Part 1🍂

1.6K 100 167
                                    

🍁🍁🍁

Suasana makan pagi di suatu keluarga itu tampak berlangsung hangat. Sesekali si anak sulung, Reza Pradana Wiranegara, menjahili sang adik satu-satunya, Senjana Pratiwi Wiranegara.

Dug!

"Aww!" Senja mendelik kesal ke arah abangnya yang menendangi kakinya.

"Bundaa!  Abang gangguin Senja mulu," adu sang adik dan dibalas tatapan tajam sang ayah ke arah Reza.

"Reza, kamu tuh anteng dong!" Teguran keluar dari sang bunda, Khairani Wiranegara.

"Abisnya adek tuh, ganggu- able banget sih, Bun."

"Ih, apasih? Ngeselin banget." Senja benar-benar kesal. Pasalnya bukan kali ini saja sang abangnya itu berulah. Sudah puluhan kali, bahkan Senja harus menyiapkan stok kesabarannya yang semakin menipis.

"Udah, ah. Makan yang bener, nggak usah ribut!" perintah Rani pada kedua anaknya.

Suasana kembali hening, sampai akhirnya sang kepala keluarga, Ivan Prahadi Wiranegara, membuka suara.

"Senja, kamu inget 'kan, apa kata Ayah?"

"Tentu aja."

"Maafkan kami, Nak. Bukannya kami nggak bangga dengan kamu. Tapi, keadaan mengharuskan Ayah untuk menyembunyikan identitas kamu dari publik," sesal Ivan menatap si bungsu.

Senja menghela napas. "Ayah, Senja kan udah bilang 'ngga papa'.  Lagipula Senja bersyukur dengan identitas Senja sekarang. Setidaknya Senja bisa dapet real friend, yang menerima Senja apa adanya."

"Adek Abang bijak juga. Makin sayang deh. Uh." Reza meraih tubuh Senja dan memeluknya erat, sangat erat.

"Abang!  Senja ngga bisa napas!" Senja berontak dan memukul brutal abangnya.

"Abang ih, kamu tuh ya!" Rani menegur Reza dengan lelah.

"Hehe, maap-maap. Niat abang 'kan baek."

Senja memutar bola matanya malas. Ia beranjak dari kursi makan dan memakai ranselnya.

"Ayah, Bunda, Senja berangkat dulu ya!"

"Iya hati-hati!"

Mobil yang mengantar Senja melaju lambat dan berhenti tepat di depan gerbang sekolahnya. Senja turun dari kursi penumpang dan berpamitan pada supirnya.

"Pak Samin, Aku berangkat dulu ya!"

"Siap, hati-hati neng!"

Senja mengangguk. Kakinya melangkah memasuki pelataran sekolah yang mulai ramai.

"Senjaku! Kangen, beb!" Pekikan seorang perempuan sebayanya disertai sebuah pelukan erat mampu membuat Senja sedikit terkejut.

"Netta! Ngagetin aku kamu 'tuh," dumel Senja membalas pelukan sahabatnya.

Arnetta Anjeline, gadis keturunan Indo-Eropa itu memang sudah berteman dengan Senja dari masa SMP. Beruntung kedekatan mereka masih terus terjalin hingga SMA kelas 12 sekarang ini.

"Kangen, bebeb!"

"Kangen apa, sih? Kemarin juga ketemu. Kamu 'tuh kalau ada maunya, dimanis-manisin," cibir Senja yang sudah hapal dengan tabiat sang kawan. Netta hanya menyengir.

"Hehe, tau aja lo. Gue mau nyontek kimia lo, Senja. Kuy, buruan kita ke kelas!" Netta menarik tangan Senja dengan semangat. Sudah Senja duga, ada maunya emang, nih, bocah satu.

***

Seorang remaja laki-laki berlari terburu-buru menuruni anak tangga. Waktu masih jam 6.45, tetapi seragam putih abu-abunya sudah tak karuan. Dasi tersampir di pundak kanannya, kancing bajunya belum terpasang sempurna, menampakkan kaus hitam yang menjadi dalaman, rambutnya jangan ditanya, sangat berantakan mirip hasil sapuan angin tornado.

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang