Part 26 🍂

329 40 93
                                    

Sadewa menuntun Senja memasuki sebuah ruangan yang hampir mirip dengan tempatnya disekap kala kecil, hanya saja ruangan ini sedikit terang. Dengan lampu temaram yang menambah kesan horor.

Senja hanya menurut dengan wajah tegang dan pucat. Setelah pertemuannya dengan Sadewa tadi, Senja memutuskan diam sambil memikirkan cara untuk kabur. Ia tak mungkin kabur begitu saja dari hadapan Sadewa. Karena ia tahu Sadewa sudah menyiapkan puluhan penjaga di depan sana untuk menahan kepergiannya.

"Aku harap traumaku tidak datang sekarang," batin Senja. Bagaimanapun ia butuh pikiran yang tenang untuk kabur diam-diam. Walaupun sejujurnya ia sudah sangat takut.

"Kamu ga lupa, kan, perkataan Om dulu? Rumah Bara rumah kamu juga. Oh iya, ini kamar kamu yang sekarang." Sadewa tersenyum lebar, tatapannya seolah menyimpan segudang rencana yang entah apa itu. Senja tak tahu.

Senja hanya mengangguk sembari meneliti ruangan yang ia masuki. Lalu, ia menoleh ke arah Sadewa dan mendapati pria paruh baya itu masih menatapnya dengan intens. Senja mendadak merinding.

"Silakan istirahat, besok pagi kita punya agenda untuk 'breakfast'. Selamat malam, Anci."

Pintu ruangan tertutup rapat. Feeling Senja mengatakan pintu itu dikunci dari luar.

"Aku harus gimana, Ya Allah." Senja menggigit jari telunjuknya dengan cemas.

"Ponsel. Ponselku mana ya?" Senja bergegas meraba-raba kantong yang ada di bajunya. Nihil. Tak ada barang apapun yang terselip di kantong pakaiannya. Sepertinya semua barang-barangnya tertinggal di mobil Bara.

"Astagaa, gimana caraku kabur?"

Senja menatap sekeliling ruangan yang nampak remang-remang. Di pojok kanan ruangan terdapat ranjang berukuran sedang dengan sprei putih kusam. Di pojok kirinya terdapat kamar mandi kecil. Hanya itu yang diraih pandangan Senja. Tak ada barang lain.

Tuk.. Tuk..

Senja menoleh ke arah pintu dengan cepat. Seseorang mengetuk pintu ruangan dengan sangat pelan.

"Siapa?" bisik Senja di balik pintu. Namun, tak ada jawaban sama sekali. Hingga Senja menyadari, ada potongan kertas kecil terulur dari bawah pintu.

Senja meraih kertas itu dan membuka lipatannya. Terdapat tulisan yang ditulis dengan terburu-buru. Terlihat dari beberapa kata yang tertulis singkat-singkat.

Rba dndng rnjng - KM. Rb smp km mnemukn celah. Srry. -Br

Senja mengernyit bingung.

"Raba dinding ranjang sampai ... KM apaan?" Senja mengamati ruangan lalu kembali menekuri tulisan,"kamar mandi? Raba sampai kamu menemukan celah. Ini dari Bara?"

Senja tak lagi berpikir lama. Ia segera melakukan apa yang diperintahkan Bara.

Satu kali ia mencoba meraba dinding, namun tak ada yang aneh. Kali ini ia mencoba untuk kedua kalinya.

"Cari celah, di mana celahnya sih?" Senja menghela napas lelah. Berkali-kali ia mencoba namun tak jua membuahkan hasil.

"Atau aku yang salah tangkap tulisannya?"

Tangannya tak sengaja menabrak dinding yang tidak rata. Senja lantas berhenti, mengamati dinding yang barusan ia sentuh.

Pencahayaan yang sedikit gelap menyulitkannya. Ia tak menyerah. Meraba lagi, dan merasakan ada yang berbeda dengan dinding itu.

"Ini pasti jalan keluar." Senja dengan semangat kembali menekuri dinding itu. Ia berusaha melupakan rasa takutnya untuk kali ini.

Tok!  Tok!  Tok! Cklek!

Senja tersentak kaget. Ia lantas menjauh dari dinding dan duduk di ranjang.

"Kamu belum istirahat? Kebetulan Om membawakan kamu makan malam. Om tahu kamu belum makan sedari tadi."

Sadewa tersenyum lantas berbalik keluar.

"Oh ya, Om ingatkan ya! Setelah makan malam, lekaslah tidur. Tidak usah berbuat aneh-aneh," ucap Sadewa masih dengan senyumnya hingga lelaki itu hilang di balik pintu yang kembali terkunci.

Senja memegang dadanya yang terasa berdebar-debar. Ia lalu melirik makan malam yang disediakan itu. Ia lapar, namun ia tak mau makan. Bukannya mau berpikir negatif tentang makanan itu, hanya saja ia harus segera memikirkan jalan untuk kabur.

Senja bergegas menghampiri dinding tadi. Ia tak putus asa. Akhirnya dipercobaannya yang ke sepuluh, ia berhasil melihat jelas celah yang Bara maksud.

Klik. Perlahan dinding persegi sepanjang 100 cm itu terbuka, menampilkan pemandangan malam di luar sana.

"Ini ventilasi? Keren juga sih." Senja tak bisa berlama-lama mengagumi desain bangunan itu. Ia bergegas keluar melalui ventilasi kecil itu dengan susah payah.

Tok!  Tok!

Senja terbelalak kaget. Cepat-cepat ia menutup ventilasi tadi walaupun belum tertutup sempurna. Ia segera berlari menjauhi rumah mengerikan itu.

"SENJA!! DI MANA PEREMPUAN ITU?  SIALAN BERANINYA DIA KABUR." Sadewa berteriak murka. Ia menghancurkan tutup ventilasi untuk melihat Senja. Namun kegelapan malam menghalangi pandangannya.

"FERDI!  KERAHKAN ORANG-ORANG KE ARAH BELAKANG RUMAH!"

Senja panik. Ia tak tahu harus lari ke mana di tengah gelapnya malam.

"Ya Ampun, gimana nih? Ayahh, Bunda, Senja takut. Bang Rezaa ...." Senja hanya bisa bergumam lirih. Ia takut ketahuan.

Suara orang-orang berlari di belakangnya semakin membuatnya panik. Orang-orang itu berlari tanpa kata, hanya suara langkah yang terdengar. Itupun tidak keras.

"Aku harus lari ke mana? Ini buntu. Astaga. Tolong aku," lirih Senja menahan isakan tangisnya.

Ia hanya bisa berjongkok di balik pepohonan. Matanya menatap sekeliling berusaha mengamati keadaan. Pandangannya lalu terfokus di satu titik.

"Kak Baba, ini jalan mau ke mana toh?" Senja kecil bertanya dengan polosnya.

"Ini jalan tikus namanya. Kakak tuh kalau kabur dari Papa suka lewat sini."

"Jalan tikus? Iya itu jalannya. Aku ingat." Senja bergegas bangkit menyusuri jalan kecil nan sempit di balik pepohonan. Ia berharap ingatannya tidak salah.

Senja terus berlari sekencang mungkin. Ia hanya bisa berharap nyawanya masih aman sampai ia di jalan raya dan menemukan bantuan.

Dor!  Dor!

Senja menunduk, setelah itu kembali berlari. Sepertinya suara pistol itu hanyalah ancaman. Tapi, Senja tak bisa menganggap remeh.

"Please, jangan datang sekarang! Aku kuat, aku ga takut. Please... Jangan pingsan." Senja berusaha menyemangati dirinya sendiri yang mulai lemah. Jantungnya sudah berdetak tak karuan. Level ketakutannya sudah mencapai batas dan tak bisa dikendalikan. Tubuh Senja lemas.

"Tolong!!" seru Senja yang terdengar parau.

"Senja!!"

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang