Part 18 🍂

375 47 102
                                    

Fajar berhenti dari jalannya saat seseorang yang sangat familiar baginya berdiri beberapa meter di depannya.

"Lo? Kenapa lo bisa di sini?" Fajar bertanya dengan waspada. Halaman belakang SMA Pelita Bangsa tampak sunyi karena memang tak pernah ada aktivitas di sana.

"Kenapa? Ga boleh?"

Fajar tersenyum sinis,"bilang sekarang urusan lo apa ke sini?"

"Santai, bro. Gue cuma mau minta maaf sama lo." Lelaki tadi duduk di atas akar pohon beringin yang terletak di belakang sekolah.

"Minta maaf?  Setelah lo menghilang dan lo dengan nggak tau malunya minta maaf? Lo tanggung jawab aja enggak." Fajar kali ini beneran emosi dengan lelaki di depannya ini.

"Oke, gue salah. Maaf karena gue, lo kehilangan Nana. Maaf karena gue--"

"Udah deh. Bilang aja apa motif lo? Gak usah sok suci minta maaf segala. Lo minta maaf sekarang besok lo nusuk gue lagi. Faedahnya apa, bangsat?"

"Jar, gue beneran minta maaf. Kejadian Nana itu ketidaksengajaan gue. Sorry."

"Anjing ya lo! Lo bikin Nana pergi dan lo bilang ga sengaja? Bangsat."

BUGH! BUGH!

Fajar meninju pipi lelaki tadi dan dibalas dengan elakan tangan.

"Gue emang ga sengaja! Salahin aja Nana yang kepincut dan godain gue. Gue cowok normal, Jar. Dan gue juga punya perasaan. Sebrengsek-brengseknya gue, gak akan ngambil apa yang lo punya. Tapi di sini kasusnya beda. Nana yang suka sama gue, dia yang rayu-rayu gue, bukan gue yang rayu Nana biar ninggalin lo. Paham?"

"Ya lo harusnya bisa nahan diri sendiri. Lo harusnya bisa mikir atau kalau nggak jauhin Nana," sentak Fajar dengan keras.

"Lo tau gimana gue, Jar."

"Iya, gue tahu. Lo orang paling brengsek yang pernah gue kenal. Lo orang yang bikin Nana pergi ninggalin gue dan sahabat-sahabatnya. Dan lo orang yang sangat gue sesali pernah jadi temen gue."

Fajar menatap lelaki di depannya itu dengan bengis. Dia penyebab Nana,  gadis pujaan Fajar kala itu sekaligus sahabat Netta dan Senja, bunuh diri.

Dia yang juga membuat Fajar hampir kehilangan Senja.

Fajar benci. Ia benci pada lelaki yang  merusak Nana dan hampir merusak ... Senja.

Fajar benci dengan dia ... King Barabas.

***

Netta dan Senja berjalan berdampingan menuju kelas. Di sepanjang jalan banyak lelaki yang mengganggunya. Mengganggu Netta lebih tepatnya. Wajar sih, Netta termasuk orang yang dikenal di lingkungan sekolahnya. Ia banyak bergaul sana-sini, tidak seperti Senja yang menikmati kekaleman dan keterdiamannya.

"Uhuy, mau kemana, neng? Abang temenin sini."

Netta mendelik sinis.

Dasar buaya. Maki Netta di dalam batinnya.

Senja tetap diam tak memedulikan suara-suara di sekelilingnya. Toh, urusannya dengan Netta.

"Jangan sinis-sinis atuh, neng."

"Pantes si Dodit kabur, mukanya paket komplit gini. Udah sinis, asem, songong, kecut, kaga ada manis-manisnya," celetuk seseorang.

Netta berang, "APA LO BILANG? SINI NGACA! LIAT MUKA LO SEANJING APA?"

"Buset, ngegas amat. Pantes si Dodit ilfeel."

"Galak, ngegas, besok apalagi nih?"

Muka Netta merah padam menahan amarah. Dua setan ini memang harus di musnahkan.

"JONO!  PRAS!  SINI LO!! GUE BACOK MULUT LO SEMUA!"

"KABORR!! " Dua orang tadi, Jono dan Pras, berlari menghindari Netta yang kini sudah mengayunkan sapu yang entah didapat darimana.

"Sialan mereka berdua!"

Senja menghela napas jengah. Jono dan Pras kalau bertemu Netta memang tidak akan bisa tenang. Yang cowok suka mancing emosi, yang cewek gampang kepancing emosi. Habis bertemu terbitlah perang.

"Udah, Net. Nggausah diladenin!" Senja menarik tangan Netta agar menyudahi tindakannya.

"Ih, nyebelin banget mereka berdua tuh. Lagian syirik aja, orang Dodit juga b aja sama gue kok. Mereka aja yang kerjaannya nyinyir. Cowok kok tukang nyinyir. Minta di sambelin beneran, ihh." Netta terus merutuk kesal.

"Udah. Lagian kamu sama Dodit juga nggak bakal bisa bareng-bareng lagi, kan? Kata mami kamu akhir bulan ini kamu mau diajak ketemuan sama calon kamu," ucap Senja berusaha mengalihkan kekesalan Netta.

Bukannya teralihkan, kekesalan Netta malah semakin memuncak.

"Ih iya, nyebelin banget ga, sih? Kalau calonnya burik bin gada akhlak gimana?  Bobrok dong masa depan gue. Aaaargh, Senjaa, gue harus gimana coba?"

"Mami kamu gamungkin pilihin calon yang kek gitu kali."

"Ih tapi, Sen ... "

"Udah, ah. Kamu duluan aja, aku mau ke toilet."

'The power of kebelet' membuat Senja lari tergesa-gesa menuju toilet,  tak memedulikan reaksi Netta yang ia tinggal begitu saja.

Setelah menuntaskan urusannya, Senjapun keluar dari toilet. Namun, sepertinya kesialan menghampirinya.

"Kok pintunya gabisa dibuka?" Senja menggigit bibirnya panik.

Cklek! Cklek!

"Tetep gak kebuka. Astagaa, gimana nih? Sial banget aku perasaan. Aduh, ini murni kekunci kan? Nggak ada orang yang aneh-aneh ke aku kan?  Ya ampun, gimana nih?  Ga bawa ponsel lagi."

Tok!  Tok!  Tok!

"Hei, ada orang di luar?"

Beberapa menit berlalu, Senja terus mengetuk-ketuk pintu toilet namun tak ada respon apapun.

Ia semakin gelisah.

"Siapapun yang di luar, tolong!  Aku kekunci."

Tok! Tok!  Tok!

"Ada orang di dalam?" Suara berat khas laki-laki menyapanya dari balik pintu.

Senja bernapas lega.

"Iya, tolong. Saya kekunci di dalam."

Senja pikir itu penjaga sekolah, karena waktu memang sudah menunjukkan jam di mana sekolah mulai tutup.

"Tunggu sebentar."

"Baiklah."

Cklek!

Pintu toilet terbuka, Senja tersenyum girang.

"Terima kasih, Pa--"

Senja mendadak terdiam dan terbelalak kaget.

"Lo nggakpapa?"

"Ba--Bara?"

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang