semakin kencang buat Jimin peluk Taehyung kian erat. "Apa a-aku—aku tak pantas untuk bahagia?"
Berkali-kali kecup dahi Taehyung juga bisikkan kata sayang, Jimin abaikan kemeja yang ia kenakan pelahan basah oleh air mata. "Kamu pantas, Taehyung. Semua orang pantas untuk bahagia."
"Jimin—rumah tanggaku hancur. Aku malu. Malu sekali saat kunjungi makam Ayah dan Bunda tadi. Mereka pasti kecewa karena memiliki anak sepertiku. Apa aku harus menyusul mereka, Jimin? Rasanya aku sudah tidak kuat." Meremat kemeja belakang yang Jimin kenakan, bahu Taehyung kian bergetar keluarkan segala penderitaan yang selama ini ia tahan. "Aku ingin bertemu mereka. Aku rindu dengan Ayah dan Bunda."
Coba sadarkan Taehyung dari pikiran buruknya, Jimin cengkram dengan kuat bahu sang sahabat. Begitu tak tega tatap wajah Taehyung dengan raut sembabnya. "It's okay to not be okay, Taehyung. But don't let it win. Dengarkan aku—kamu boleh menangis sepanjang malam. Atau bahkan satu minggu lamanya. Terserah seberapa banyak waktu yang kamu butuhkan. Tapi setelah itu, do something and be happy. Setidaknya untuk diri kamu sendiri."
"Kalau kamu pikir dunia nggak baik padamu—maka setidaknya kamu harus tetap baik pada dirimu sendiri."
— 0.0 —
"It's okay to not be okay as long as you are not giving up."
—
—
—
To be continue.
See you later!><
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐑𝐎𝐊𝐄𝐍 𝐕𝐎𝐖
Fanfiction[1] i let you go. i let you fly. We shouldn't have been married in the first place.