Part 19 🍂

331 47 91
                                    

Flashback on

Seorang perempuan berambut lurus itu berjalan menuju taman belakang SMA Pelita Bangsa. Ia menghampiri seorang lelaki yang berseragam sama dengannya.

"Bar, aku mau ngomong." Perempuan itu membuka suara.

"Ngomong apa?" Lelaki itu, Bara,  bertanya dengan datar.

"Aku ... hamil."

Bara terdiam. Ia menatap perempuan di hadapannya dengan ekspresi yang tak bisa ditebak.

"Bagus. Itu berarti misi gue berjalan lancar."

Perempuan itu mematung tak percaya.
"Bar, kamu kok gitu sih?" Bara hanya diam.

"Kamu tau, Bar? Aku rela ninggalin Fajar dan ngejar kamu. Kamu yang lebih perhatian dari Fajar. Kamu yang dari awal bilang akan bikin aku nyaman, hal yang tak kudapatkan dari Fajar. Tapi kenapa kamu malah kaya gini? Aku udah kasih apapun yang kamu minta, termasuk kehormatanku."

Perempuan itu basah dengan airmata.

"Lo inget kata-kata sahabat lo? Lo memilih mengabaikan nasehat kedua sahabat lo untuk menjauhi gue. And see? Hahaha, penyesalan memang ada di akhir. Selamat, Nana, lo sukses melewati misi yang gue buat. Misi untuk hancur."

"Bara! Nggak mungkin. Aku udah ninggalin semuanya demi kamu. Aku ninggalin Fajar. Aku ninggalin Senja dan Netta. Demi kamu! Semua demi kamu, Bar. Hiks. Kenapa kamu tega? Hah?" Nana, perempuan itu menangis histeris.

"Gue nggak minta lo buat ninggalin mereka semua. Lo nya aja yang inisiatif ninggalin. Kenapa nyalahin gue?" Bara mendelik tak terima. Dalam hati ia membatin,"suruh siapa jadi cewek gampang luluh."

"Bar, kamu kenapa jadi kaya gini? Ini bukan Bara. Ini bukan kamu, Bar! Hiks."

"Justru tingkah gue kemarin-kemarin itu bukan gue banget. Ini gue yang sebenarnya. So, gue bangga. Misi gue berjalan dengan lancar. Lo sebagai korban, lihat sendiri, kan?"

Bara terkekeh senang. Ia lalu mengusap pucuk kepala Nana dengan senyum sinis.

"Selamat menyambut kehancuran, Nana. Kayanya besok Senja boleh deh gue coba. Hahaha.."

Nana memegang dadanya yang berdetak cepat. Ia ketakutan.

"Kenapa gue bodoh banget? Nggak. Senja nggak boleh ngalamin hal yang sama kaya gue. Sahabat gue gaboleh hancur, kaya gue. Nggak boleh! Aaarghh." Nana berteriak frustasi. Tatapan matanya kosong.

Flashback off

Senja menangis teriris-iris. Ia memandang Bara tak percaya.

"Kamu tau sendiri, Bar. Nana sahabat aku!  Kenapa kamu tega seperti ini sih? Kenapa kamu jadi bejad seperti ini? Hah? Dan kamu dengan entengnya mau jadiin aku target kamu selanjutnya? Aku nggak nyangka, Bar. Kamu bukan ... "

Senja tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Napasnya tersendat-sendat oleh isak tangis.

"Gue ... minta maaf. Gue bener-bener ... gue gatau kenapa gue kaya gini. Gue juga bingung. Di hati gue yang terdalam, gue gamau, gue tahu selama ini gue salah. Tapi setiap lihat wanita, gue teringat sama Ibu, Sen. Gue inget gimana dia dengan teganya jual gue. Gue benci banget. Gue benci sampai rasanya mau musnahin semua wanita di dunia ini. Gue... "

"Tapi kamu gabisa judge semua wanita sama seperti dalam pandangan kamu, Bar. Itu hanya terjadi antara kamu sama ibu kamu. Kamu benci sama ibu kamu. Bukan sama semua wanita yang bahkan gapunya salah sama kamu." Senja berucap tegas.

"Gue minta maaf. Maaf, Sen."

"Kamu minta maaf sama aku? Lalu gimana sama wanita-wanita yang udah kamu sakitin sebelumnya?" Senja menatap nyalang ke arah Bara.

"Mereka frustasi, gila, dan bunuh diri." Bara menjawab jujur.

"Terus kamu bangga bikin orang kaya gitu? Mereka udah pergi, bahkan kamu nggak sempat minta maaf, kan?"

Bara menunduk dalam-dalam. Ia benar-benar menyesal. Beberapa bulan ia menjadi buronan Ivan Wiranegara dan berakhir tertangkap lalu disekap selama satu minggu kemarin. Entah, apa yang dilakukan oleh seorang Ivan Wiranegara hingga bisa menyadarkan Bara akan segala kesalahan dan dosanya.

"Aku trauma kalau deket sama kamu, Bar. Sulit buat aku, untuk memaafkan kamu. Tapi aku akan berusaha untuk mencoba memaafkan." Senja menunduk sendu. Jujur, ia gemetar. Di dekat Bara membuatnya ingat kejadian-kejadian di gudang sekolah kala itu. Tapi, Senja berusaha kuat. Ia harus menghadapi ini.

"Makasih, Sen. Gue bakal jaga jarak sama lo. Gue--"

"WOY!  LO MAU APAIN SENJA?"

Seorang lelaki seumuran mereka menarik Bara kasar. Suasana taman depan sekolah yang sudah sepi ini mendadak ribut.

"Gue nggak ngapa-ngapain," bela Bara berusaha melepaskan cengkeraman lelaki tersebut. Sementara Senja masih syok.

"Bullshit!"

Bugh!

"Fajarr, jangan pukul! Tolong tenang." Senja menjerit lalu menjauhkan Fajar yang hendak memukuli Bara lagi.

Fajar menggenggam tangan Senja lalu menarik gadis itu ke belakang punggungnya.

"Lo jangan macem-macem, ya, Bar!"

"Gue cuma minta maaf."

"Lo tadi minta maaf sama gue, sekarang sama Senja. Bilang, apa rencana lo sebenarnya hah? Gausah pura-pura sok minta maaf segala. Basi kelakuan lo tuh."

"Gue bener-bener minta maaf. Tolong, percaya, Jar."

"Naruh kepercayaan ke lo tuh susah, Bar. Lo terlanjur dicap buruk."

Fajar menarik tangan Senja meninggalkan Bara yang hanya termenung diam.

Fajar dan Senja berhenti di parkiran sekolah.

"Lo nggak kenapa-kenapa, kan? Nggak diapa-apain sama dia, kan? Lo nggak ada yang luka? Coba--"

"Fajar, stop! Aku baik-baik aja. Bara tadi emang mau minta maaf kok." Senja menatap Fajar bermaksud menenangkan.

"Terus lo maafin?" Senja mengangguk.
"Lo percaya gitu aja? Kalau dia ntar nyakitin lo, gimana? Lo ngga tau isi hati dia, Sen. Bisa aja dia ngerencanain sesuatu yang lebih besar buat menyakiti lo." Fajar menatap Senja cemas.

"Aku gasalah kan memaafkan seseorang?" Kali ini Fajar bingung ingin menjawab apa.

"Ya gak salah. Tapi, dia itu Bara. Lo tau sendiri dia kaya gimana. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa gara-gara dia, Sen. Cukup dulu gue dengan bodohnya ngelepasin Nana demi dia. Gue gamau lo kaya Nana, gue takut, Sen."

"Jadi, Nana emang pacar kamu?" Fajar mengangguk mengiyakan.

"Kok aku gatau. Berarti kamu tau dong kalau aku sahabat Nana?"

"Gue baru tau beberapa hari setelah gue kenal lo, Sen. Lo kan dulu introvert banget, sampai sekarang aja kerjaannya ke perpus mulu. Nana kan tiap hari ke kantin dulu." Fajar sedikit berat mengingat hal tentang Nana.

Ah, mereka dulu memang pacaran. Fajar sangat menyayangi Nana begitu pula sebaliknya. Semua itu terjadi sebelum Bara datang dan menampakkan diri di depan Nana, membuat gadis itu berpaling dari dirinya.

"Jadi, lo beneran percaya sama Bara?" Fajar mengulangi pertanyaannya.

"Ya. Kalaupun dia berulah lagi, ya ... yaudah." Senja menghela napas pelan. Sementara Fajar mendelik tak percaya.

"Kok yaudah sih?!" Fajar bertanya dengan nada sedikit meninggi.

"Kan ada kamu yang udah janji mau melindungi aku."

Senja tersenyum, sangat manis. Fajar terdiam tak menyangka akan mendapat jawaban demikian. Tangannya terangkat menyentuh dadanya sendiri.

Jantung gue mau copot, Ya Gusti.

Fajar dan Senja [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang