Part 16 🍂

386 53 110
                                    

Senja menuruni anak tangga menuju lantai bawah rumahnya. Pagi ini seperti biasa ia akan sarapan bersama dahulu sebelum berangkat sekolah.

"Senjaa, buruan sarapan, nak! Katanya mau berangkat pagi." Seruan dari ruang makan sudah menyambutnya.

"Iya, Bunda. Ini lagi kesitu."

Senja bergegas ke ruang makan dan menduduki salah satu kursi di sana. Sudah ada Ayah, Bunda, dan Bang Reza yang menunggu kehadirannya.

"Ayo, makan!"

Senja menghabiskan makanannya dengan tenang. Tidak ada keributan seperti biasanya. Reza jadi sedikit pendiam sejak pembicaraan mereka semalam.

"Tumben diem-dieman. Biasanya ribut terus,"ucap Ivan.

"Senja lagi males ngomong, Yah." Sebuah alasan tidak masuk akal terlontar dari bibir Senja.

"Aku berangkat dulu, Yah, Bun. Udah ada janji." Reza segera berpamitan dengan Ivan dan Rani. Ia mengusap sekilas puncak kepala Senja tanpa kata apapun.

Senja tersenyum kecil. Semarah-marahnya Reza, ia tak pernah melupakan kebiasaan kecilnya,mengusap pelan puncak kepala Senja.

Mata Senja memanas. Ia jadi merasa bersalah membantah perkataan Abangnya semalam. Namun, ia juga ingin mencoba mengambil keputusan sendiri. Mencoba menerima resiko dari segala keputusan yang ia ambil. Ah, tidak. Lebih tepatnya mencoba hal baru, yang selama ini Senja hindari. Seperti membuka hati.

Ngga boleh cengeng. Apapun keadaannya, Abang pasti sayang aku.

Senja berusaha menghibur dirinya. sendiri.

"Kamu lagi marahan sama Abang?" Rani menatap selidik anaknya.

Senja hanya diam. Tak bisa mengelak karena itu memang kenyataannya.

"Minta maaf sana, mumpung abang belum pergi. Hal baik harus disegerakan." Senja mengangguk lalu berpamitan dan menyusul abangnya.

Rani memang selalu menganjurkan untuk meminta maaf, tak peduli siapa yang salah yang penting minta maaf dulu setelah itu menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi.

Senja berlari menghampiri Reza yang akan memasuki mobilnya.

"Abangg!!" Reza menengok dan mendapati adiknya yang menubruknya lalu memeluk tubuhnya erat.

"Abang, Senja minta maaf ya? Maaf, Senja cuma pengen belajar mengambil keputusan sendiri. Nggak setiap waktu Senja akan terus bareng sama abang. Kita punya kesibukan sendiri-sendiri. Senja harus belajar mandiri, tidak bergantung sama abang terus. Maafin, Senja ya?"

Reza tersenyum trenyuh. Ia membalas pelukan Senja. Selama ini ia sadar, ia terlalu memanjakan adiknya. Membuat Senja bergantung padanya, seolah ia lah yang akan menentukan dan mengatur hidup Senja hingga nanti.

"Abang juga minta maaf. Terlalu mengekang kamu, membatasi kamu, dan nggak pernah membiarkan kamu bebas berpendapat. Maaf ya, sekarang kamu boleh mencoba mandiri. Tapi kamu harus selalu bilang sama abang, biar abang yang menjaga kamu agar tidak tersesat jalan."

Senja mengangguk sumringah," Senja sayang abang."

"Kiss dong!" Senja tersenyum geli melihat Reza menyodorkan pipinya.

"AWW!! Kok dicubit sih?" Reza mendengus kesal. Kiss bagi Reza itu cium, tapi versi Senja cubit.

***

Senja berjalan riang menyusuri koridor sekolah. Ia bahkan tak menyadari suara-suara apapun di sekitarnya.

Eh gimana tuh?

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang