Part 14 🍂

416 53 88
                                    

Bara berjalan pelan menapaki lantai kamar. Netranya menatap tajam sosok yang terbaring dan terpejam di atas ranjang. Tangan besarnya terulur, membelai pipi sang gadis yang nampak tertidur lelap.

"Senja ... "

"Gue benci lo. Gue selalu berdoa hidup lo sengsara, seperti hidup gue dulu ketika lo ninggalin gue. Tapi, ternyata selama ini lo cukup bahagia."

Bara bergumam, matanya menatap lekat wajah ayu gadis yang dulu kecil sangat ia sayangi.

"Cukup sampai sini kebahagiaan lo, ya? Gue akan membuat lo tersiksa, dengan cara gue." Bara terkekeh pelan. Menanti reaksi Senja yang saat ini tengah mengerjapkan matanya, terbangun dari tidurnya.

Senja membuka matanya sempurna, namun ia terbelalak kaget.

"Ba--ra ... kenapa kamu di sini?" Senja mengeratkan pegangannya pada selimut. Seluruh tubuhnya mendadak bergetar ketakutan.

"Kenapa ga boleh di sini?" Bara bertanya sembari lebih mendekat ke arah Senja.

"Jangan macem-macem ya!" Senja berteriak parau.

"Gue pengen bunuh lo." Air mata Senja menetes. Ia tak tau lagi apa yang harus dilakukan. Satu-satunya cara adalah ia segera berlari dan meminta tolong.

"Eits, lo ga bisa kabur, Senja." Bara mencengkeram tubuh Senja yang hendak beranjak dari ranjang.

"LEPASINN, BAR!! TOLONG! TOLONG!  HIKS LEPASS." Senja meronta sekuat tenaga, namun ia tak bisa lolos.

"Denger, Senja. Gue pengen buat lo menderita." Senja menggeleng ketakutan. Air matanya sudah bercucuran tak karuan.

Tiba-tiba Bara mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya. Senja berontak sekuat tenaga. Ia menangis histeris.

"JANGANN!! TOLONGG!!  JANGANN!"

Bara menyeringai, mengarahkan pisau itu mendekati Senja.

Senja panik.

"TOLONGGG!  JANGANN!  BUNDAA!  AYAHH!  TOLONGG!"

***

Senja terlonjak bangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah, sekujur tubuhnya basah oleh keringat, dan tak lupa matanya pun basah akan airmata yang bahkan tak ia sadari.

"Huh..  Huh..  Huh.. Astagaa..  Mimpi itu lagi, hiks.. "

Senja meringkuk di atas ranjangnya. Ia menangis ketakutan. Tiga minggu sudah berlalu. Bara diketahui kabur dan Senjapun berusaha kembali beraktivitas seperti biasa. Ia berusaha baik-baik saja walaupun hatinya selalu diliputi ketakutan akibat peristiwa itu. Tak ada orang lain yang tahu kejadian di gudang itu selain orang-orang yang terlibat. Netta, sahabatnya pun tak ia beri tahu. Senja hanya tak siap untuk bercerita. Ia tak sanggup mengingat kembali semua itu.

Selama tiga minggu itu juga ia selalu memimpikan hal-hal menakutkan tentang Bara. Senja begitu trauma.

"Aku harus bangkit, aku harus melawan rasa traumaku." Senja menasihati dirinya sendiri.

Ia menghela napas lelah. Terbangun di jam 01.00 pagi hampir setiap hari dengan mimpi yang hampir serupa. Senja merasa tertekan. Namun, ia tak selamanya terus berada di kubangan menyakitkan ini. Ia harus bangkit. Setiap kali rasa trauma dan tertekan itu datang, dengan segera ia mengalihkan rasa itu ke aktivitas/kesibukan lain.

***

Senja berjalan menyusuri koridor sekolahnya. Sesekali ia tersenyum membalas sapaan orang-orang. Selama tiga minggu ini ia berusaha menjadi Senja yang ramah dan ceria. Tentu sulit. Sangat sulit. Namun, ia harus membiasakan semua itu.

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang