— 0.0 —
Kembali pandangi bayangan pada cermin di hadapannya, Jeongguk tak salahkan Jimin yang sudah hadiahinya dua bogem mentah. Rahangnya masih terasa sakit dengan memar yang terlihat jelas di sudut bibirnya. Beruntung hidungnya yang tadi mengeluarkan darah segar sudah berhenti total.
Pikirannya masih tertuju pada Taehyung. Suami kecilnya yang tak sengaja ia temui saat menemani Yora juga Vin berbelanja. Pun ia lakukan itu demi sang anak yang terus merengek saat dirinya tak kunjung mengunjungi mereka. Tak sangka juga akan bertemu Taehyung di pusat perbelanjaan itu.
Perasaannya jelas gundah. Melihat Taehyung yang ambruk di hadapannya membawa sebuah ketakutan besar pada diri Jeongguk. Takut jika sesuatu yang buruk terjadi terlebih saat ia tak bisa berbuat banyak. Hah, memang apa yang bisa ia perbuat sebagai seseorang yang pengecut?
Langkahnya sudah berlari menghampiri Taehyung. Jantungnya berhenti berdetak kala itu juga. Ingin rasanya ia peluk tubuh ringkih itu. Kemudian kecup kening Taehyung berkali-kali tuk salurkan rasa rindu yang membuncah dalam dadanya. Ingin ia dekap erat tak peduli jika bahkan Jimin akan menghajarnya mati-matian di tempat. Jeongguk akan ambil resiko itu jika saja tak ada Vin, sang anak.
"Ayah~"
Kepala mungil milik Vin mengintip dari balik kamar, bocah kecil itu kemudian masuk hampiri sang ayah yang masih meringis pelan di hadapan cermin. "Ayah, baik-baik saja? Atau masih sakit?"
Tersenyum sembari belai surai sang anak, Jeongguk menunduk tuk samakan tinggi keduanya. "Ayah baik-baik aja. Mama mana? Katanya kamu mau makan dulu sebelum pulang?"
Kembali merengut, Vin menggeleng kuat. Anak laki-laki itu kembali teringat akan tujuannya menghampiri sang ayah. "Vin ndak mau makan!" Ujarnya sembari memalingkan wajahnya.
"Kenapa, gitu?" Jeongguk mengernyit bingung. Padahal biasanya sang anak akan semangat sekali melahap makanan apapun yang ada. Tak juga menolak makanan yang biasa Yora masak. "Vin gak boleh pilih-pilih makanan, ya? Harus makan sebelum perutnya nanti sakit."
Masih tetap merengut, Vin meraih tangan sang ayah tuk ia genggam. "Vin ndak mau makan kalau ayah ndak ikut! Kenapa ayah ndak ikut tinggal belsama Vin dan Mama?" Tanya anak itu dengan nada sedikit lebih tinggi. Bahkan genangan air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya dengan tangan terkepal kuat.
"Vin—"
Hendak membujuk sang anak yang hampir menangis, Jeongguk menoleh saat pintu kamarnya kembali terbuka. Kini tampilkan Yora yang masuk dengan raut khawatirnya. "Vin, kan mama sudah ajarin—gak boleh menaikkan nada saat berbicara dengan orang tua. Ya, 'kan?"
Vin mencebik pelan. Kali ini setia memandangi Jeongguk yang tengah memijat pangkal hidungnya jengah. Terlampau banyak yang memenuhi otaknya saat ini. "Vin cuma mau ayah ikut, kok. Vin mau tinggal belsama ayah. Memangnya ndak boleh?"
"Bukannya tidak boleh—"
"Telus kenapa?" Vin memotong ucapan sang ibu. Bocah kecil itu berkacak pinggang menatap kedua orang tuanya dengan raut wajah tak terima. "Kei saja tinggal dengan ayah dan bundanya. Nana dan Hyunnie juga! Kenapa Vin tidak?" Ujar Vin menyebutkan beberapa teman bermainnya yang sering ia jumpai. Hati kecil bocah itu sering sekali merasa iri pada teman-temannya yang kerap ceritakan pengalaman seru dengan keluarga mereka masing-masing.
Yora dekap sang anak saat isakan itu perlahan terdengar. "Sayang—"
"Hiks—Vin hanya ingin tinggal belsama ayah dan mama, kok! Vin ingin punya kelualga lengkap sepelti teman-teman Vin yang lain. Yang—hiks—tidak halus telpon ayah dulu balu ayah datang temani Vin." Ujar bocah laki-laki itu sembari menangis tersedu-sedu. Hati kecilnya sakit sekali dengar penolakan sang ayah tuk tinggal bersamanya.
Jeongguk jelas tak tega. Membiarkan sang anak terus membanding-bandingkan dirinya dengan teman-temannya jelas membuat dirinya merasa begitu bersalah. Jeongguk merasa menjadi ayah yang begitu buruk. Pun ia kembali teringat akan permintaan sang ibu beberapa hari yang lalu.
Haruskah ia menikah—lagi?
— 0.0 —
"One stupid mistake can change everything."
—
—
—
To be continue.
See you later!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐑𝐎𝐊𝐄𝐍 𝐕𝐎𝐖
Fanfiction[1] i let you go. i let you fly. We shouldn't have been married in the first place.