[Bagian 14]

27 5 48
                                    

Kadang bersikap terlalu peduli juga bukan hal yang baik untuk dilakukan.

快乐阅读
-Happy reading-


Sahla hanya diam, gadis itu merasa seharusnya ia tak perlu menerima ajakan Setya tadi. Seharusnya ia meminta langsung pulang.

"Jadi gimana kabar lo?" Arlan-taman Setya- bertanya.

"Kaya yang lo lihat, sehal walafiat," balas Setya.

Sahla kesal, sebenarnya apa yang mereka bicarakan dari tadi, hanya berbasa basi saja dan membuang buang waktu.

"Ngomong omong adek lo kelas berapa?"

Sahla melirik pada laki-laki yang duduk berhadapan dengannya. "Baru kelas sebelas ini," jawab Setya.

"Eh, pake seragam? Bukannya dulu dia itu homeschooling, ya?"

"Awalnya, sih, iya, cuma dia aja yang ngotot pengin sekolah sampe miniatur gue yang jadi taruhannya. Awas aja kalo dia berani bolos," ancam Setya. Abang Sahla itu melirik pada Adiknya.

Sahla memalingkan muka, berpura-pura memakan pecel lele yang sebenarnya sudah tidak lagi membuatnya berselera untuk makan.

Tapi sepertinya ia salah, menatap Setya jauh lebih baik daripada menatap pada laki-laki itu. Iya, siapa lagi jika bukan Abyaksa?

Abyaksa menunduk dengan senyum geli di bibirnya, membuat Sahla sebal. Ia tahu maksud dari senyuman itu, pasti bersangkutan dengan kejadian di bawah pohon mangga.

"Tapi, yang enggak gue abis pikir, tuh, ya, kenapa kemarin nih anak bisa dapet nilai fisika tinggi." Sahla terbatuk.

Setya benar benar perusak, gadis itu melirik pada Abyaksa yang lagi-lagi hanya tersenyum. "Kenapa, La? Kalo makan ati ati makannya, keselek 'kan?"

Sahla menerima uluran minum dari Setya, tapi matanya tak lepas dari dari Abyaksa. Padahal jika dipikir seharusnya Sahla berterimakasih, bukannya mengibarkan bendera perang.

Tapi karena nilai itu juga, Sahla sampai diledek habis habisan oleh keluarganya. Kalimat sindiran dari Ethan juga tatapan heran dari Anggi.

Nilai baik tidak selamanya akan membuatnya terlihat baik, karena Sahla tidak berusaha sendiri dan itu bukan, lah niainya.

"Bar!" panggil Arlan pada Abyaksa.

"Apa, Bang?" tanya Abyaksa tidak berminat.

"Dari tadi gue perhatiin, kalian kayanya senen banget lempat tatapan aneh, udah saling kenal atau malah saling suka?"

"NGGAK!" balas Sahla setengah berteriak. Abyaksa menghela napas, lalu menggeleng.

"Enggak," balasnya pelan. Ia kembali menatap pada Sahla yang masih melihatnya dengan tatapan kesal.

"Gue kira kalian udah saling kenal, tapi satu sekolah 'kan?" Abyaksa mengangguk.

Arlan mengut-mangut. Setelahnya laki-laki terlibat dalam pembicaraan yang membuat Sahla semakin tidak paham. Gadis itu menghela napas.

"Kapan, dah pulang. Nyesel gue ikut kalau kacang kaya gini," batin Sahla.

Netranya bersetubruk dengan Netra hitam kelam milik Abyaksa, laki-laki itu membuka mulut mengucapkan kalimat tanpa menimbulkan suara.

Namun, jika diartikan maka kalimat yang diucapkan Abyaksa akan berbunyi. "Bagaimana?"

Sahla memutar bola matanya malas, membalas kalimat Abyaksa dengan kalimat terimakasih juga tanpa menimbulkan suara.

Aksata [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang