"Dulu kenapa lo nggak bales pesan Facebook dari gue?" Pertanyaan itu Kena lontarkan ketika hatinya sudah mantap untuk menjalin pertemanan lagi dengan teman masa kecilnya, Karel.
"Emangnya lo pernah ngechat gue apa?" tanya Karel menyuap soto ke dalam mulutnya.
Saat ini, mereka berada di kantin. Selesai pelajaran Matematika, Karel menemuinya di bangkunya dan mengajaknya makan bareng di kantin. Kena menerimanya, tanpa Letta, mereka makan soto favoritnya di meja dekat jendela.
"Yang gue ngucapin lo ultah!"
Karel berhenti bergerak, kemudian menggaruk tengkuknya. "Serius, gue nggak tahu yang itu, Ken. Gue juga jarang buka Facebook. Jadi kalau ada pesan masuk gue nggak pernah lihat. Plis, jangan salah paham, ya. Gue bener-bener nggak ada maksud nggak jawab chat dari lo."
"Oke. Kalau alasan ini bisa gue terima, tapi kenapa waktu gue chat balasan lo selalu cuek? Apa karena gue waktu itu jelek ya jadi lo males bales chat dari gue?" Kena tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri. Ini waktu yang tepat untuk dirinya mengeluarkan unek-unek selama ini.
"Kayaknya lo beneran salah paham sama gue." Sekarang Karel menghentikan aktivitasnya dan berganti menatap Kena serius. "Gue lupa balasan apa yang gue kirim waktu itu, dan kalau lo berpikir waktu itu gue cuek, gue minta maaf. Dan, terakhir gue nggak pernah ada pikiran bahwa lo cewek jelek atau apa pun itu. Semua cewek cantik, Ken. Gila kali gue cuma balasin pesan panjang lebar buat orang cantik, aja."
Kena masih terdiam di tempatnya, tidak tahu harus membalas dengan perkataan apa.
"Kena... sekali lagi gue tegesin. Lo itu temen masa kecil gue, gue nggak pernah berpikir lo jelek, lo cantik bahkan lebih cantik dari Lucinta Luna."
"Maksud lo apa bilang gue lebih cantik dari Lucinta Luna?!" Kena mencubit lengan Karel.
Karel meringis kesakitan, "Enggak, Ken, maksud gue nggak gitu. Gue susah aja bikin perumpamaan. Intinya lo itu cantik. Jadi jangan salah paham lagi sama gue."
Kena menunduk, memakan soto favoritnya meski pipinya memerah karena perkataan Karel.
"Lo maafin gue, kan?" tanya Karel memastikan. Kepalanya mengitip ke bawah supaya bisa melihat Kena yang sedang menunduk.
"Iya." Kena menjawab cepat.
Mendengar jawabannya, Karel tersenyum senang kemudian melanjutkan menyantap sotonya.
Pandangan Kena teralih ke sepenjuru kantin, dan tidak sengaja bertemu pandang dengan kelopak mata berwarna cokelat tua, tatapan matanya seperti biasa menyiratkan kehangatan yang membuat orang-orang nyaman di dekatnya. Aldi tersenyum, menunjukan minuman miliknya.
Kena membalas senyum Aldi, lalu beralih pada soto di depannya. Dia berusaha tidak senyum-senyum sendiri meski itu sangat sulit.
Andai di depannya saat ini adalah Aldi. Entah bagaimana dia bisa menyembunyikan senyumannya. Aldi seperti magnet, yang dapat memancarkan energi positif. Bukan untuk Kena saja, mungkin beberapa siswi juga merasakannya.
Kenapa dia selalu memikirkan Aldi?
"Malah ngelamun, dimakan itu sotonya, Ken. Keburu masuk entar." Karel menginterupsi.
Kena sadar dari lamunannya, "Oh, anu, gue lagi males. Kita balik ke kelas, aja."
"Belum habis ini. Buru-buru amat."
"Ya udah, gue duluan." Kena meninggalkan Karel tanpa menunggu balasan laki-laki itu. Sekilas dia melihat Aldi menatap kepergiannya, namun dia bersikap tidak perduli tetap berjalan menjauh dari kantin.
***
Sebelum pergi ke kelas, Kena pergi ke toilet sebentar. Dia sangat terkejut ketika keluar dari toilet perempuan Kena mendapati keberadaan Aldi. Laki-laki itu menyandarkan punggung di dinding.
"Aldi ngapain lo di sini? Lo nyari siapa?" Kena mengedarkan pandangannya, mencari seseorang di sana tapi hanya ada dirinya dan Aldi saja. "Lo nyari gue?"
Aldi mengangguk, "Iya. Lebih baik kita ngobrol di taman."
Keduanya pergi ke taman yang berada di belakang sekolah. Taman SMA Nusa sangat luas. Terdapat kursi dan meja kecil sebagai tempat mengobrol dan mengerjakan tugas. Aldi mengajak Kena duduk di sana.
"Kenapa nyariin gue, Al?" tanya Kena membuka percakapan.
"Memang kalau mau ketemu sama lo harus ada alasannya, ya?" Aldi bertanya balik.
"Nggak juga, sih." Kena bingung dan memilih diam.
"Gimana tugas bahasa Indonesia lo? Udah dikumpulin?" Laki-laki itu mengalihkan topik, mencari obrolan lain."Belum dikumpulin. Masih nunggu minggu depan. Gue juga mau berterima kasih sama lo. Gue yakin, kalau lo kemarin nggak mau gue bisa aja mohon-mohon sama lo."
Aldi tertawa pelan, "Seharusnya kemarin gue tolak aja kali, ya."
"Kok, jahat?!"
Aldi semakin tertawa keras, kemudian mengacak rambut Kena hingga berantakan. "Bercanda, Ken."
Iya, gue tahu. Mana mungkin cowok sebaik lo nolak permintaan tolong dari orang lain.
Kena merapikan rambutnya, menyisirnya ke belakang dengan asal. Tatapannya tertuju pada air mancur yang berdiri kokoh di tengah taman. Sama-sama diam seperti ini membuat suasana menjadi canggung. Kena ingin mengajak mengobrol, tapi bingung topik apa yang harus dibahas.
"Ken," panggil Aldi.
"Ya?" Kena menoleh ke arah laki-laki itu. Ternyata Aldi menatapnya. Kena berdeham pelan, demi menghilangkan kegugupannya.
"Siapa cowok yang bareng lo di kantin tadi?"
Kenapa Aldi tiba-tiba menanyakan hal ini?
Jantung Kena berdebar kencang. Bahkan suara cicit burung tenggelam oleh detak jantungnya sendiri. Saraf di otaknya pun rasanya mati, membuat Kena blank seketika.
Namun, Kena berusaha tenang dan menjawab pertanyaan Aldi. "Masa lo lupa, dia yang kemarin satu kelompok sama gue. Namanya Karel. Dia murid baru dan kebetulan juga kita pernah temenan waktu di Bandung."
"Oh, jadi kalian temen dari kecil?"
"Iya. Nggak cuma Karel, banyak juga temen gue di sana. Emang yang bener-bener akrab cuma sama Karel dan temen cewek gue satunya."
Sebagai jawaban Aldi tersenyum tipis. Kena menghela napas dan merasakan detak jantungnya normal kembali. Ah, lega rasanya....
"Nanti kita pulang bareng. Gue anter elo," kata Aldi.
Kalimat itu bukan sebuah ajakan melainkan kalimat tanpa perlu menerima penolakan. Kena semakin bingung, karena dia juga sudah berjanji pulang bersama Karel. Bagi Kena, ini pilihan tersulit.
Bukan karena posisi keduanya sama. Keduanya memiliki posisi berbeda. Yang membuat Kena sulit memilih karena dari awal dia sudah berjanji pada Karel dan dia tidak enak jika membatalkannya. Tapi, ini adalah kali kedua Aldi mengajaknya pulang bersama. Dia merasa berat menolaknya terlebih Aldi selama ini sangat baik padanya.
Maaf...
"Iya, nanti gue tunggu di gerbang sekolah."
... Karel, mungkin hari ini jangan dulu. Lain kali. Kena janji.LANJUT BAGIAN SEMBILAN
[geser ke atas]
Z.Z
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Koma Belum Titik [END]✔
Teen FictionBerawal dari pertemuan pertama di lapangan basket, Kena untuk pertama kalinya bertemu dengan Aldi, salah satu siswa populer di sekolahnya. Hingga pada pertemuan selanjutnya, saat kunjungan industri yang diadakan sekolahnya, membuat hubungan Kena dan...