Part 20 🍂

336 45 76
                                    

Fajar duduk di dalam ruang makan sembari bersedekap.

"Kamu mau sampai kapan berulah gitu?" Sandi membuka pembicaraan sembari menatap putra satu-satunya itu.

"Berulah apalagi, sih?" Fajar mendelik tak suka.

"Kamu yang sopan kalau sama orangtua itu!" seru Sandi menatap Fajar dengan murka.

"Mau ngomongin apa?" tanya Fajar to the point. Sejujurnya, ia hanya ingin semua ini cepat berakhir. Fajar sadar, ia salah berlaku seperti ini dengan orangtuanya sendiri. Namun ia tak bisa untuk bersikap lembut. Hatinya terlalu sering dipupuk rasa kecewa dan benci dengan orangtuanya sendiri.

Sandi menghela napas lelah. Sementara, Irene, mama Fajar itu hanya diam menatap rindu anaknya.

Berbulan-bulan Sandi dan Irene pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Fajar? Ia berusaha bodo amat. Terserah mereka mau seperti apa. Fajar hanya lelah menahan keinginannya sendiri. Ia hanya ingin sedikit saja kasih sayang dari orangtuanya seperti lima tahun lalu. Apa ia salah?

"Besok kamu ikut papa mama makan malam di luar."

"Acara apa?" Fajar bertanya walaupun dalam hati ia bisa menebak.

Bisnis? Heh.

"Mama minta maaf kalau lagi-lagi mengecewakan Fajar." Irene membuka suara dengan berat hati.

Fajar menegakkan tubuhnya, firasatnya tidak enak.

"Kamu mama jodohin sama anak rekan bisnis papa, nak. Maaf." Irene menatap putranya berkaca-kaca.

Ikatan batin seorang ibu membuatnya tahu bagaimana rasa kecewanya Fajar saat ini. Irene sendiri tak kuasa menolak. Sandi terlanjur menyetujui perjanjian perjodohan ini, demi kemajuan bisnis nya.

Fajar menatap orangtuanya nanar.

"Kaya gini orangtua? Ninggalin anaknya berbulan-bulan tanpa kata apapun. Dan sekarang? Pulang cuma buat jodohin gue? Kadang gue  percaya, orangtua gapunya hati itu gapernah ada. Tapi itu salah. Kalian dengan gapunya hati, jodohin gue. Mending kalau ini demi kebaikan gue. Demi bisnis? HAHA... "

Fajar tertawa tanpa ekspresi.

"Terserah kalian. Iya gue dilahirin cuma buat alat bisnis. Harusnya gue sadar diri gausah ngehalu hal-hal indah yang ngga mungkin."

Fajar bangkit pergi ke luar rumah. Matanya memerah menahan amarah yang memenuhi rongga dadanya. Ia meninggalkan rumah dengan motornya yang melaju kencang.

Fajar mengendalikan motornya dengan fokus terpecah. Niat dihati ingin ia pergi klub malam, namun entah kenapa ia malah membelokkan motornya ke arah taman kota yang kebetulan malam itu sepi.

Matanya mengedarkan pandangan ke sekeliling, sampai matanya menatap kosong ke arah perempuan yang duduk di bangku tepat beberapa langkah dari hadapannya.

Perempuan itu menyadari kedatangan Fajar, ia pun bangkit dari duduknya hendak menghampiri pria yang sangat dikenalnya itu.

"Fajar--"

Grep!

"Gue capek, Senja." Fajar bergumam lirih di pundak perempuan itu.

Senja, ia hanya terpaku. Kaget menerima pelukan tiba-tiba dari Fajar. Jantungnya mendadak menggila. Sebagai seorang yang kalem, yang tidak pernah menerima pelukan dari seorang lelaki kecuali ayah dan abangnya, Senja sangat terkejut.

"Gue gak kuat."

Senja terdiam bingung mendengar ucapan Fajar. Ia memberanikan diri membalas pelukan itu.

"Are you okay?" tanya Senja lirih.

Fajar menggeleng pelan,"ijinin gue minjem pundak lo. Sebentar aja."

Senja tak kuasa menolak. Ia hanya diam sesekali tangannya mengelus punggung pria itu.

Kedua remaja itu berpelukan dalam diam. Lima menit berlalu dan Senja mulai merasa pegal, namun ia tak berani bergerak untuk menyudahi.

Fajar menegakkan tubuhnya. Ia lalu menatap Senja dalam-dalam.

"Stay with me, please! Gue takut sendirian, gue ... " Fajar menunduk. Banyak kata yang ingin ia ucapkan. Namun, tak mampu.

"Hei, kamu nggak sendirian. Ada orangtua kamu, ada temen-temen kamu, ada aku. Jangan merasa sendiri! Kalau kamu udah siap, cerita aja. Ceritakan apa yang jadi beban kamu." Senja menatap lembut pria di depannya itu.

Fajar mau tak mau tersenyum. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Tersenyum diantara tatapan rapuhnya.

"Boleh gue peluk lo sekali lagi?" Fajar menatap Senja penuh harap.

Senja terdiam ragu, namun beberapa detik kemudian ia mengangguk dengan senyumannya.

Fajar meraih tubuh Senja ke dalam dekapannya. Senja hanya diam menurut. Nyaman, itulah yang mereka rasakan di tengah-tengah irama jantung yang berdetak tak karuan.

"Thanks banget ya," ucap Fajar setelah melepaskan pelukan mereka.

"Gapapa. Apapun masalah kamu, semoga cepat selesai. Gabaik memelihara masalah," nasehat Senja.

Fajar hanya mengangguk mengiyakan. Bibirnya tersenyum dan tangannya terulur mengacak-acak rambut Senja.

"Ihh jangan diacak-acak!" Senja merajuk.

Sementara Fajar tertawa. Ini kali pertama ia melihat Senja merajuk karenanya. Ah, hatinya menghangat seketika.

"Oh jadi ini? Minta dijemput, dicariin gataunya malah zina di sini. Biar apa itu peluk-pelukan tadi?" Suara seorang lelaki yang terdengar berat dan sinis membuat Senja terdiam takut.

Kenapa aku bisa lupa kalau minta jemput abang?

"Lo gausah macem-macem sama Senja! Dia punya gue, dan gausah peluk-peluk! Bukan muhrim." Reza, lelaki tadi langsung menarik tangan adiknya memasuki mobilnya.

Fajar diam. Dalam hati ia berusaha memahamkan dirinya.

Iya lo nggak seharusnya kaya gitu. Lo bukan siapa-siapa Senja ngapain peluk-peluk? Haha, bego banget dah gue. Orang udah punya tunangan malah gue pelukin. Sakit sih, gapapa deh. Besok move on.

Sementara di dalam mobil, Reza memandang adiknya tajam.

"Siapa yang ngajarin peluk-peluk gitu?" tanyanya dingin.

"Maaf, bang." Senja mencicit pelan. Ia takut, sungguh.

"Perlu abang larang kamu ketemu Fajar lagi? Baru beberapa hari loh abang bolehin kamu tidak bergantung sama abang. Gausah deket Fajar lagi. Jauhin kalau perlu. Dia cuma bikin kamu ketularan berbuat buruk."

Senja kecewa dengan pemikiran abangnya yang selalu berburuk sangka tanpa bukti.

"Bang, Senja engga--"

"Gausah ngebantah! Ini demi kebaikan kamu. Kalau besok kamu deket-deket sama Fajar lagi, abang tambahin bodyguard kamu. Kalau perlu habisin aja tuh Fajar."

Senja tertunduk diam. Ia menyimpan semua pembelaan yang hendak ia ucapkan. Abangnya sedang 'mode galak', berdoalah semoga Senja baik-baik saja. Ah ralat, semoga Fajar baik-baik saja.

***

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang