"Nggah usah bercanda, gue nggak suka ya!" Kena mendorong tubuh Karel agar menjauh darinya.
"Gue beneran kali, Ken. Lo nggak percaya banget sih sama gue," balas Karel malah marah-marah balik kepada Kena. "Udahlah, lupain soal tadi. Memang lo beneran belum siap pacaran, mau gue tembak puluhan kali juga lo nggak percaya."
"Itu tahu. Mending sekarang temenin gue ke kasir, gue mau bayar buku yang gue beli." Kena menarik tangan Karel supaya mengikutinya.
Karel hanya bisa menghela napas. Baru pertama kali ini, dia menembak perempuan, balasan yang dia dapat seperti ini. Lebih baik dia ditolak daripada pernyataan cintanya dianggap bercanda.
Berbeda halnya dengan Karel, Kena merasa apa yang diucapkan laki-laki itu dia anggap bercanda karena itu terlalu tiba-tiba. Meskipun mereka sudah kenal lama, Karel seharusnya berpikir dulu sebelum mengatakannya. Bisa saja perasaan nyaman yang dirasakan Karel karena mereka sudah berteman walau sempat terpisah bukan berarti karena dia jatuh cinta pada Kena.
Dari belakang punggungnya, tanpa Kena sadari, Karel menatapnya dalam-dalam sambil berbisik, "Gue beneran suka sama lo, Kena...."
Enam tahun lalu....
"Rel, Kena tahu ini mendadak banget buat Karel. Tapi, Kena beneran nggak bisa main lagi ke sini." Kena kecil berdiri di depan sobat kecilnya itu, Karel dan Nita.
Karel terisak pelan, "Kenapa? Kena marah ya sama Karel karena jarang main sama Kena."
"Enggak. Kena nggak marah sama Karel."
"Ih, cengeng banget jadi cowok!" Nita menabok pantat Karel. "Nggak usah didengerin, Ken. Karel emang cowok lemah. Nanti Kena kalau mau main ke Bandung, Kena harus hubungi kita dulu nanti kita bakal ngasih kejutan buat Kena."
Kena mencoba tersenyum meski terlalu sulit. "Terima kasih karena kalian selalu ada buat Kena. Udah mau main sama Kena juga. Kena sayang kalian."
Ketiga bocah kecil itu saling berpelukan. Kemudian, Kena memberikan kelereng untuk Karel.
"Buat Nita mana?"
"Ini buat Nita." Kena lantas mengecup pipi Nita. "Ciuman spesial buat teman terbaik Kena."
"Cuma itu aja?"
"Dasar nggak terimaan!" sahut Karel membuat Nita menempeleng kepalanya.
Kena melihat kedua anak itu bertengkar untuk terakhir kalinya sebelum dia pergi ke Jakarta dan tidak kembali lagi ke Bandung.
Dan itu membuat Karel merasa sedih. Karena tidak ada lagi Kena, teman terbaiknya.
Lima bulan lalu....
"Papa seriusan dipindahin kerja di Jakarta?" Karel berseru tidak percaya. Karena kesempatan inilah yang sangat dia tunggu-tunggu.
"Kamu kira Papa bohong," balas Papa meremehkan. Saat itu jabatannya naik dan dia dipindahtugaskan ke cabang baru yang ada di Jakarta.
"Berarti Karel pindah sekolah ke Jakarta?"
"Itu kalau kamu mau, kalau kamu nggak mau kamu bisa tetap sekolah di sini dan tinggal sama Nenek."
"Karel jelas mau pindah sekolah dong, Pa."
"Ya sudah, Papa akan atur dan mencarikan sekolah yang terbaik buat kamu."
Karel menggelengkan kepala, "Nggak perlu, Pa. Karel bisa urus sendiri. Papa tinggal nunggu hasil akhirnya, aja."
Setelah mengatakan itu, Karel mendatangi Nita dan menyuruh temannya itu bertanya pada Kena di mana perempuan itu bersekolah. Namun, sebelumnya dia tidak memperbolehkan Nita memberitahu jika dia yang bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Koma Belum Titik [END]✔
Novela JuvenilBerawal dari pertemuan pertama di lapangan basket, Kena untuk pertama kalinya bertemu dengan Aldi, salah satu siswa populer di sekolahnya. Hingga pada pertemuan selanjutnya, saat kunjungan industri yang diadakan sekolahnya, membuat hubungan Kena dan...