[Bagian 8]

30 6 68
                                    

Memang apa sih syarat buat berteman?

|快乐阅读|
Happy reading


Sahla tersenyum kecil, banyak yang menanyakan kabarnya. Ia merasa senang karena semua mau menerimanya.

Sahla bukan orang yang pintar berteman, bukan juga orang yang pintar menanggapi masalah. Sahla hanya gadis biasa yang sedang mencoba mencari seseorang untuk disebut sebagai teman.

Manusia butuh teman untuk menulis cerita bersama, menumpahkan keluh kesah mereka bersama. Sebuah cerita tidak dirangkai sendiri.

"Lo beneran enggak apa?" tanya Anggi, gadis itu sedikit ngeri melihat kaki Sahla yang bengkak.

"Gapapa, cuma sakit aja."

Beberapa orang mulai kembali ke tempat mereka, setidaknya mereka sudah tahu keadaan Sahla yang baik baik saja.

"Kenapa kalian masih di sini?"

"Eum ... eh? Gaboleh?" tanya Jeje.

"Bukannya nggak boleh, gue cuma orang baru kali. Enggak perlu sampe khawatir kaya gitu, toh juga kalau gue kenapa-kenapa enggak ada ruginya buat kalian 'kan?"

Beberapa orang yang masih mengelilingi Sahla diam. Ada pandangan yang berbeda setelah Sahla berkata seperti itu.

"Maksud lo apa ngomong kaya gitu?" tuntut Nara.

Sahla berdeham. "Nggak ada maksud gue ngomong kaya gitu, cuma ... kenapa kalian harus peduli sedangkan gue cuma orang baru di sini."

"Omongan lo, keterlaluan. Harusnya lo nggak ngomong kaya gitu, lo kaya nggak menghargai orang lain. La," tukas Senja.

Sahla membasasi bibirnya yang kering, Ethan kenapa hanya menjadi penonton, kenapa laki-laki itu tidak berniat untuk membantunya.

"Gue ... kenapa kalian mau temenan sama gue?"

"Kenapa harus nggak mau? Emang ada aturan buat berteman? Memang apa sih, syarat buat berteman?"

Sahla diam, Kana hanya berbicara tapi gadis itu tidak tahu harus menjawab Kana bagaimana, karena baginya pertanyaan itu adalah jebakan.

"Nggak ada 'kan? Emmm, gimana, ya. Temenan tuh nggak harus pilih yang cantik, kaya, baik, pinter atau anak pejabat, percuma kalau baik tapi munafik."

Kana menepuk bahu Sahla cukup keras. "Warga +62 di sini, bakal nerima lo apa adanya," kata Kana.

Sahla mengangguk, benar benar warga yang budiman. Ethan melangkah pelan, ya, waktu menjadi penonton sudah selesai karena Bu Asmi sudah melangkah ke dalam kelas.

"Than," panggil Sahla.

"Apa?"

"Di kelas ini banyak setannya tau gak?" Ethan menggeleng, dia mana tahu karena dia tidak bisa melihat hal yang umumnya memang tidak bisa dilihat orang biasa.

"Ada satu yang paling nyebelin, setannya kadang bisa jadi iblis." Sahla menyalin materi yang ditulis Bu Asmi di papan tulis ke bukunya.

"Yang mana?" Satu alis Ethan terangkat.

"Yang lagi tanya sama gue, dia setannya." Ethan menoyor kepala Sahla, gadis itu tetap menulis tidak merasa terganggu.

"Pala kau," gerutunya pelan.

"Than," panggil Sahla kembali, kali ini hanya dibalas dehaman dari Ethan.

"Matriks itu siapa sih?" Ethan menghela napas, bosan dengan sikap Sahla yang selalu mengganggu dengan pertanyaan yang tidak bermutu.

Aksata [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang